QUEEN MADISON POV
"Kenapa kau datang kemari, Queen?" tanya Monica, sahabatku sejak pertama kali aku berkerja di club malam.
"Aku ingin menginap di apartemenmu beberapa hari ini. Hanya saja aku tidak membawa uang cash dan juga pakaian. Jadi tolong kau pinjaman aku beberapa potong pakaian. Oke?" sahutku, mendorong tubuhnya ke belakang.
Sebenarnya aku tak ingin datang ke apartemen Monica, karena dia adalah seorang wanita bisexual. Namun aku tak punya pilihan lain, karena hanya Monica yang tulus bersahabatku.
"Kau di cari Madam Marimar sejak dua malam lalu, Queen. Kemana saja kau sebenarnya, hem? Aku marah karena kau tak membalas chat yang kukirimkan!" ujarnya membuatku tak percaya.
"Kau mengirimkan aku chat? Kapan? Aku tak membacanya, melihatnya pun tidak sama sekali," sahutku sedikit keheranan.
Ingin rasanya aku mengambil ponsel yang berada di dalam tas tanganku, lalu mengaktifkan dan mencari tahu kebenaran dari cerita Monica. Hanya saja aku tak ingin Mike mengetahui keberadaanku, hanya karena benda sialan itu.
"Kau sudah membacanya, Queen. Akan aku tunjukkan padamu, jika memang kau tidak percaya padaku. Lihat!" ujar Monica sembari menyodorkan layar ponselnya padaku.
Kedua mataku pun secepat kilat membaca deretan chat yang Monica kirimkan padaku dan memang ada dua tanda biru kulihat di sana.
Batinku lantas menggerutu, "Ya, Tuhan! Mike pasti membaca chat itu, bahkan mungkin seluruh perbincangan antara aku dan para pelangganku. Dasar pria posesif bajingan! Sudah memiliki calon istri, tapi tetap saja tak puas dan membuatku terlena. Aku tidak akan sudi memaafkannya!" juga memaki, ketika mengingat bagaimana pernyataan cinta darinya.
"Queennn...! Kau dengar tidak?! Kau mau minum apaaa...?!" teriak Monica tepat di telingaku, sehingga bayangan wajah Mike pun hilang seketika.
"Ak..aku... Aku hanya ingin makan saja, Monic. Ada bahan makanan apa di lemari pendinginmu?" sahutku sedikit terbata, akibat kedapatan melamun oleh sahabatku sendiri.
Secepat kilat kakiku melangkah menuju ke dapur minimalis yang tak jauh dari tempatku berdiri, lalu kubuka pintu lemari pendingin serta ku keluarkan pula beberapa sayuran segar dan juga dua buah ikan kaleng.
"Sejak kapan kau menyukai ikan kaleng, Monic?" tanyaku berbinar-binar, "Aku juga suka merek yang ini, bahkan Ibuku sering memasaknya saat aku masih sekolah dulu," tambahku mengenang masa lalu.
"Ibuku yang mengirimkannya dari Dallas, Queen. Aku pernah bercerita tentang rumahku yang berada di dekat pabrik pengalengan ikan ini, bukan?" sahut Monica membakar sepuntung rokok, kemudian menghisapnya.
"Oh my God! Aku melupakan hal itu," kekehku berjalan menuju ke kitchen set.
Aku membuka ikan kaleng tersebut, saat sudah menyalakan kompor dan juga meletakkan penggorengan di atasnya, lalu membiarkan Monica terus mengoceh tentang kekesalannya semalam.
Setelah ikan kaleng yang kutambahkan dengan potongan brokoli serta lobak masak, aku segera menata meja makan lalu mengajak Monica untuk menyantap masakanku, dan kami pun melahapnya dengan tambahan roti gandum.
Akan tetapi bel dari pintu apartemen Monica berbunyi di tengah acara sarapan pagi kami yang molor hingga hampir memasuki waktu makan siang, dan jantungku berdegup kencang seketika.
"Apakah aku akan tertangkap lagi, seperti yang terjadi di mansion Gregory Sebastian tempo hari?" batinku secepat kilat melahap roti dan ikan yang tersisa di piringku.
Aku juga segera beranjak dari meja makan dan meletakkan piringku ke bak pencucian, kemudian berlari menuju ke kamar tamu.
Kudengar Monica meneriakkan namaku berkali-kali sembari tertawa keras, namun aku sama sekali tak mau menghiraukannya.
Ceklek
Setelah pintu berhasil terkunci, barulah rasa lega itu kembali kumiliki. Namun tetap saja jantungku bekerja tidak beraturan, ketika mengingat tentang Michael Jones.
"Apa aku harus menyewa bodyguard untuk melindungiku dari kejaran si brengsek itu?" batinku berjalan menuju ke arah tempat tidur, "Tapi akan sangat lucu dipandang mata, jika aku naik bus atau kereta api dengan beberapa pria berbadan tegap yang mengikutiku, bukan? Itu karena aku belum memiliki sebuah mobil, seperti Monica. Oh, ini semua karena apartemen di St. Louis itu. Kapan aku akan pergi untuk mewujudkan impianku? Padahal hanya tinggal empat ratus dollar lagi, dan semuanya akan selesai. Bagaimana cara mendapatkan uang itu jika malam ini aku tak pergi bekerja lagi? Tapi jika aku pergi, sudah pasti Mike sialan itu juga ada di sana. Oh, Tuhannn... Tolong jauhkan dia dariku. Aku tak mau merusak hubungan mereka, terlebih saat ini wanitanya sedang mengandung. Untuk apa aku memperebutkan seorang pria bajingan seperti dia? Kurasa ia pasti akan melakukan hal yang sama, jika aku sudah dalam keadaan mengandung darah dagingnya. Oh tidak! Itu tidak boleh terjadi sama sekaliii...!" lalu aku kembali bermonog panjang lebar seperti seseorang yang sudah tak waras lagi.
Kurebahkan kepala di atas tempat tidur empuk dalam kamar tamu itu, lalu tanpa bisa dicegah, aku terbuai ke alam mimpi bersama jutaan kekesalanku pada Michael Jones.
Beberapa jam kemudian, aku kembali terbangun dari tidurku yang begitu pulas, dan tentu saja semua terjadi akibat ketukan keras di luar pintu kamar.
Brakkk... Brakkk... Brakkk...
"Bangun, Queen! Madam Marimar menyuruhmu datang untuk menerima tamu VVIP malam iniii...!" itulah suara yang membuat kedua bola mataku berhasil membulat penuh.
Uang selalu saja membuatku melupakan segalanya, bahkan aku dengan lantang berseru dalam hati, untuk meminta bantuan pada Madam Marimar jika memang Mike menggangguku di sana nanti.
Ceklek
"Oh, ya Tuhan! Ini sudah jam sembilan malam, lalu aku juga sudah berdandan secantik ini, tapi kau baru saja bangun dari tidur panjangmu?!" gerutu Monica saat aku membuka pintu kamar, "Memangnya kau sudah tidak butuh uang lagi? Aktifkan ponselmu dan katakan jika kau tidak ingin bekerja lagi pada Madam Marimar, sehingga aku tidak menjadi sasaran amukannya nanti, Queen! Aku juga ingin dia memberiku banyak tamu dan mengganti mobilku yang sudah ketinggalan jaman itu. Kau paham? Jangan membuatku susah hanya karena kita berteman. Kau tahu seperti apa sifat wanita gempal dan tamak itu, bukan?" dan aku hanya bisa menggaruk kepalaku yang tidak gatal, akibat bertambahnya ocehan dari mulut Monica.
"Maafkan aku, Monic. Aku akan pergi bekerja malam ini. Hanya saja, bisakah kau pinjamkan satu gaun gorgeous koleksimu itu padaku? Aku ingin pergi bersamamu saja dari sini. Bagaimana?" sahutku sembari memasang puppy eyes di depan Monica.
"Aku sudah menyiapkan segalanya untukmu, Queen. Ayo ikut ke kamarku dan bersiaplah segera," ujar Monica berbalik dan aku pun bersemangat mengikutinya, "Tapi kau tidak boleh mandi lebih dari sepuluh menit, karena kata Madam Marimar, tamu istimewa itu akan datang satu jam lagi dari sekarang. Kau mengerti?! Jangan menari di dalam kamar mandi! Titik!" lalu tersenyum kikuk akibat ucapan Monica yang berikutnya.
Well, malam ini aku akan kembali bertemu dengan tiang besi kesayanganku di club, dan berharap sejumlah kekurangan untuk membeli apartemen di St. Louis akan segera teratasi.
🧡🧡🧡🧡🧡🧡🧡🧡🧡🧡🧡🧡
To be continue...
KAMU SEDANG MEMBACA
ᴡʜᴇɴ ᴛʜᴇ ꜱᴛʀɪᴘᴘᴇʀꜱ ꜰᴀʟʟɪɴ' ʟᴏᴠᴇ (ᴇɴᴅ)
RomanceJatuh cinta, sama sekali tak pernah terpikirkan oleh Queen Madison. Selama ini hanya uang yang ada di benaknya, sehingga selain menari tanpa busana, ia juga merelakan tubuhnya menjadi bagian untuk menghasilkan lembaran dolar. Sayangnya, semua hal te...