Prolog

678 53 5
                                    

Terkadang ada sesuatu yang tak bisa dieja oleh nalar pikiran. Seperti halnya, apakah makhluk gaib itu ada? Bagaimana bentuk dan rupanya? Apakah mereka benar-benar bisa membunuh manusia seperti kita? Dan hal-hal lainnya. Kemudian ketahuilah, hal-hal seperti itu tidaklah untuk dipelajari, dikaji secara mendalam, tetapi cukup hanya untuk diketahui keberadaannya. Sebab ada sekat yang senantiasa memisahkan kita dengan dunia mereka. Ada labirin yang tak bisa kita lalui untuk menggapainya.

***

Seorang anak laki-laki berusia tujuh belas tahunan, duduk di depan meja belajarnya dengan sebuah buku tebal yang ia baca. Sesekali anak itu mengerutkan kening, mungkin mencoba memahami apa yang tidak ia mengerti di sana.

Krek..

Bunyi sebuah benda yang patah membuyarkan konsentrasinya. Ia menoleh ke belakang, mencari sumber suara. Barangkali ibunya datang tanpa ia ketahui, tetapi nihil, tidak ada siapa-siapa di sana.

Anak itu kembali memfokuskan diri pada bukunya, dan lagi-lagi ia mengernyit.

Beberapa lama ia masih berusaha fokus, tetapi detik berikutnya, ia menghempaskan bukunya ke atas meja dengab sedikit kesal.

"Bagaimana bisa ini terjadi padaku?" gerutunya, mengacak rambut cokelat berponinya dengan kesal.

"Joochanie!"

Teriakkan di depan pintu kamar membuatnya menoleh sekilas. "Masuk, hyung!" Ia balas berteriak dengan malas, lantas menjatuhkan kepalanya di atas meja belajar. Lesu.

Terdengar suara pintu terbuka dan langkah kaki yang mendekat.

"Kamu tidak turun untuk makan malam?" tanya lelaki yang sama-sama memiliki kulit putih seperti Joochan.

"Aku tidak lapar, Woohyun Hyung."

"Kenapa?" Lelaki yang disapa Woohyun itu berjongkok di hadapan adiknya, Joochan.

Joochan menggeleng pelan, kemudian diam beberapa lama. Sampai pada akhirnya, ia menatap Woohyun dengan tatapan yang benar-benar membuat Woohyun khawatir.

"Sejak hari di mana aku kecelakaan, aku jadi sering mengalami hal aneh, Hyung." Joochan berucap lirih, sarat akan kesedihan.

Woohyun diam sejenak. Memorinya mulai memutar kejadian satu tahun lalu, ketika Joochan mengalami kecelakaan bersama appanya. Saat itu, Woohyun ingat betul, Joochan dan ayahnya baru saja pulang dari sebuah kontes menyanyi yang dimenangkan oleh Joochan. Woohyun meminta untuk menjemput mereka di depan komplek, tetapi Appa melarang dan memilih berjalan kaki. Tiba-tiba, sebuah bangunan yang tengah direnovasi roboh dan menimpa mereka yang tengah berjalan sambil tertawa bangga dengan piala di genggaman Appa. Appa melindungi Joochan dengan memeluknya, sehingga Appa terluka parah dan meninggal di tempat, sedangkan Joochan koma selama dua hari. Woohyun benar-benar menyaksikan kejadian itu di depan mata kepalanya sendiri. Dan mulai menerka, siapa gerangan bayangan hitam yang berdiri tak jauh dari Appa tergolek lemah.

Dan, sejak kejadian itu, beberapa bulan Woohyun melihat Joochan benar-benar murung. Woohyun berpikir Joochan masih trauma atau mungkin masih sedih karena Appa meninggal.

"Hal-hal aneh apa yang kamu alami?" tanya Woohyun.

Joochan menegakkan tubuh, menatap lekat-lekat saudara satu-satunya itu. "Apa jika aku mengatakannya, Hyung akan percaya?"

Woohyun mengangguk sekilas. "Jika itu masuk akal, aku akan percaya."

Bahu Joochan merosot. "Hyung, ini bukan tentang akal, logika, pikiran dan lainnya. Ini tentang sesuatu yang aku alami. Ini mungkin tidak masuk akal, tetapi aku benar-benar mengalaminya!" Joochan menggertakan gigi, menahan kekesalan yang telah menggunung beberapa waktu ini. "Ini nyata! Tapi semua orang menolak untuk percaya padaku!"

Memejamkan mata sejenak, Woohyun mengangguk. Memegang bahu adiknya yang mulai berdiri karena emosi. "Duduklah. Aku akan mendengarkan. Apa pun yang kamu katakan, aku akan percaya." Woohyun menatap Joochan serius. Dan ia mengangguk ketika Joochan menatapnya seolah mengatakan --benarkah, hyung?--

"Aku pernah melihat Appa beberapa kali," Joochan bergumam, kemudian diam untuk melihat reaksi Woohyun. Seperti dugaannya, Woohyun sempat terkejut, tetapi hyungnya itu kemudian menetralkan kembali ekspresinya. "Pertama, ketika aku baru saja siuman dari koma. Appa berkata agar aku jaga diri, begitu pun dengan hyung dan eomma." Jeda beberapa saat, "kedua, ketika aku mengambil hasil laporan belajar di kelas 2 dengan eomma. Appa tersenyum di ujung lorong. Aku mengatakannya pada eomma, tapi eomma tidak percaya. Dan apa hyung percaya padaku?"

Woohyun mengerjap, lantas mengangguk samar. "Lanjutkan ceritamu," balasnya.

"Ketiga, kemarin malam. Appa datang ke mimpiku. Tidak seperti pertemuan sebelumnya, Appa saat itu melihatku dengan tatapan serius, tidak ada senyuman. Dan ia lenyap begitu saja saat kukejar," Joochan terlihat begitu sedih saat mengatakan itu. "Dan bukan hanya Appa yang bisa aku lihat," Joochan melanjutkan. Ia menatap Woohyun yang kini duduk di ujung ranjang.

"Siapa lagi yang kamu lihat?" tanya Woohyun.

"Aku melihat seorang gadis yang selalu duduk di bangku guru. Dan gadis itu hanya aku yang bisa melihatnya."

"Maksudmu..." Woohyun mengernyit. "Apa dia semacam makhluk tidak kasat mata?"

Joochan menggeleng pelan. "Aku tidak tahu. Yang pasti, gadis itu pernah tersenggol Jisoo-Ssaem, dan Jisoo-Ssaem berteriak-teriak histeris setelahnya. Gadis itu hilang, tetapi aku menemukan tatapannya yang dingin di mata Jisoo-Ssaem."

Woohyun lagi-lagi mengernyit, hingga akhirnya... "Kamu istimewa," bisik Woohyun.

***

Last Holiday▪️Golden Child✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang