14 |

28 11 1
                                    

Aku segera turun dari motor Rayan. Ekspresi kesalku tak ku sembunyikan. Rayan tak sesuai kesepakatan awal, ia bilang, ia akan mengantarku sampai perumahan gang depan. Tapinya ia malah benar-benar mengantarku sampai depan rumah.

"Cepet pulang sana!" usirku sambil melirik-lirik rumah, takut saja ayah atau ibu lihat.

"Sama-sama, Cha." Rayan menyindir santai, membuatku mendecak, "iya-iya, makasih."

Rayan nyengir, "yaudah, gue balik ya."

"Yaudah, balik sana! Ngapain masih disini!?"

"Nunggu ditawarin masuk, hehe."

Sontak kuberi ia tatapan mengancam.

Cengiran Rayan berangsur menghilang, "iya-iya, gue balik." Lalu menstater motornya.

Rayan melihatku lagi, lalu sedikit mengangguk. "om, saya pamit duluan, ya." Eh? Om? Kurasa ia tidak beres. Aku mau membalasnya tetapi suara itu membuatku terdiam.

"Iya, hati-hati, Nak Rayan, terimakasih lho, Ocha sudah diantar pulang."

Glek.

Suara dibelakangku membuatku meneguk ludah. Jadi tadi Rayan bukan melihatku? Tetapi dibelakangku?

Dan sejak kapan Ayah disitu?!

Suara motor Rayan menggema, lalu menjauh hingga tak terdengar lagi. Aku masih berdiam di posisiku. Aku memejamkan mata, takut-takut menoleh.

"Ayo, Cha masuk, ngapain disitu?"

Suara Ayah mengajakku masuk, aku membalikkan diri dan berjalan masuk dengan menundukkan kepala, tak berani melihatnya.

😝😝😝

Sehabis mandi, aku memakai baju tidurku, lalu segera berbaring dikasur.

Aku memejamkan mata, mengingat kejadian hari ini, sungguh memakan tenaga.

Kukira bersama Naca hari ini, akan menjadi hal yang menyenangkan. Aku menggeleng-geleng, justru fakta baru yang sekarang kuketahui.

Aku masih ragu dengan Naca. Tapi aku gak boleh berprasangka. Biasanya  sih ekspetasi gak sesuai dengan realita.

Terus mengingat Rayan juga membuatku tersenyum. Ia sudah tak memanggilku dengan nama depan 'kak' yang entah kenapa membuat hatiku berdesir.

Tentang Benji... bagaimana kabarnya? Aku sontak menggeleng. Kenapa aku jadi berpikir tentang Benji? Bagus dong, dia tak mengusikku. Aku mengangguk sendiri.

Tapi.. aku rindu.

"Ocha..." aku langsung duduk, menoleh ke pintu, suara ibu terdengar dari luar.

Bangkit dari kasur, aku segera membuka pintu. "Ada apa, Bu?" tanyaku setelah membuka.

"Kamu udah makan?"

Aku menggeleng. Ibu tersenyum, "Ibu udah buat nasi goreng, masih ada tuh, bagi dua sama Ayah ya," ucap Ibu lembut.

Aku tersenyum. "Ibu udah makan?"

Ibu mengangguk, "iya, ibu tadi makan duluan."

Kami berdua menuju ruang makan, disana sudah ada Ayah yang sedang minum kopi.

Aku mendekat lalu membenahi piring, menyendok beberapa entong nasi goreng lalu meletakkan dipiring ayah, setelah itu dipiring bagianku.

Aku duduk lalu mulai memakan sesuap demi suap nasi goreng yang sudah familiar di lidahku.

"Kata ayah, kamu  tadi diantar Rayan, ya?" tanya ibu tiba-tiba.

Aku melihat ibu, seketika kunyahanku terhenti. Kulirik Ayah yang nampak santai melahap nasi gorengnya.

Eidetic MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang