13 |

30 13 0
                                    

Aku tergagap kaget, kenapa Naca gak bilang kalau Rayan juga bakal kesini.

"Aku ke bawah dulu, ya." Naca berlalu meninggalkanku.

Aku menoleh sekeliling, lalu menuju jendela. Mungkin aku bisa kabur lewat situ, tapi aku sadar itu hal yang mustahil. Come on! Ini lantai 2.

Suara pintu terbuka membuatku menegak, pandanganku menuju Naca dan Rayan yang mulai memasuki kamar Naca.

"Eh, Kak Ocha." Rayan terbelalak melihatku.

Aku tersenyum kaku. "H.. hai."

Naca tersenyum mengangguk, lalu mengotak-atik ponselnya. "Gue pesen pizza aja ya?" tanya Naca.

"Terserah." jawab Rayan. Aku hanya mengangguk.

"Oke."

😝😝😝

Aku melihat Tv di depanku tanpa minat, di sebelahku Naca dan Rayan sedang berkutat di depan laptopnya, entah mengerjakan apa.

Saat ini, kami bertiga duduk lesehan di atas karpet yang terletak di kamar Naca, yang kebetulan juga terdapat meja.

"Yan, ini gimana ngeditnya?" kulirik Naca yang saat ini mendekat ke Rayan.

Aku mendengus tak suka, kenapa Naca terlihat sedang mendusel-dusel?

Rayan menengok lalu mulai menunjukkan caranya, sambil tersenyum.

Aku melihat mereka dalam diam, kurasa mereka tak memperdulikanku. Lagian mereka 'kan bersahabat.

Kuambil pizza dimeja, lalu mengunyahnya kasar. Kalau Naca sibuk sendiri dengan Rayan, apa gunanya aku disini?

"O iya Yan, ikut jadi anggota Osis, yuk!"

Kunyahanku terhenti, dengan mulut penuh, aku menoleh dan mengerjapkan mata. Naca terlihat antusias mengajak Rayan. Rayan berpikir sebentar.

"Emang pemilihan anggota Osisnya kapan, Kak?" tanya Rayan menoleh ke arahku.

Aku segera menelan makananku.

"Besok sih udah mulai pendaftarannya, cuman di tesnya 2 minggu."

Rayan manggut-manggut, membuat Naca tersenyum. Dalam hati ku harap Rayan tak perlu ikut, agar aku tak perlu ada urusan lagi. Cuman sebatas kenal saja. Aku tak mau mendekat lagi dengan masalalu.

"Boleh." hatiku mencelos mendengar jawaban Rayan.

"Yeyy." Naca berseru senang.

"Tesnya susah gak, Kak?" tanya Rayan lagi.

"Lumayan."

Terkadang aku masih agak sulit terbiasa mendengar Rayan memanggilku dengan sebutan 'kakak' menurutku itu sangatlah asing.

Tapi mau gimana lagi? Kini, aku benar-benar asing di matanya.

"Cha, nanti kamu diantar Rayan aja pulangnya." ucap Naca.

Aku terkesiap. Dengan refleks aku menggeleng-geleng cepat. Yang benar saja, aku diantar Rayan! Kalau Ayah-Ibu tau, aku harus bilang apa?

"Gak perlu, gak perlu." tukasku cepat.

Rayan menoleh bingung, "gak pa-pa kali, Kak. Rumah gue 'kan sebrangnya rumah Naca. Entar gue ambil motor sebentar, gak sampe 5 menit." Rayan mengucap santai.

Aku terganga. Depan rumah Naca itu rumah Rayan?! Apa aku harus memberi tepukan meriah untuk diriku sendiri, Karna sudah berani mendekati sarang lebah?

Ya, aku Menyebutnya Keluarga Lebah, mengingat ucapan Mama Rayan dulu, yang sangat menyengat ulu hatiku.

Aku tersenyum gagap. "Duh, gak usah, Rayan. Ntar gue pesen ojol." ucapku terpaksa.

Eidetic MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang