1. Hujan dan Isi Hati [Season 2]

2.1K 184 43
                                    

Happy Reading :)

7 Tahun Kemudian...

Hujan...

Awal baru, cerita baru yang diawali rintikan bernada. Indah saat di dengar, dingin saat di sentuh, sesak saat mengenang. Bisakah jika melihat hujan masa lalu tidak terngiang? Masa lalu amat kelam. Apakah mereka tahu? Ia bersedih, entah berapa tetesan bening jatuh dari sudut matanya.

Lihatlah gadis kecil itu, ia bersedih wahai. Ia menangis, selalu memohon, ia ingin melihat sosok yang paling ia sayang. Dimana sosok itu? Apakah dia juga melupakan gadis kecil dengan senyuman menawan?

Senyum?itu dulu, sekarang hanya ada mata sembab, wajah murung. Dan nada dari helaan nafas panjang. Isakkan tak berarti, bersujud berlutut agar sosok yang ia sayangi kembali. Sampai kapan? Sampai kapan ia harus menangis.

Wajah yang amat mirip, wajah yang amat tenang, wajah yang manis telah tergantikan dengan ekspresi datar, selalu acuh setiap berbicara dengan seseorang. Kejadian itu membuatnya ia diam membisu tak berkutik,  berkata sepatah dua patah itu sangat berarti bagi keluarganya. Sungguh keluarganya sangat iba dengan gadis kecil itu, menangis setiap malam,  merenung setiap hujan turun.

"Sayang." panggilan seseorang membuat gadis kecil itu menoleh,  mendapati sang papa yang membawakan sekotak coklat dan Strawberry. Dulu ia sangat menyukai semua itu, tetapi sekarang ia sentuh pun tidak. Ia akan makan kalau di suruh saja, itu saja hanya dua atau tiga sendok.

"Kenapa menangis?lihat papa bawa apa." gadis itu melihat ke arah kotak "Rin mau tidur." gadis kecil itu menuju ke atas ranjang dan membaringkan tubuhnya.

"Rin belum makan, makan dulu, nanti sakit." timpal papanya.

"Papa pergi, Rin mau tidur." jelasnya lagi.

"Tapi Rin belum makan, nanti sakit sayang, papa suapi ya?" gadis kecil itu bangun dan duduk di pinggir ranjang,  sambil memandang hujan di luar.

Papa gadis itu menghela nafas panjang, sudah enam bulan sejak kejadian itu, sang anak yang ceria menjadi pemurung.

"Mama..." lirihnya sambil terisak,  papanya langsung memeluk sang anak yang terisak.

"Mama di mana? Rin kangen mama,  hiks... Rin mau mama..."

"Kak..." panggilan seseorang membuat lelaki itu menoleh. Gadis yang ada di ambang pintu melenggang masuk.

Gadis itu berlutut sambil menghapus air mata gadis kecil itu "Biar Una yang bujuk Rin." lelaki itu mengangguk.

"Rin ayo makan sama tante. Tante masak banyak lo, oh iya ada Alka di bawah, Rin gak mau mainan sama dia?" bujuk Eunha.

Gadis kecil itu menggeleng "Enggak Rin cuma mau mama, Rin kangen sama mama, Rin mau di peluk mama."

Eunha ikut meneteskan air matanya, kemudian ia cekal "Rin makan dulu."

"Apa kalau Rin makan mama akan datang?"

Eunha terdiam, ia tidak bisa menjanjikan apapun "Kalau Rin makan mama akan senang, kalau Rin makan nanti papa ajak jalan - jalan iya gak?" Eunha melirik lelaki yang ada di depannya kini,  lelaki itu mengangguk.

"Rin cuma mau mama."

"Nak, kalau Rin sakit gimana? Rin mau mama sedih?" tanya lelaki itu,  sambil mensejajarkan tinggi badan dengan sang anak.

"Iya, Rin makan." kata gadis kecil itu pelan.

Gadis kecil itu keluar kamar, tangan Eunha di cekal oleh lelaki yang ada di dekatnya "Makasih Na, setidaknya Nisrina makan. Entah sampai kapan ia akan mengurung diri, aku tau ia pasti sangat sedih. Aku juga sangat sedih, bahkan sangat sesak saat mendengar semuanya. Tapi aku sadar terpuruk dalam kesedihan malah membuat semuanya buruk. Aku masih ingat memiliki malaikat kecil yang harus aku jaga, Nisrina sangat berarti bagiku."

Aku Ada Untukmu ✓  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang