01 | Penyakit yang Tak Bisa Move On

182 35 20
                                    

NAMAKU Orizha Adaline. Tetapi yang mengenalku memanggilku Ocha, Aku salah satu Penderita HSAM atau Hyperthymesia, Penyakit yang ku sebut dengan Penyakit yang tak bisa move on, karena apa? Karena aku tak bisa lupa dengan hal pribadiku di masa lalu. Keluargaku menyebut nya Anugerah dari Maha Kuasa. Tentu saja! Mereka tak pernah merasakan apa yang sedang ku alami. Aku ingat, waktu dimana aku mulai menyadari keanehan pada diriku. Aku ingat itu waktu umur ku menginjak satu tahun.
Saat itu aku sudah penasaran dengan beberapa hal, seperti contoh, Aku penasaran dengan suara mesin jahit yang dipakai Ibu ku di ruang tengah, ketika itu aku selalu menangis jika mendengar suara berisik itu.

Aku juga ingat dimana Ibu dan Ayahku menangis, waktu usiaku 3 tahun karena aku keracunan susu yang membuatku harus di opname di rumah sakit. Tentu saja saat itu aku belum tahu apa-apa, ketika usia ku 5 tahun aku bertanya kepada orang tua ku, aku membuat pertanyaan yang cukup mudah. "Bu, apa benar ketika usia ku menginjak 4 tahun, Ibu menangis hanya karena Ibu melihat sebuah drama korea?" Ya, Ibuku salah satu pecinta Drama Korea.
"Bagaimana kamu tahu?" Saat itu Ibu memuji ku karena memiliki Daya Ingatan yang cukup kuat. Jadilah, aku juga menganggapnya seperti itu.

Seminggu kemudian, aku bertanya lagi, "Ibu, kenapa waktu ulang tahun ku yang pertama, Ayah membelikanku sebuah boneka?" Ku lihat Ibu ku sedikit terkejut, "kamu tau?" Aku mengangguk, "tentu saja, boneka itu yang membuatku menangis sepanjang malam tetapi kalian tidak menyadarinya," Dan ku lihat ibuku hanya terdiam.

Setelah itu, Aku menyadari bahwa aku 'sedikit' berbeda.

😝😝😝

12 tahun yang lalu.

"Ocha, ayo kita main mandi hujan!" Suara itu terdengar bersemangat, membuatku tersenyum girang lalu mengangguk-anggukan kepala.

"Apa kita tidak pulang dulu? Nanti baju sekolah kita basah, aku takut kena marah ibu," Saat ini kami baru pulang sekolah di Taman Kanak-kanak.

Cowok kecil itu berhenti dari lari kecilnya, lalu mendongakkan wajahnya menatap langit yang sudah mulai merintikkan air. Lalu menoleh padaku yang masih jauh di belakangnya, "Kenapa lama sekali? Ayo!" Kurasa ia tidak mendengar perkataan ku. Aku yang saat itu hanya menurut perkataannya mulai berlari menyusulnya.

Kami berlari girang, tak peduli baju sekolah, tas, dan sepatu kami basah. Hanya kesenangan yang terukir di wajah kami. Bahkan aku iseng berlompat-lompat di dekatnya agar cowok kecil itu terkena air lumpur dibawahku.

Eidetic MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang