11 |

33 12 1
                                    

"Ocha?" Aku menoleh. Saat ini aku sedang di area belakang sekolah. Area belakang terlihat menarik dengan jajaran tanaman yang dibawakan oleh junior kemaren.

Kulihat Naca melihatku bingung, aku tersenyum. "Hai, Ca." sapaku.

Naca langsung duduk disebelahku, dibawah pohon besar. Berselang-selang menit, kami hanya diam dan menatap menerawang. Cuman diam dan merasakan angin yang terasa memelukku.

"Ca.."

"Cha.."

Kami langsung bertukar pandang, lalu tertawa.

"Cha, nanti ikut aku yuk." Naca bersuara selepas tawanya.

Aku menatapnya bingung. "Kemana?" tanyaku.

"Aku dirumah sendirian, kamu gak ada niatan gitu nemenin aku, gak kasihan apa?" ucapnya melas. Aku terkekeh geli, meskipun rautnya di melas-melasin, tapi tidak ada efek apapun dimukanya.

"Sendirian?" tanyaku ragu-ragu.

Naca mengangguk dengan memajukan bibirnya.

Aku takut-takut menjawab, nanti aku izin apa dengan Ayah Ibu karna pulang telat? Apalagi berhubungan dengan Naca.

"Yayayaya? Chaa.. please..." Naca merengek disebelahku, lalu menggoyang-goyangkan lenganku.

Sedikit kasihan akhirnya aku mengangguk.

Urusan izin sama Ayah-Ibu belakangan.

😋😋😋

Saat ini aku dan Naca jalan beriringan menuju kelas, aku tadi sempat bercerita tentang kejadian di Osis sama Naca, sialnya dia malah tertawa, membuatku sedikit menyesal.

"Eh iya, jadi kamu milih Dion apa Beno tuh?" tanya Naca menggodaku.

"Ih, aku 'kan udah bilang, aku gak mau ikutan Osis lagi."

"Gak asik ah."

"Emang kalo kamu jadi aku, kamu pilih yang mana?" balasku.

"Eh." Naca menoleh kearahku. "Siapa ya.." ucapnya seolah berpikir.

Aku mendengus, "udahlah, gak usah dibahas."

"Eh, aku ada ide!" Naca tiba-tiba berseru.

Keningku berkerut, ide apa?

Gak tau kenapa aku malah berpikir yang aneh-aneh.

"Aku bakalan nyalonin diri jadi anggota Osis!" Naca berseru senang.

Aku menelan ludahku, jangan sampai Naca ajak Ray-

"Aku juga ngajak Rayan kok." oke, double sialan. Kenapa Naca seolah bisa membaca pikiranku?

Senggolan dilenganku membuatku tersentak, Naca melihatku bingung. "Kenapa??" aku menggelengkan kepalaku kikuk.

Naca tersenyum, "gimana? oke 'kan? Nanti kita 'kan bakal sering ketemu tuh, siapa tau Rayan inget kita!" ucapnya terlihat sekali ia bersemangat.

Aku menelan ludahku lagi, bagaimana kalo rayan tau, aku yang hampir membunuhnya? Apa ia akan membenciku? Atau dia memilih untuk tidak peduli? Aku menggeleng-geleng pelan.

"Kenapa sih, Cha?" Aku tersenyum, lalu menggeleng-geleng lagi, "gak pa-pa kok."

"Jadi gimana?"

"Apanya?"

Naca melihatku geram, "yang tadi itu loh, rencanaku!"

"Oh." Aku manggut-mannggut.

Naca melongo, "gimana!?"

Eidetic MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang