18 |

37 7 2
                                    

Terdengar suara petir yang menggelegar membuatku dan Rayan refleks berteriak.

Suara itu membuat jantungku sakit, baru kali ini aku benar-benar merasa jantungan.

Rayan nampak sama sepertiku, ia terlihat syok.

Kejadian itu membuat suasana canggung menyeruak, kurasa kami sama-sama takut dengan suara petir yang tiba-tiba mengacaukan semua.

"Cha, suka hujan?" Aku menoleh, kami saling memandang.

"Iya, tapi bukan hujan yang kayak gini." jawabku yang bersamaan dengan gemuruh petir membuatku terdiam sesaat.

Rayan menggangguk-angguk.

Kejadian 12 tahun yang lalu membayang dipikiranku, yang beruntungnya aku sama sekali gak ada trauma dengan apapun.

Cuman saat-saat mengingatnya itu yang membuat nyeri dihati.

Saat-saat hujan.. dengan Rayan.. lalu berdarah..

Mataku berkaca-kaca, aku menepuk-nepuk dadaku yang saat ini terasa sesak. Seperti merasakan deja vu yang saat ini menilik tuntas pikiranku.

"Gue juga suka hujan." Rayan mengucapkan sendiri.

"Mau nyoba mandi hujan?" Pertanyaan itu membekukanku, aku menatapnya datar lalu melihat ke depan.

Menahan air mata, kenapa ia mengajakku mandi hujan? Kalau tiba-tiba ia tertabrak lagi gimana? Astaghfirullah. Sadar Ocha! Apa yang lo pikirin!?

Aku menghembuskan nafas lalu tersenyum lirih. "Suka hujan.. gak harus basah-basahan 'kan?.. ada saatnya nanti," aku menoleh dan tersenyum.

Lalu aku melanjutkan. "Yaaa... seperti cinta, cinta gak harus memiliki 'kan?.. ada saatnya nanti."

Rayan terdiam, lalu menatapku kosong. Seolah mengerti apa yang kurasakan.

😝😝😝

Aku menoleh kesal, sebenarnya bukan cuman aku aja yang ngerasain, tapi yang lain juga. Sedangkan yang jadi objek kekesalan kelas malah terlihat santai sambil menggepuk-gepuk bangku kelas dan menyanyi, suara fals juga menyerbu kuping.

Gini ini, udah dikasih tugas malah ngaret. Tugas gak selesai, juga ngerusak fasilitas sekolah.

Mungkin dia merasakan tatapan tajamku, Dia menoleh, menaik-turunkan alis dan tersenyum menggoda.

Tetap lanjut bernyanyi..

Sudah, cukup-cukup sudah..
Cukup sampai disini saja..

Yang entah mengapa jadi aliran dangdut. Diiringi gebukan meja, tentunya.

Aku membuang muka. "Aldi berisik!" gerutuhku.

Anina disebelahku tak menghiraukan. Jelas saja ia memakai headsetnya yang bewarna pink dikupingnya.

Tak tahan dengan suara yang gak tau kenapa jelas rusak banget di bilang suara itu, aku berdiri dengan kesal yang sampai di ubun-ubun.

Maju mendekat ke arah Aldi yang tangannya masih menari-nari diatas meja.

"Bisa diem?!" tanyaku melotot.

Cowok itu kaget dengan kehadiranku, tapi biarin, pokoknya musik dengan aliran sesat itu harus berhenti!

Dan benar saja, ia terdiam sesaat melihatku.

lalu membuang muka, dan melanjutkan lagi konsernya, dan kampretnya gak ngelihat aku sama sekali.

Dengan menahan marah. "AL!" ucapku yang ternyata dengan nada keras. Seperti berteriak.

Temen-temen yang lain ngelihat kearahku. Sial! Aku 'kan gak pengen jadi pusat perhatian.

Gak peduli dengan perhatian, aku melanjutkan. "Tugas lo udah selesai?" tanyaku tajam.

Aldi mengangkat bahunya enteng. "Kalo bisa dikerjain besok, kenapa harus sekarang?" ucapnya seolah-olah yang ia ucapkan benar.

Aku menganga, lalu menggeleng-geleng.

Tapi yang lain kayaknya juga termakan omongan Aldi karna tiba-tiba banyak yang menutup bukunya.

Termasuk Anina.

Aku meletakkan tangan dikening, pusing mulai menjalari.

"Serah, lo, Al. Serah." Aku berjalan keluar kelas.

"Ya emang serah gue!" masih kudengar sahutan Aldi.

😝😝😝

Keluar kelas entah mau ngapain, ribet juga. Sendirian lagi.

Ngikutin kemauan kaki, udah menuju ke kantin. Duduk sendirian.

Aku bosan. Karna Aldi, aku merasa juga ikut termakan omongannya. Buktinya aku disini, padahal seharusnya aku melanjutkan tugasku yang teronggok di meja.

Tapi.. yaudah, bisa dikerjain besok.

Kursi disampingku bergerak, aku refleks menoleh. Yang membuat bergerak tersenyum, yang kubalas juga.

Ia membawa semangkok bakso dan segelas es jeruk. "Gak makan, Cha?" Ia mengambil sambal yang didepanku. Aku segera memindahkan sambal agar bisa ia raih.

"Thanks" aku berdehem.

"Gak makan?" tanyanya lagi.

Aku menggeleng. Bagas mulai meniup-niup dan memasukkan baksonya perlahan.

"Kok lo disini?" tanya Bagas.

Aku menoleh, "emang gak boleh?"

Bagas terkekeh. "Sensi amatan ya mbaknya."

Aku mendengus.

tbc..

masih ada yg baca?:3

Eidetic MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang