Part 3: A day that matter

20.2K 1K 19
                                    


Don't have a good day, have a day that matter

- The last words


Gue berbaring terlentang menatap langit – langit kamar hotel. Di sebelah gue Adrian juga sedang dalam posisi yang sama. Kita berdua masih sama – sama mengatur nafas setelah sesi bercinta yang luar biasa. 

That was, WOW! He was Wow. Gue gak pernah sekalipun menyangka akan mengkhianati Aric, especially NOT with his bestfriend, NOT with Adrian, but this?!

Aric was the love of my life. Cinta masa kecil yang akhirnya jadi tunangan gue. 

Pernah gak loe deket sama cowok waktu loe kecil dan berangan-angan menikah dengan cowok itu? Well that's Aric to me. I've love him since i've known him, I think. 

Banyak cowok yang sudah mampir di hidup gue. Ada yang lama, yang sebentar juga banyak. Coz to be honest, gue terlalu menarik untuk diacuhkan. I'm smart, beautiful, sexy and rich. Sekali lagi, gue gak nyombong, that's just the ugly truth.

Tapi terlepas dari banyaknya orang yang keluar masuk di hidup gue dan hidup Aric, for me in the end it's always been him. So this, gue dan Adrian melakukan ini, is so wrong. Gue menggeleng. Merasa bersalah karena kalah sama nafsu.

Either that or karena masih ada sisa alkohol di darah gue yang bikin gue gagal berfikir benar. Yeah right, blame it on the alcohol.

Gue mendadak inget 3 hari lalu saat Aric melepas gue dan Adrian di bandara.


Flashback on, Soekarno-Hatta Airport, Tangerang Banten

Panggilan untuk penumpang SQ 324 tujuan Amsterdam silahkan masuk ke ruang tunggu gate F5, pengumuman keberangkatan meraung – raung di atas gue, it's time to board.

"Sayang, aku berangkat ya" pamitku ke Aric.

"Oke, hati – hati Ra. Nurut sama Ian" ucap Aric sambil mengelus kepalaku.

Aku merengut. He starts treating me like Arumi, adeknya.

"Yan, gue titip Ira ya, please ensure she face time me every night." ucapnya lagi

"Sip" jawab Adrian singkat sambil mengacungkan jempolnya.

Aku dan Adrian berlalu setelah Aric menciumku sekilas.

Flashback off


Aric kebetulan harus ke Singapore hari itu, jadi dia bisa masuk ke lounge dan mengantar gue dan Adrian sampai ke dalam.

Now tell me, apa yang harus gue lakukan atau katakan saat gue ketemu Aric lagi. Oh God! ucap gue dalam hati, You did this to yourself, stupid Ira.


"Ra.." panggilan Ian di sebelah gue membuat gue kembali ke masa kini.

"Hmmm" sahut gue malas.

"After tonight, what are we?" tanyanya. Gue ngerasa Ian menatap gue dalam, dan tatapan itu terasa membakar gue dengan segera. Stupid hormone, maki gue dalam hati.

"Friends..." jawab gue pelan.

"But friends don't kiss" ucapnya lirih

"Exactly..."

"Gimana?" tanyanya bingung

"We don't kiss Yan, we fuck. Making love. Bercinta. Gak cuman ciuman kan" jawaban gue malah tambah ngawur.

"Ra.." ucapnya lagi, suaranya makin pelan serupa bisikan, seperti takut kalo ada yang denger dia ngomong apa, padahal di kamar hotel ini cuman ada gue berdua sama dia.

"Gue gak akan bisa sama lagi ke elo setelah ini. Loe perempuan pertama yang... you know" bisiknya, tidak sanggup menyelesaikan kalimatnya.

"Hmmm.." jawab gue sinis. "Jadi setelah ini loe akan minta pertanggungjawaban gue karena udah merenggut keperjakaan loe Yan?"

"No, it's not that. Gue gak akan melakukan itu ke elo, kecuali kalau setelah ini loe ternyata hamil anak gue, well then it's a different story" Ia mengambil nafas panjang.

Didalam hati gue mengutuk fakta itu, fakta bahwa gue sama Ian bercinta berkali – kali malam ini tanpa pengaman. He was too naïve to come outside though, dan gue... gue sebagai pihak yang lebih 'expert' bahkan terlalu menikmati untuk sekedar ngingetin Adrian. Simple step, big implications.

Tonight, secara tidak langsung gue membiarkan Adrian mencoba menghamili gue. Kurang jalang apalagi gue.

"Don't, please" ucap Adrian sambil menarik tangan gue. Ternyata secara tidak sadar gue mulai memukul-mukul kepala gue.

"Let me stay, Ra" ucap Adrian lagi.

"Apa?"

"Biarin aku tinggal, sama kamu, jangan minta aku menjauh." ucapnya.

"Kenapa?"

"At least sampe kita tahu kamu gak hamil anak aku, atau sebaliknya".

"But..." sanggah gue.

"No but Ra, Aku janji Aric gak perlu tahu kalo emang itu bikin kamu lebih nyaman, tapi kita melakukan kesalahan. Kesalahan yang mungkin berakibat fatal. Tapi Aku dididik untuk bertanggung jawab terhadap apapun yang aku lakukan. Aku ini seorang Hamas Ra, My father will shoot me if I did this to you and just walk away" jelasnya.

Yeah Right, just another Hamas. Siapa yang gak kenal nama Hamas, keluarga besar Adrian rata – rata berkecimpung di bidang hukum dan politik. Ayahnya politikus terkenal, kakaknya lawyer hebat, jika nantinya aku ternyata hamil anak Adrian di luar nikah, ini bisa mencoreng nama besar Hamas.

Oh wait, how about Runa, my own family. Ayahku pengusaha mining. Mineral dan batubara, one of the richest in the country. Gak cuman sekali dua kali Ayahku berhubungan dengan keluarga Hamas. Percayalah di lingkungan pergaulan A-list Indonesia, nama keluarga tertentu biasanya saling berhubungan. And this, what we did, might break it. Damn! Lagi – lagi aku mengutuk apa yang sudah terjadi. Tapi nasi sudah menjadi bubur dan aku gak bisa mengubah apa yang sudah terjadi.

"Kasih aku waktu untuk mikir Yan, please" ucapku, sedikit canggung kenapa mendadak malah ber aku-kamu sama Adrian.

Di sebelahku Adrian mengangguk maklum. Tidak lama kemudian ia menarikku mendekat dan mendekapku erat. We are still naked, but he did nothing. Dia cuman meluk aku dalam diam dan mengelus kepalaku sampai aku tertidur di pelukannya. Aric never did that to me.

And what Ian did, makes me feel... loved.

---

Eaaaa.... buat yang udah baca Forget Me Not, jangan bete sama Ira & Ian ya, emang udah ada jodohnya masing - masing. Aric udah bener sama Ayu, now please cool down dan jangan nge-judge Ira yang nggak - nggak, dia cuman perempuan biasa yang gak nahan liat lekong telenjong dengan body gak nahan :)

Boleh tolong voments nya kakakkk... biar semangat nih nulisnya *butuhinsentifbentukbintang* hahaha...

Friends don't kiss 💋Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang