22. ALAN DAN KENANGAN

29 15 1
                                    

Wah, sudah lama tidak update. Maapken ceunah manteman.

Happy Reading Guys!

🍁🍁🍁

Waktu begitu cepat berlalu, keadaan sudah kembali seperti dulu saat Aqila berhasil mengalahkan ego dan amarahnya. Keberhasilannya tak luput dari ucapan ajaib Ayahnya.

Gemuruh yang menaungi langit malam ini, menemani padamnya listrik di komplek kontrakan mereka. Sialnya hanya Aqila dan Dania di rumah.

"Qil, udah ketemu belum?" tanya Dania yang mulai ketakutan. Ia phobia dengan kegelapan. Dirangkulnya erat tangan Aqila sembari memberi penerangan pada gadis itu yang sedang mencari lampu emergency miliknya di atas lemari.

"Sabar."  

Tak sengaja tangannya menyenggol dan menjatuhkan suatu benda yang bunyinya membuat degup jantung Dania semakin memburu.

"Qil, itu apaan?" selidik Dania dengan suara yang gemetar.

"Gak tau. Nah, ini dia."

Aqila berhasil mendapatkan benda yang dicarinya. Menyalakan lampu itu dan menaruhnya di atas nakas.

"Lo tidur aja duluan, gue mau beresin ini dulu."

Dania langsung merebahkan badannya di atas kasur. Malam ini mungkin dia akan tidur di kamar Aqila sementara waktu, menjelang listrik kembali hidup. Mana mungkin dia berani tidur sendiri di kamarnya dengan cuaca dan keadaan seperti ini.

Sementara itu, Aqila mengemasi barang yang berserakan di lantai. Tatapannya nanar saat membalikan sebuah foto dengan warna yang sudah tampak lusuh.

Rasanya, aku ingin pergi dan hidup kembali dalam bentuk yang berbeda.

Begitulah tulisan yang ada dibalik foto itu. Hatinya terenyuh.

****

Seperti biasa, BEM mengadakan rapat bulanan. Untuk mengevaluasi kinerja organisasi sudah sejauh mana. Namun, yang hadir tidak begitu banyak sebab ini sudah memasuki jadwal UAS. Sebab anggota yang lain sedang berjuang dengan kertas ujian mereka.

"Alan kemana?" tanya Odang dengan membawa beberapa berkas di tangannya.

"Biasa."

Haldi bangkit dari duduknya dan menghidupkan infokus untuk memulai diskusi rapat mereka hari ini.

"Khawatir gue liat dia sekarang, semenjak si bunga balik jadi kayak orang linglung," sambung Odang lagi.

"Siapa si bunga?" tanya Andi penasaran.

"Ya itu, si dia."

Haldi hanya memberikan kode isyarat. Andi bergumam dan mengangguk paham tentang seseorang yang menjadi topik mereka saat ini. Tak lama, setelah percakapan itu, hujan turun cukup deras disertai angin yang kencang. Membuat airnya menempias.

"Yaelah, hujan. Baru juga nyuci gue," gerutu Andi memancing tawa teman teman yang lainnya.

****

Derasnya hujan tidak membuatnya berpindah sama sekali dari tempatnya saat ini.

"Lan, kita tidak bisa memaksa dan tidak akan pernah tahu siapa nantinya yang bakal ada disamping kita. Kamu harus tetap bahagia."

Alan mengusap lembut batu nisan yang ada di hadapannya. Kenangan itu terhenti, ingatnya terasa tak sanggup untuk memintal satu per satu perkataan itu. Ruang dihatinya menjadi sesak, membuatnya sulit untuk bernafas.

_______________________________

Terimakasih sudah membaca OXYGEN, jangan lupa vote dan komennyaaa. Paling penting share cerita ini ke teman-teman kalian, biar yang lain juga bisa ikutan baca MUEHEHE ~

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 08, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

OXYGENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang