15 |

25 8 0
                                    

"UDAH deh, gak usah dibahas." ucap Anina ketus.

Bibirku otomatis mengerucut, jadi seperti ini rasanya, bila kita penasaran tapi tak terjawab. Pantas saja pukulan tangan Anina langsung akrab dengan bahuku.

Aku mendengus, "mungkin kita sama." keluhku.

"Ih! Ogah ya, gue disamain sama lo!" sewot Anina.

Aku membuang muka. Pagi ini, Anina benar-benar tidak bisa diajak berkompromi. Padahal 'kan aku ingin cerita tentang kejadian kemaren. Aku bukan pemeran utama yang biasanya selalu memendam perasaanku sendiri, karna aku memang butuh bercerita yang entah kenapa bisa sedikit melegakanku.

Tapi untuk HSAM, jujur saja aku tak ingin siapapun tau. Alasannya yaa.. aku tak ingin diriku yang mungkin akan menarik perhatian orang. Yang entah akan benar-benar tertarik atau malah terlihat aneh.

Anina berdiri, membuatku mendongak. "Mau kemana?" tanyaku.

Anina menoleh sekeliling. "Mumpung belum ada guru masuk, gue mau nagih kas dulu. Lo nunggak 2 minggu ya!" omel Anina.

Anina mengeluarkan buku kas-nya, aku meringis, lalu menggaruk kepalaku. Aku nunggak 10 ribu.

Dengan senyum kikuk, aku mengeluarkan uang dari sakuku.

Selembar uang lima ribu yang lecek, kuberikan Anina. "Satu dulu ya." ucapku mengulurkan tangan.

Anina mendelik. "Sama aja dong! Lo nunggak 2 lagi! Sama minggu ini dihitung!" Anina mengomel lalu mengambil kasar uang lima ribuku.

Anina pergi, lalu memulai berbagi neraka ke anak-anak yang lain.

Kuperhatikan Anina mulai ngomel panjang lebar ke yang lain. Aku tertawa saat Anina mulai menarik kerah baju Aldi yang mau kabur.

"ALDI!! Lo itu nunggak 1 bulan!! Terus, liat ini utang lo di kas!! Kalo lo gak mau bayar gue bilangin ke Pak Soni!!" Anina berucap keras, sambil terus menarik kerah Aldi yang saat ini merasa tercekik.

Aldi mengaduh-aduh. "Iya, Nin, besok deh gue bayar. Nyokap belum ngasih duit nih." Aldi berusaha melepaskan tangan Anina yang masih tegas memegang kerahnya.

Anina mendelik, "pret. Minggu lalu lo juga bilang gitu! Gak usah ngibulin gue lo!"

"Siapa yang ngibulin lo sih, Nin? Duh, sakit nih."

"Bah, gak peduli gue. Bayar gak!?"

"Yang ngibulin lo 'kan Rio, Nin. Bukan gue... eh wadooow!" Aldi berteriak keras ketika Anina juga menginjak kakinya keras-keras.

Aku meringis. Kasihan juga sih Aldi. Tapi salah sendiri sangkut-sangkutin Rio.

"Sekarang, bayar gak!!?"

"Ampun, Nin. Ampun."

"Bayar, Al!"

"Iyaiya, lepasin dulu nih, gak bisa napas gue!"

"Bayar, ya!?"

"Iyaiya, yaallah..."

Perlahan Anina mulai melepas kerah Aldi, segera Aldi mengelus lehernya yang tercekik. "Untung, masih hidup.." ucapnya pelan.

"Bayar, Al!" Anina membentak Aldi, membuat Aldi yang masih berusaha meraup napas sebanyak-banyaknya terkaget.

Ia mengelus dada, lalu mengeluarkan dompetnya.

"Dompetnya tebel gitu, Al!" seloroh Naya, membuat yang lain ikut berseru.

"Aldi sok-sok an gak ada duit, padahal tiap malem mangkal!" Ghina ikut menyahut.

Eidetic MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang