"Assalamualaikum tante? Vella disini ya?" Tanya Lean yang telah menemukan tempat pengungsian adiknya."Oh iya sebentar tante panggilin." Ucap Dian sang ibunda Milla.
tok.. tok..
Dian mengetuk kamar Milla.
"Mil? Vella dicariin Lean tuh." Ucap Dian.
"Lah? Tante.. bilang aja Vella udah pulang." Ucap Vella.
"Udah pulang gimana? Abang udah jemput kesini loh." Ujar Lean yang tiba tiba berada di dekat pintu kamar Milla.
"Abang?! Vella masih mau maen disini." Pinta Vella.
"Abang udah jemput loh." Balas Lean.
...
"Vella.. kamu habis dari mana sih?! Ini om Ferdi udah nungguin loh." Papa keburu.
"..." Vella tidak menggubris omongan ayahnya.
"Vella! Papa ngomong sama kamu!" Ivan membentak.
Vella msih tidak menggubris omongan papanya.
"Ganti baju kamu terus kita berangkat!" Papa tambah membentak.
"Vella nggak mau." Balas Vella lesu.
"Vella, ikutin omongan papamu sayang, kamu bisa jelasin nanti di sana kalo kamu nggak mau." Ucap Lita menenangkan.
Akhirnya Vella pun mengalah, dan mengikuti perintah ayah dan ibundanya.
...
Perbincangan sudah dimulai, namun Vella sama sekali tidak mendengarkan apapun yang menyangkut dirinya tersebut.
Vella dan Nathan malah sibuk main handphone nya sendiri.
"Vella? Gimana nak?" Ucap Ferdi sang ayah Nathan.
"Eum.. maaf om, Vella nggak bisa." Balas Vella.
"Vella, nggak bisa gimana sih?" Tanya Ivan ayah Vella.
"Vella kan udah bilang sama papa.. kalo Vella nggak bisa." Jawab Vella.
"Vella!" Ivan membentak.
"Papa kenapa sih?! Selalu aja bentak Vella, Vella itu bukan mainan, Vella juga nggak mau nikah muda dijodoh jodohin hanya karena masalah perusahaan." Vella tetap menolak.
"Maaf om, tante, papa, mama, Vella nggak bisa." Timpal Vella sembari meninggalkan restoran tersebut.
"Vella.. Vel.." panggil Nathan.
...
"Vella tunggu!" Nathan mengejar Vella.
"Apa?" Ucap Vella.
"Vel? Kenapa? Ini demi masa depan keuangan perusahaan papa gue dan papa lu, dan juga kita." Ujar Nathan agak memohon.
"Kita? Lo aja kali." Balas Vella sembari meninggalkan Nathan menggunakan taksi.
...
"Pak turun di kafe itu ya." Ucap Vella sambil menunjuk kafe yang sewaktu itu Ia datangi bersama Jimin.
"Baik mbak."
..
Vella hanya memesan minum dan sepotong sandwich.
"Loh Vella?" Tanya seorang lelaki yang menyadari bahwa itu Vella.
"J-jimin? Kok lo ada disini? Lu ngikutin gue ya?" Vella suuzon.
"Mana ada ngikutin lo, justru gue yang harusnya tanya kenapa lo ada disini." Tanya Jimin.
"Emang apa urusannya sama lo? Emang lo pemilik kafe ini?!" Vella agak ngebentak.
"Emang iya." Jawab Jimin polos.
"Lah?!" Vella kaget setengah mati.
"Gue nggak percaya." Vella masih keras kepala.
"Nggak percaya yaudah, gue tinggal dulu ya." Ujar Jimin.
"Yaudah sono."
Satu jam berlalu..
"Vel? Lo disini udah sejam ngalamun aja loh." Jimin menyadarkan lamunan Vella.
"Eh.. lo juga, kenapa belum pulang juga, lo nguntit gua ya?!" Vella terbawa emoshe.
"Orang ini kafe gua, terselah gua lah mau pulang jam brapa, lagian udah mau tutup kafenya, jadi mending lo pulang gih." Balas Jimin sembari menggendong tas nya.
"..." Vella tidak menggubris.
"Vel? Lo ada masalah?" Tanya Jimin yang mulai khawatir.
Bukan khawatir akan kondisi Vella, melainkan khawatir kafenya tidak bisa tutup hanya karena Vella.
tbc,
Next part ❤