HURT (2)

77 42 12
                                    

Happy reading guys!

☆☆☆☆

"Aqila, tadi bude-"

Sapaan Surti yang menjadi bude kesayangannya itu diabaikan. Ia melangkah tergesa-gesa masuk ke dalam rumah.

"Ci, Aqila kenapa?" tanya Surti heran.

Tidak biasanya Aqila bersikap seperti itu. Ada sedikit perasaan sedih yang membuncah dalam dadanya. Aqila tidak pernah mengabaikannya sekali pun, gadis itu sangat ramah dan bersikap hangat padanya. Seakan menganggap Surti sebagai orang tuanya.

"Gak tau bude, bentar ya bude."

Aci masuk ke dalam rumah. Di dalam kamar terjadi sedikit perdebatan antara Aqila dan Bela.

"Aqila kamu mau kemana?"

Bela menghalangi Aqila yang memasukan pakaiannya ke dalam tas. Aqila tidak menggubris, terus mengemasi barang barangnya.

"Aqila kenapa, jangan gitu dong. Asya ada salah ya sama Aqila? Asya minta maaf ya," ujarnya menangis dan memeluk Vela.

"Qil, jangan gini. Lo kenapa sih?"
tanya Vela khawatir.

"Qila, liat kakak. Kenapa sayang?" Bela menakupkan kedua tangannya di pipi Aqila. Tangan itu terasa dingin ketika tetesan bening menyentuhnya. Aqila menepis. Dan melanjutkan mengemasi barang-barangnya.

"Qil, kalo ada masalah, kita bisa bicarain baik-baik," Dania memegang pundak Aqila.

"JANGAN SENTUH GUE!"

Jeritnya dengan emosi yang menggebu gebu, suaranya melengking. Tatapannya membunuh pada Dania. Dania kaget mendapati respon Aqila yang seperti itu. Untuk pertama kalinya. Tanpa berbasa basi, Aqila menerobos kerumunan orang yang masih terpaku disana. Aci yang berpapasan dengan Aqila langsung menahannya.

"Lepas, gue mau pergi."

"Gak Qil. Lo kenapa?"

Aci memeluk Aqila. Mencegah gadis itu melangkah keluar rumah.

"Lepasin gue."

Asya berlari mengunci pintu rumah. Vela menghampiri Aci, membantu menahan Aqila. Disusul Bela. Sedangkan Dania, masih terpaku di tempat yang sama.

"Lepasin gue."

"Aqila, sayang. Aqila." Vela berusaha membujuk gadis itu.

"Lepas. Gue mau pergi."

"Iya, lo mau pergi kemana?"

Aci sama sekali tidak mengerti dengan sikap Aqila yang berubah drastis. Pendiam dan sedikit menjadi tempramen. Seperti sekarang.

Asya menangis sesegukan menyaksikan kejadian itu dengan tangan yang membekap mulutnya.

"Qila. Qila." Bela mencoba menenangkannya.

"Mau pergi. Pokoknya mau pergi."

Gadis itu terus memberontak, berusaha melepaskan dekapan Aci dan Vela. Air matanya seakan tak berjeda. Pergerakan mereka membuat meja kaca tersenggol dan menjatuhkan gelas di atasnya. Suara pecahan itu, membuat Dania tersadar dalam lamunannya. Ia langsung mengusap air matanya dan berlari ke kamarnya.

****

"Akh, sialan kalah gue," Haldi mengacak rambutnya frustasi.

"Gue bilang juga apa," sahutnya dengan senyum sumringah.

Haldi yang menyadari kedatangan Alan melemparkan stik ps kepada Andi dan mendekati Alan.

"Ini dia, si bos baru pulang."

Alan tak menampik perkataan Haldi. Ia menghempaskan tubuhnya ke sofa. Membenamkan dirinya dalam.

"Kenapa lo? muka kusut gitu, kayak gak disetrika," Ledeknya.

Alan diam. Lalu, mengusap wajahnya kasar dan beranjak pergi ke lantai atas.

"Habis digampar lagi kali," cerocos Andi.

Haldi terbahak. Dia tahu benar seperti apa sahabatnya itu. Mungkin perkataan Andi benar. Rutinitas gamparan dari cewek, korban phpnya si Alan.

Saat menaiki tangga, Alan berpapasan dengan Jona yang berlari seperti orang kesetanan.

"Maaf Bang," ucapnya saat merasa bahunya tidak sengaja menyenggol lengan Alan.

Ia langsung menyambar jaket, helm dan kunci di atas nakas.

"Ini lagi, kenpa lo?"

"Oh shit."

Jona kembali berlari ke lantai atas, sepertinya ada barang yang ketinggalan.

"Kamvret, gue dikata-katain bro," Andi terpelongo.

Haldi terbahak, "Habis digampar mungkin."

"Iya kenapa harus gue yang kena," Andi menunjuk dirinya.

Ia duduk di sebelah Haldi. Haldi mengusap punggung Andi.

"Sabar. Sabar, " ujarnya menekankan kata itu.

****

"Lepas."

"Gak, gue gak akan lepasin. Sebelum lo bilang, lo mau pergi kemana," tegas Aci.

"Lepasin gue."

Ia terus memberontak, kemudian tangannya memukul mukul kepalanya.

"Astaugfirullah Aqila," Bela melemparkan ponselnya sembarang. Dan memegang tangan Aqila.

Vela mengeratkan pelukannya. Dengan badan dan tangan yang terkekang, gadis itu langsung menjerit panjang seperti orang kerasukan. Pandangannya terasa buram dan perlahan gelap, matanya berat.

____________________________

Terimakasih sudah membaca, budayakan vote dan komen setelah membaca~

OXYGENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang