15. MOST WANTED DADAKAN

80 33 46
                                    

Budayakan Vote sebelum membaca

Happy reading guys!

☆☆

Seperti rutinitas rapat biasanya lagi-lagi Aqila terlambat. Dan membuat semua mata tertuju padanya.

"Maaf." Gadis itu tersenyum kikuk.

Dari awal memasuki ruangan dan duduk di tempatnya. Aqila tampak gelisah. Ia mengedarkan pandangannya di setiap sudut ruang. Namun, sepertinya yang Ia cari tidak ditemukan. Odang yang mulai risih memperhatikan gerak gerik teman disebelahnya itu, menegur Aqila.

"Oi, cari siapa sih?"

Tentu saja, hal ini terdengar oleh Andi yang duduknya berada disebelah kiri Aqila.

"Hmm, gue kecium ni bau baunya?"

Andi memainkan telunjuknya di hadapan Aqila.

"Menyan maksud lo?" Tebak Odang spontan.

"Odong, bukan."

"Lah, terus?"

Andi menatap intens Odang. Tatapan yang berisi jawaban dari pertanyaannya barusan. Odang yang berhasil terkoneksi dengan pikiran Andi, langsung memasang wajah meledek ke arah Aqila. Dengan senyum smirknya.

"Hmm, paham gue."

Aqila geram dengan kelakuan teman di kiri dan kanannya itu. Dahinya berkerut tujuh. Dia sangat kesal. Terlebih pada tatapan Odang yang membuatnya tidak nyaman.

"Apaan sih lo, gue colok juga mata lo."

"Selain cakep, garang juga ya."

Odang kembali mengompori Aqila.

"Tipe ideal Bang Alan syekali bray."

Andi terkekeh pelan. Naf yang mendengar percakapan itu langsung memotong.

"Bang Alan izin gak masuk," tukasnya dengan senyum mengembang sempurna pada Aqila.

"Ups."

"Tetew."

Andi dan Odang kembali membuat Aqila tersulut emosi. Tanpa sadar, tawa mereka terlepas melihat ekspresi Aqila yang sudah tegang karena tertangkap basah. Belum lagi menahan amarahnya untuk mencakar dua sejoli itu.

"Aqila, Bagas, Andi, Odang. Tolong saudara menghargai saya di depan. Jika ada urusan penting, silahkan bicarakan di luar."

"Loh, kok gue yang kena?"

Bagas bingung kenapa namanya diseret padahal dia tidak ikut serta dalam komplotan itu. Padahal dari tadi Ia memperhatikan penjelasan Sarma. Mungkin karena Ia sederet dengan Andi dan Odang. Wajar saja mereka bertiga sepaket, berulah satu kena semua.

"Maaf Kak," jawab Andi dan Odang serentak.

Tak berselang beberapa detik dari teguran yang Sarma berikan, komplotan itu kembali melanjutkan perbincangan namun dengan topik berbeda. Dan yang mengawalinya adalah Andi. Memang Ia terkenal sebagai biang ribut. Dimana pun dan bagaimana pun situasinya, Ia selalu mencari teman untuk mengobrol. Alasannya biar tidak boring.

"Tumben, kalem negurnya?"

"Hooh, biasanya ngaum," cetus Odang.

"Lo pikir singa,"

Bagas tertawa kecil, merasa geli dengan perkataan asal dari Odang.

"Tapi, Kak Sarma beberapa hari ini beneran kalem lo, beda 360 derajat dari biasanya," imbuh Naf selaku adik junior Sarma di jurusan kedokteran.

OXYGENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang