RAYAN mengerutkan kening, "Naca?" tanyanya. Aku mengangguk ragu.
"Naca kenapa emang?"
Aku mulai bingung, mau jelasin darimana ya?
Aku menggaruk-garuk kepalaku yang tak gatal sama sekali, "yaaa.. gimana ya?" Aku meringis, takut salah ngomong.
Rayan masih melihatku, "gimana apanya?" Susah banget duh ngomongnya.
Aku melirik Rayan takut, "Naca cantik ya?" Aku merutuk dalam hati, kok malah nanya itu sih! Bodoh!
Rayan melihatku ngeri. "Kak..." panggilnya pelan, raut wajahnya seperti ngeri melihatku, ada apa?
"Lo... gak lesbi 'kan?" Aku mendelik, lalu beristighfar dalam hati, bisa-bisanya ia berpikir aku lesbi!
"Gak lah!" bantahku sinis.
"Terus kok nanya itu?" Ya, habis aku bingung mau nanyain soal itu, Yan!
Aku mengusap dada, sabar, sabar.
"Lupain deh." putusku kesal.Rayan tertawa, hobi banget keknya. "Jadi, Naca itu sahabat gue di Singapore." jelas Rayan singkat.
Oh, jadi Rayan masih belum benar-benar ingat sama kenangan disini. Dia hanya ingat sesudah ia pindah ke Singapore. Iya, sesudah kecelakaan, Rayan lalu segera dibawa ke Singapore, untuk berobat sekaligus menjauhi keluargaku.
"Sahabat kecil?" Rayan mengangguk, "iya, dia sahabat gue, dulu apartment kami sebelahan." Aku mengangguk, jadi seperti itu.
"Tapi, kok, Naca bilang dia pindahan dari Bandung?" tanyaku memancing.
Rayan menyedot minumannya sedikit, "iya, cuman beberapa bulan keknya." Ia tampak berpikir.
Aku mau bertanya lagi, tapi kulihat ia terburu-buru melihat jamnya, "Eh, kak. Udah jam 4, gue ada janji. Gue balik dulu ya?" Rayan menatapku dengan sorot tak enak.
Aku tersenyum, "iya, gak pa-pa. Duluan aja, gue masih mau disini kok, pokoknya pesenan lo udah di bayar 'kan?" Aku menggodanya sedikit, dan tertawa. Rayan ikut tertawa.
"Udahlah, Kak. Ada-ada aja."
"Yaudah sana, hus!" Aku pura-pura mengusirnya. Rayan mendelik, lalu memasang wajah tersakiti, lengkap dengan tangan yang memegang dadanya.
"Jahara lo, Kak." Aku terbahak, Rayan bisa juga pake bahasa banci.
Tapi tiba-tiba ponsel Rayan berdering, membuatku terdiam, lalu menatapnya geli dan menahan tawa, karna lagi-lagi terdengar lagu Blackpink.
Rayan melihatku kikuk, lalu mengangkat teleponnya, "Halo..." ia tidak meninggalkanku, masih duduk didepanku.
"Iya.. iya.."
"Ini udah OTW."
Aku mendecih, biasanya orang-orang bilangnya OTW, tapi faktanya? Aku berani taruhan kalau ia masih diem ditempat.
"Iya, Ca."
Aku mengerutkan kening, Ca? Ca siapa ini? Disela-sela pikiranku, Rayan tiba-tiba berdiri membuatku terlonjak, dan langsung menatapnya.
"Gue tinggal ya 'kak, ini yang habis dibahas, bikin rusuh." pamitnya, "kapan-kapan boleh lagi ya, kak." Rayan tersenyum dan mengedipkan matanya genit membuatku mengerjap, lalu pergi menjauh.
Tunggu..
Yang habis dibahas?
Naca?
😋😋😋
KAMU SEDANG MEMBACA
Eidetic Memory
Ficção AdolescenteBagaimana sih rasanya melupakan? Aku ingin mengerti rasanya, Apa rasanya semudah aku mengingat sesuatu? Baiklah.. mungkin ini terdengar aneh, tetapi faktanya aku menderita Hyperthymesia atau HSAM, dimana Aku tak bisa melupakan sesuatu di masa lalu...