10. FLASHBACK

82 52 34
                                    

Hi, para pembaca OXYGEN maafkan slow update yak. Karena authornya lagi galau revisi skripsi ini, deadline sidang akhir udah deket pula 😭😭😭

Now Playing
Azmi - Pernah
(Putar videonya, dan baca)

Okeh.
Happy reading guys!

☆☆☆

Deburan ombak yang bergulung ke tepian. Mengantarkan ketenangan. Jauh memandang, permukaan laut tampak berkilau. Bagai kilatan mutiara yang tersembunyi di dasarnya. Airnya yang menjamu pesisir, menyapu kaki Alan dan seseorang di sampingnya. Alan menatapnya lekat. Tidak menyangka, gadis yang selalu menghindarinya di kampus, memilih diam meski sedang kesal setiap ia mengganggunya, mengabaikan panggilan teleponnya, membalas WAnya dengan waktu yang lama, isi balasan jutek dan cuek, bahkan kadang hanya membaca pesannya tanpa membalas. Kini duduk di sampingnya. Sangat dekat. Ia bisa melihat jelas setiap inci bentuk wajah itu.

Aqila tidak sadar dengan Alan yang ternyata menatapnya. Tangannya mencoba merapikan rambut yang menutupi wajahnya karena di terbangkan angin. Tatapannya lurus melihat hamparan laut yang berbatas dengan langit di depannya.

"Balik."

Aqila memindahkan tatapannya pada Alan.

"Hm," gumamnya seakan bertanya tentang maksud perkataan Alan. Alan memutar badan Aqila agar membelakanginya. Menyisir rambut gadis itu ke belakang. Aqila mengerti, Alan ingin mengikatkan rambutnya. Aqila langsung memberikan ikat yang digelangkan di tangannya. Alan mengikat cepol rambut Aqila. Ternyata laki-laki ini tau bagaimana cara ikatan kesukaan perempuan berambut panjang sepertinya.

"Makasih."

Aqila tersenyum simpul.

"Udah lepas?"

"Sedikit,"

"Mau dibantu lepasin semua?" tawar Alan.

Aqila tidak tahu harus memberikan respon seperti apa. Ia emilih tidak menjawab pertanyaan Alan. Alan tidak mempermasalahkannya. Suasana hening, tidak ada pembicaraan lagi antara Aqila dan Alan. Yang terdengar hanya ombak dan anginnya.

"Kenapa gak menghindar?"

Alan mencoba mencairkan suasana. Pertanyaan ini sudah cukup lama menggelitik benaknya, sejak gadis itu bersamanya. Aqila menarik nafasnya dalam, Ia juga tidak mengerti sama seperti Alan. Sekarang dia tampak akrab dengan laki-laki yang selalu dia hindari. Bahkan mereka sudah di sini. Di pantai. Menunggu sunset. Berdua.

"Apa karena gue cowok brengsek, berandalan seperti yang lo dengar. Makanya lo menghindar?"

Alan mendongakan kepalanya ke langit dengan tangan yang menopang tubuhnya ke belakang.

"Qila lagi malas bahas ini Bang," Ia memalingkan wajahnya dari Alan. Mencari pandangan baru yang bisa di lihatnya di sekitar pantai.

Alan melihat Aqila sejenak, lalu beranjak dari duduknya dan pergi. Aqila yang sadar dengan kepergian Alan, merasa mungkin Alan marah dengan ucapannya tadi. Tatapannya kembali sendu. Saat ini bukan itu yang Aqila harapkan. Seharusnya Alan bisa peka. Ia ingin ada seseorang yang menemaninya di keadaan seperti ini, agar ia tidak merasa sendiri dan terbebani meski dia tidak ingin menceritakan apapun masalahnya. Ia tidak ingin membahas hal yang lain saat ini. Ia hanya ingin menghilangkan rasa sedihnya. Air matanya lolos di sudut mata. Ketika ingatan di rumah sakit melintas di benaknya.

Flasback on.

Aqila mengikuti petunjuk arah yang di berikan Suster yang ia temui di lorong rumah sakit.

OXYGENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang