siapa dia?

1.3K 148 16
                                    

Kriiiinggg...

Bel berbunyi, tanda pelajaran sudah berakhir. Semua murid merapikan buku masing-masing, tak terkecuali pemuda tinggi yg duduk di bangku nomer dua dari depan itu. Dia harus segera pulang karena ada yg harus dia kerjakan.

"Minhyun, kita akan bermain futsal, kau ingin ikut?", seru Daniel, teman sekelas Minhyun.

"Maaf, aku harus bekerja! Mungkin lain kali!",

"Begitu? Semoga sukses dengan pekerjaanmu! Hasilkan uang yg banyak agar kita bisa terus bermain!",

Minhyun hanya tersenyum, dia tahu ucapan Daniel barusan bukanlah ucapan semangat seperti biasanya. Itu hanya sebuah ejekan dan Minhyun sudah kebal mendengarnya. Kelebihan Minhyun hanya satu, pintar! Jika saja dia tidak pintar, mungkin dia akan benar-benar dikucilkan! Minhyun bahkan tidak peduli dengan itu.

Minhyun mengangkat tasnya dan menggendongnya di punggungnya. Dia berjalan keluar kelas. Sesekali dia tersenyum pada murid yg menyapanya. Langkahnya mendadak terhenti ketika dia melihat sebuah keributan di depan kamar mandi. Minhyun awalnya tidak tertarik, tapi ketika melihat banyaknya adik kelas yg mengerubuni, membuat Minhyun penasaran apa yg terjadi disana. Dengan tubuh tingginya, Minhyun dapat dengan mudah melihat ada apa di tengah keributan itu. Dia melihat seorang gadis, terduduk, bersandar tembok, dia hanya diam menatap dua gadis lainnya yg mengacak-acak isi tasnya. Yg lainnya hanya tertawa seakan apa yg terjadi disana adalah sebuah hiburan. Tak hanya mengacak-acak, dua gadis itu bahkan tidak segan menginjak buku yg berceceran itu. Minhyun baru menyadari bahwa gadis yg bukunya sedang diinjak itu seangkatan dengannya. Bukunya persis dengan buku Minhyun. Gadis itu sama sekali tidak melawan, dia hanya diam, dan memberikan tatapan dingin.

"Lain kali kalau jalan lihat-lihat! Jalan pakai mata! Sudah bubar!",

Kerumunan gadis itu membubarkan diri, meninggalkan gadis itu sendiri. Gadis itu sibuk memungut sobekan dari bukunya yg terinjak-injak tadi. Dia bahkan tidak menangis, menggerutu saja tidak. Dia hanya diam. Minhyun segera membantunya walau sebenarnya Minhyun yakin gadis itu tidak benar-benar butuh bantuan. Minhyun mengumpulkan sobekan buku itu dan juga mengumpulkan buku-bukunya dan memasukkannya ke dalam tas.

"Sobeknya tidak terlalu kecil, ku pikir bukumu masih bisa diperbaiki! Ini tasmu!",

Minhyun menyodorkan tas gadis itu dan diterima dengan dingin. Gadis itu bahkan tidak menatap Minhyun. Gadis itu segera berdiri dan berlalu begitu saja tanpa berkata sepatah apapun kepada Minhyun.

"Iya, sama-sama! Hati-hati di jalan!",














































"Nona sudah pulang? Nona ingin makan?",

Gadis itu hanya diam. Dia tidak peduli dengan asisten rumah tangannya yg terus bertanya. Dia melengos begitu saja, berjalan menghampiri kamarnya. Dia menutup pelan kamarnya dan menguncinya.

"Nona, tuan akan pulang malam hari ini! Nona ingin bibi masakkan apa?",

Tidak ada jawaban! Gadis itu malah bergelung dengan selimutnya.

"Nona, sampai kapan kau akan diam? Bibi merindukan nona yg periang, bisakah bibi menemui seorang Kim Jaehwan yg periang lagi?",

Gadis itu tidak menjawab. Air mata lolos begitu saja dari kedua matanya. Dia menangis dalam diam. Dia lelah seperti ini, tapi dia takut! Nyatanya dia lebih merasa aman ketika menjadi gadis yg pendiam daripada menjadi gadis periang.

"Nona, jika ada masalah, bibi akan mendengar semua cerita nona! Nona tidak sendirian! Bibi tinggal ya?",

Hening! Artinya asisten rumah tangganya sudah pergi. Jaehwan menarik selimutnya hingga menutup seluruh tubuhnya. dia hanya ingin sendiri. dia suka sendiri. jika memang dia ingin seseorang menemaninya, dia hanya ingin satu orang...

trust me! ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang