5. IVF

9.8K 348 29
                                    

Cerita ini ringan jadi jangan berpikir terlalu keras. Biar aku saja yang berpikir keras. Wkwkwk.

Terima kasih masih setia membaca kisah Rena & Arya yang aneh bin absurd.

Untuk twmiwa  dan AyuniSriAyunii  , semoga tidak mengecewakan kalian teman ^.<

Jika ada typo, tolong dimaafkan aku sudah baca berulang kali, mungkin saja masih ada kesalahan dalam mengetik. Thanks.

*

*

*

Selamat Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke-73.

Merdeka! Merdeka! Merdeka!

*

*

*

5. IVF

Rena Zamrud Aryadi

"Hayo..!"

Aku terlonjak dan seketika mendongak, suara Bu Sri mengagetkanku. Aku mengelus dada sembari menghela napas. "Bu Sri..."

"Jangan salahkan aku lho, Ren. Kamu itu yang ngelamun kok..." ujar Bu Sri tanpa rasa bersalah dengan senyum lebar terukir diwajahnya. "Masih galau ya?" kini senyuman menggoda yang ditampilkan.

Aku juga hanya tersenyum menanggapi. Aku tetap membiarkan mereka berpikir bahwa aku sedang patah hati. Hal itu lebih baik dari pada mereka tahu bahwa aku sedang bingung mencari solusi untuk melunasi hutang-hutang ibuku.

"Efek kalau putus cinta sampai segitunya ya, Ren?" bu Waginah menyahuti .

"Bu Wah itu kayak ga pernah muda saja lho." Sahut Pak Muklis salah seorang koki di tempatku bekerja. Seharusnya kami menyebut Pak Muklis Patisserie tapi lidah pegawai Bu Anisa –khusus ibu-ibu- pasti akan kesleo bila menyebutkannya. Koki yang bekerja pada Bu Anisa ada dua yaitu Pak Muklis dan Pak Fajar, beliau berdua adalah rekan yang solid. Pak Muklis sedang membuat adonan roti dan mendengar pembicaraan kami.

Aku bukan melamun apalagi melamunkan pacar –karena aku jomblo- juga bukan karena memikirkan hutang ibuku, namun...

Flashback On

"Saya...sedang mencari seorang penolong." Ucap Pak Bimo sembari menatapku dengan serius, begitu pula dengan nada bicaranya.

"Pe-no-long?" aku mengulangi kata terakhir yang diucapkan Pak Bimo.

"Ya. Penolong." Ucap Pak Bimo menegaskan. Aku terdiam mencoba mencerna ucapan Pak Bimo.

"Kamu...bersedia jadi penolong?" Tatapan Pak Bimo benar-benar serius dan penuh harap. Tapi aku masih terpaku dengan pemilihan kata yang digunakan Pak Bimo sehingga aku masih terdiam saat aku tengah menatap Pak Bimo.

"Maksud bapak...pembantu?" aku mencoba membenarkan perkataan Pak Bimo.

Pak Bimo tersenyum jenis senyuman yang mengisyaratkan bahwa aku tidak mengerti maksud ucapannya.

"Ya sudah, Rena. Tidak usah dipikir." Ucap Pak Bimo sembari memutuskan tatapannya dariku. Pak Bimo kembali menghadap ke depan dan memandang lurus sembari memainkan botol air mineral yang ada ditangannya.

Aku memang tidak mengerti maksud dari ucapan Pak Bimo tapi tekadku untuk membalas kebaikan Pak Bimo itu sungguh-sungguh. Entah kenapa wajah muram Pak Bimo membuat aku bertekad ingin membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi Pak Bimo, seperti Pak Bimo sudah menyelesaikan masalah motorku yang mogok dengan mengganti busi-nya.

Love in IVF (in vitro fertilization)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang