08 | Ramalan Kue Kering

45 12 4
                                    

IBU dan Ayah masih bertukar pandang, aku tersenyum gagu.

Rayan maju mendekati kami, dengan ragu, aku pura-pura mengenalkannya, "Yah, Bu, ini Rayan, juniorku disekolah." ujarku sambil meringis.

Ayah dan Ibu tersenyum bingung, tapi mengangguk-angguk. Rayan maju mendekati dan mencoba menyalimi Ayah dan Ibu.

Aku menahan tawa melihat Ayah dan Ibu tergagap, lucu sekali ekspresinya.

"Yaudah, Yan. Kami pulang dulu ya?" pamitku.

Rayan melebarkan matanya, "eh, iya, Kak." ucapnya.

Aku lihat Rayan meringis seperti ingin bertanya sesuatu, tapi aku ingin cepat-cepat balik, karna tau Ayah dan Ibu pasti melarangku bertemu dengannya. Apalagi aku satu sekolah dengannya, kemungkinan bisa-bisa aku disuruh pindah sekolah.

Senyum sekilas aku berikan pada Rayan sebelum benar-benar pergi.

"Cha, kamu benar-benar gak ada apa-apa sama Rayan 'kan?" Aku menghela nafas, ini ke lima kalinya Ibu bertanya-tanya perihal Rayan.

"Gak ada, Bu." jawabku malas, pertanyaan Ibu ini seakan-akan aku udah ada hubungan saja dengan Rayan.

"Tapi benar loh, Cha. Jangan dekat-dekat sama Rayan." Ayah menyahut, saat ini kami sudah berkumpul diruang makan.

Aku mengangguk-angguk, jelas saja aku gak mau ada masalah lagi sama Rayan. Meskipun dalam hati sedikit mengganjal.

Masih teringat, kali terakhir apa yang diucapkan Mama Rayan. Hatiku terasa nyeri, bagaimana keadaan mama Rayan sekarang?

Aku mengaduk-aduk makananku malas, tanganku menopang dagu, pandanganku tertunduk. Aku terkesiap ketika merasakan elusan lembut di pundakku. "Kenapa, Cha?" Ayah melihatku dengan sorot khawatir.

Aku tersenyum kecil, lalu menggeleng.

Ayah pasti tahu kok, apa yang ku pikirkan.

😋😋😋

Sehabis dari acara panti sosial, aku berjalan menuju kafetaria depan.

Biasanya selain ke toko buku, aku juga makan di kafetaria ini. Suasananya yang pas denganku membuatku betah berlama-lama disitu, dan akhirnya aku sekarang menjadi langganan.

Kafetaria hari ini terlihat ramai pengunjung, setelah menemukan kursi yang kosong, aku segera duduk. Mbak Sella—waitters yang sudah mengenalku— langsung ke arahku.

"Hai, Cha." sapa Mbak Sella. Aku tersenyum, melihat sekeliling. "ramai ya, Mbak." jawabku.

Mbak Sella terkekeh, "iya nih, mangkannya, kamu mau pesan apa?" Mbak Sella menyodorkan kartu menu.

Aku mengambilnya, mulai memilih. "Milkshake chocolate aja deh, satu." putusku. Padahal niatnya sih pingin chocolate hot, berhubung cuaca malah terik banget jadinya niatku lain lagi.

Mbak Sella menulis pesananku, "makannya? Atau snack, mungkin?"

Aku memilih lagi, makan apa ya? "mayo fries aja deh, Mbak." Mbak Sella mengulang pesananku, setelah itu pergi.

Sambil menunggu, aku membuka layar ponselku, melihat sosial media. O iya aku itu orangnya ansos—anti sosial—  jadi followers instagramku saja tidak lebih dari 200 followers.

Dengan iseng aku mencoba-coba mengetik nama Nasha Hermawan dan Rayan Anggara. Dan, yup. Aku menemukannya.

Aku memutuskan untuk stalking mereka, pernah dengar 'kan bahwa perempuan adalah stalker terhebat?

Eidetic MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang