BROMO (3)

41 18 3
                                    

Happy Reading Guys!
☆☆☆☆

Kelompok Aqila yang tadinya hampir menang. Menjadi kalah karena mereka terus berdebat dan merasa canggung satu sama lain. Sehingga mereka menjadi pemenang yang kedua setelah grup Bagas dan menyisakan 8 kelompok lagi yang masih berjuang.

"Dalam gulungan ini ada teka-teki yang harus kalian pecahkan. Kumpulkan kata kuncinya yang telah kami sebar."

****

Aqila mulai jengah dan lelah. Di setiap perjalanan ia mengingat nasehat Ayahnya.

Ketika ada orang yang berbuat salah pada kita. Jangan langsung kita telan bulat-bulat.

Maaf itu sebenarnya bukan untuk mereka, tapi terlebih untuk Qila. Maaf, bukan berarti mereka layak mendapatkannya. Tapi, karena Qila layak untuk dapat ketenangan, kedamaian, kebahagiaan.

Flashback On

"Tumben?"

Aqila meraih cangkir berisi minuman coklat yang ditawarkan Jona.

"Permintaan maaf."

Kebiasaan kecil mereka terulang lagi malam ini, anggap saja sebagai bentuk nostalgia. Berbincang di rumah pohon depan rumah, ditemani secangkir minuman hangat dan gorengan singkong.

"Aku bingung, gimana nantinya dengan Nia," ujar Aqila memulai topik pembicaraan.

"Pelan-pelan, Qil. Semua orang pasti punya alasan, kenapa dia bersikap seperti itu. Kamu harus lihat dari sudut pandang yang lain. Yang terlihat belum tentu demikian, terkadang kita hanya tahu sebagian ceritanya saja, karena sebagiannya lagi hilang, membuat seakan sebagian cerita yang kita lihat itu benar. Kasih dia kesempatan, gak bakal rugi kok."

"Bijak sekali kamu, berguru sama siapa?"

"Berguru sama calon mertua," telak Jona cengengesan.

Aqila menggeleng-gelengkan kepalanya. Entah siapa yang merusak pola pikir sahabatnya ini dengan gombalan recehan.

Flashback Off

Apakah dia terlalu egois dan memikirkan perasaan pribadinya? Dicernanya lamat lamat perang batin dan logikanya. Ia memutar badannya terkesiap menubruk Andi dan Odang yang sedang berdebat.

"Ketua, istirahat sebentar."

"Lo gila, waktu kita bakal habis dan ditikung dengan kelompok lain," protes Andi.

"Kenapa? Lo yakin kelompok kita bakalan menang? Amburadul kayak gini."

Aqila mendudukan diri di sembarang tempat. Mencari oksigen sebanyak mungkin. Mencari penenangan sebisa mungkin.

Suasana hening sejenak. Dania meminta izin Odang untuk membasuh wajah sebentar.

"Okeh."

Aqila mengambil ancang untuk membuka pembicaraan.

"Gue panggilan Alam," sambungnya dengan jeda yang cukup lama.

"Sialan. Dikira apaan, oke gue temenin."

Odang bersiaga untuk bangun dari duduknya.

"Bergeser aja lo dari tu tempat. Bergeser rahang lo gue buat," ancamnya.

"Gayanya. Tadi aja tumbang," ledek Andi.

"Ngomong apa lo barusan?"

"Kagak," elak Andi tidak ingin membuat Aqila semakin meledak.

OXYGENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang