Part 14: Am i dead yet?

11.7K 734 8
                                    

           

Maafin gue guys... weekend kemarin ternyata gue malah nyelesain presentasi, jadi gak bisa update :( btw, baca chapter ini yang sabar yaa.. (you'll know what i mean)

---


Sometimes in life you have to make unwanted decision and take extreme measures that might 'cause  you terrible ache





"Adrian..."

"Adrian..."

"ADRIAN!... papa lagi ngomong sama kamu, kamu denger gak sih?" di seberang ruangan Bara Adipura Hamas, ayah Adrian yang seorang politikus ternama negeri ini sedang berdiri bertolak pinggang.

"Ehm.." dehem Adrian. "Sori, kenapa pa?"

Bara berdecak tidak suka sambil melangkah mendekat ke sofa tempat Adrian duduk.

"Nanti malam.. papa ada acara penting yang harus kamu datangi. Jam 7 di Ritz Carlton Mega Kuningan. Semua kakak kamu sudah confirm datang. Papa mau kamu juga hadir. Ini penting Yan"

"Penting buat Papa kan, gak penting buat aku. Aku udah ada janji nanti malam Pa"

"Adrian!" hardik bara kesal. "Apa-apaan kamu, tidak pernah sekalipun papa mengajari kamu melawan Papa"

"Papa berlebihan. Aku gak melawan papa, aku hanya bilang kalau nanti aku gak bisa datang, aku sudah ada janji"

"Cih... batalkan saja. Janji kamu pasti tidak lebih penting dari pada urusan papa. Nanti itu acara syukuran pengangkatan papa sebagai ketua dewan. Tidak ada yang lebih penting dari itu, dan papa mau semua anggota keluarga untuk hadir. Titik."

Muka Adrian memerah, mulutnya sudah gatal ingin menjawab. Tapi wajah mamanya yang memohon agar Ia tetap diam menahannya.

Irina, mama Adrian, sedang berjalan menuju dapur saat ia mendengar keributan di ruang keluarga dan langsung membuatnya melangkah masuk ke ruangan yang sama. Sudah bukan hal yang aneh baginya mendengar suaminya beradu mulut dengan putra bungsunya.

Di hari Adrian memilih untuk kuliah ekonomi dan bukan hukum atau FISIP, di hari itu juga Adrian secara tidak langsung telah menabuh genderang perang dengan ayahnya.

Adrian menarik nafas panjang, lelah. "Acaraku nanti mulai jam 6, aku akan setor muka dulu setelah itu langsung ke Ritz." Ucap Adrian.

"Tidak. Papa tidak mau kamu terlambat. Kamu datang jam 7 teng, gak usah datang ke acara kamu yang gak penting itu." tuntas Bara kesal.

Adrian menggeram, wajahnya mengeras. Ia harus keluar dari rumah ini kalau tidak mau beradu mulut panjang dengan papanya dan membuat mamanya menangis, lagi.

"See you tonight Pa" pamit Adrian sambil berjalan cepat keluar rumah, tidak diperdulikan teriakan papanya yang memanggilnya. Ia hanya sempat mencium pipi mamanya sekilas sebelum memasuki Audi nya di parkiran dan langsung memacu mobilnya keluar rumah.

Adrian jarang menyetir mobil di Jakarta, kemacetan Jakarta yang luar biasa membuatnya menyerah menghabiskan waktu berjam-jam di dalam mobil. Biasanya ia memilih memakai jasa taksi biru atau taksi online. Lebih praktis menurutnya. Namun tidak jika ayahnya memanggil, jika ayahnya memanggil Adrian akan selalu datang dengan membawa kendaraannya sendiri karena ia nyaris harus selalu angkat kaki dengan cepat. Ya, hubungannya dengan Ayahnya memang tidak harmonis.

Kakak Adrian yang pertama, Bima, seorang pengacara handal yang punya firma hukum sendiri. Kakaknya yang kedua, Elena, merupakan anggota Dewan. Seorang ahli politik seperti Ayahnya. Ibunya, Irina, seorang hakim. Dikeluarganya hanya Adrian yang mengambil kuliah ekonomi dan bekerja di media agency. Berbeda 180 derajat dengan semua anggota keluarganya.

Friends don't kiss 💋Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang