Bagian 23 - Menatap

24 7 0
                                    

Apa memang sampai sini saja kah batas Kak Haidar untuk menggapai azela? Apa hanya sampai sini sajakah perasaan yang boleh ia luapkan?

Apa ia harus mundurkah?

Perasaan kak haidar semakin nyeri ketika melihat kondisi azela yang cukup berantakan, andai. Andai saja ia datang lebih cepat, atau benar-benar menyusul azela lebih cepat mungkin ia yang akan menghajar habis-habisan preman tersebut.

Dan mungkin ia lah yang akan menenangkan azela.

Dengan penuh keyakinan ia pun melangkah menghampiri azela yang hendak membuka gerbang rumah.

Dengan satu tarikan ia menarik azela dan merengkuhnya dalam pelukan.

Sontak azela terkejut, ia memberontak takut-takut preman tersebut mengikuti nya dan benar-benar ingin menghabisinya.

"Ini gue, haidar. Ssttt tenang gue bukan orang jahat." ucapnya pelan dan mengelus kepala azela dengan amat pelan dan penuh kasih sayang.

Mendengar suara yang tak asing, azela menghentikan gerakannya yang memukul-mukul punggung kak haidar, ia merasa lebih tenang. Bahkan kini matanya kembali memanas, ia memang butuh seseorang yang menenangkannya saat ini.

Gadis mana yang tidak takut dan terguncang mentalnya, ketika mengalami hal yang menakutkan.

Benar apa kata samudra, luarnya saja terlihat galak. Nyatanya azela tetap gadis biasa yang bisa rapuh sewaktu-waktu. Azela menahan tangisnya, memang menakutkan tapi azela tak ingin terlihat lemah di depan kak haidar.

Semua sudah baik-baik saja pikirnya, ia selamat dan ia akan lebih berhati-hati kali ini dan seterusnya.

"Nangis aja zel, gue tau lo pasti ketakutan kan. Maafin gue ga tepat waktu datengnya, maafin gue zel." lagi ucap kak haidar dengan nada suara yang lebih rendah.

Azela menggelengkan kepalanya berulang-ulang, ia melepas pelukan dan menghapus air matanya.

"Gapapa gapapa, lo ga salah kak. Yang penting sekarang gue gapapa." jawab azela dengan menyeka air ingus yang keluar dari hidungnya.

Kak haidar terkekeh melihat azela yang menyeka air ingusnya dengan kasar seperti anak kecil. Ia kembali mengelus lembut kepala azela, menatap azela dengan tatapan lembut dan tentunya memberi rasa aman pada azela.

Azela pun merasa hangat dan nyaman mendapat perlakuan lembut dari nya.

"Masuk, obatin kaki lo. Terus juga rambut lo yang berantakan, sumpah zel kayak mak lampir." ucap kak haidar dengan meneliti wajah azela.

Ctakk!

"Adaw! Zel, sakit ini." ringis kak haidar mengusap dahinya yang azela jepat.

"Mangkannya tuh mulut diem bisa ga? Sehari aja gausah bikin gue kesel kak." jawab azela kesal.

Kak haidar tertawa cukup keras, memegang perutnya yang mulai terasa sakit. Akhirnya ia bisa melihat amarah azela seperti biasanya, jika seperti ini tandanya azela sudah membaik.

Ia rela untuk di pukul atau di tendang jauh oleh azela, asalkan ia tak melihat azela sedih bahkan menangis.

Kak haidar memang pangeran pengganti terbaik bukan?

"Terus aja ketawa terus sampe mampus." sinis azela.

Kak haidar pun berhenti tertawa, ia menyeka air mata yang keluar karena tawanya."udah udah ayo masuk, di dalem ada siapa?" tanyanya.

Azela pun menghembuskan nafas nya kasar. "Bunda bentar lagi dateng, masuk aja kalau mau." tutur azela.

Ia pun berbalik dan hendak membuka gerbang, namun tiba-tiba ia urungkan. Ia pun membalikkan kembali tubuhnya pada kak haidar.

HEIMLICHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang