16 |

36 8 0
                                    

"HERAN deh gue, Aldi kayaknya ada dendam kesumat sama gue!!" ucap Anina tak menyembunyikan kekesalannya.

Aku memandangnya geli, "sebenernya yang ada dendam itu elo apa Aldi?" tanyaku.

Anina mendelik. "Aldi lah."

"Yakin?" tanyaku sedikit menggoda.

Anina memicingkan matanya. "Iyalah, Aldi tuh yang jelas-jelas bikin gue naik darah!"

"Pantesan rambut gue gatel-gatel, taunya ada yang gosipin gue." Tiba-tiba Aldi sudah berada disamping kami. Disebelahnya Inov nampak tak peduli.

Aku menampilkan ekspresi sumpah-lo-gak-penting-banget

"Idiiihhhh, kek jin tomang ya, disebut 3 kali dan abracadabra eh muncul." Anina menyindir sinis.

Aldi menyahut cuek, "dan lo, cocok banget jadi serbetnya lampu ajaib."

Anina hendak menyahut lagi, tapi sudah ku dahului. "Rambut lo gatel? Ada 2 kemungkinan, lo belum keramas atau lo memang berkutu?" tanyaku lamban-lamban.

"Satu lagi, Cha. Apa lo keturunan monyet!?" cerca Anina.

Aldi membelalakkan matanya. "Itu punya mulut, belum pernah ngomong bersih ya?"

Aku dan Anina kompak berlagak tak mendengar apapun.

"Perlu dicipok dulu kali, Al." Inov disebelahnya tiba-tiba menyahut, membuat aku dan Anina kompak lagi menoleh ke arah Inov.

Tampang kami berdua sama-sama sedikit syok. Sekalinya Inov ngomong, eh ngomongnya najisin.

Aldi tertawa keras mendengar sahutan Inov. Aku memicingkan mata. Kurang ajar!

Aldi merangkul bahu Inov, lalu berbisik, tapi sih bukan berbisik kalau yang ia ucapkan terdengar di kuping kami.

"Udahlah, In. Don't forget! Cewek selalu bener. Cusslah kita tinggalkan cewek yang pengen bener di mata cowok."

Aku dan Anina membuka mulut lebar-lebar. Beraninya mereka!

"EH KAMPRET AWAS LO YA. GUE TUNGGU ENTAR PULANG SEKOLAH!! GAK SELAMET PULANG LO!" Anina berteriak keras melihat Aldi dan Inov menjauh dengan langkah lebar-lebar, untuk cepat agar terhindar dari kami.

Aku menggeleng-geleng. "Udahlah, Nin. Lo 'kan tau, Aldi itu gimana. Spesiesnya aja masih diragukan." ucapku mencoba menenangkan amarah Anina. Sialan bener upin dan ipin itu! Kalau Anina naik-turun gini, kan yang susah juga aku!

Anina menghembuskan nafas kasarnya. "Aldi bikin gue gak mood!"

Aku mengangguk-angguk, dalam hati sih daritadi pagi, elonya udah gak mood, Nin.

😝😝😝

"Jadi, gimana, Cha? Dion apa Beno, nih?" Aku yang sedang memejamkan mataku, langsung terbuka karna pertanyaan Bagas. Sungguh! Kenapa perlu dibahas lagi sih?

"Gue 'kan udah bilang, nolak mereka, 'Kakak' Bagaskara." Aku menjawab malas-malasan, dan sedikit menekan ucapanku pada kata-kata Kakak.

Bagas menggendikkan bahunya jijik mendengar panggilan kakak yang ku tempelkan di nama depannya, tapi aku tak peduli.

"Jangan panggil gue kak, gue bukan kakak lo!" protesnya.

"Lo kakak kelas gue."

"Ya pokoknya jangan!"

Aku diam tak menghiraukan, pertanyaan Bagas tadi sukses membuatku dalam mood jelek. Tapi, Ya. Dia satu-satunya kakak kelas yang gak mau dipanggil kakak. Padahal yang lain juga dipanggil 'kak'.

Eidetic MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang