"Pintu! Pintunya terkunci." Seungmin menatap teman-temannya di depan pintu yang menjulang tinggi itu.
"Bagaimana pun caranya, kita harus keluar!" teriak Bomin histeris. Ia teramat ketakutan. Lelehan air mata merembes keluar dari pelupuk matanya.
"Apa yang harus kita lakukan? Pintu ini sangat besar. Apa kita bisa mendobraknya?" Jangjun menatap teman-temannya satu persatu. Nampak jelas raut kalut dari wajah pemuda itu.
"Lalu, apa kalian ingin menyerah begitu saja dan mati sia-sia di sini?" balas Jibeom yang membuat semuanya terdiam.
"Ya, Jibeom benar. Kita harus mencobanya." Seungmin maju paling depan dan menatap teman-temannya, memberi keyakinan bahwa mereka bisa menumbangkan pintu besar di depan.
"Satu... dua... maju!" teriak Jangjun, memberi intruksi.
Bugh! Tak ada pergerakan sekecil apa pun pada pintu itu. Bahkan meski mereka sudah mendobraknya lebih dari sepuluh kali.
"Sulit untuk membuka pintu. Baiknya kalian cari jendela dan hancurkan kacanya!"
Semua menoleh ke arah tangga, di mana Joochan dan Jaeseok membantu menopang tubuh Sungyoon yang terlihat pucat dengan lengan kemeja yang berlumur darah. Di belakang mereka, Daeyeol juga melakukan hal yang sama pada Donghyun yang berjalan terseret.
Tanpa menunggu lagi, Jangjun mengangguk mantap dan segera mencari jendela terdekat yang bisa mereka hancurkan. Bagaimana pun, mereka harus keluar, itu yang ada di pikirannya sekarang.
"Di sini!" teriak Jangjun beberapa saat kemudian. Semuanya berlari menghampiri Jangjun di dekat dapur. "Dengar, kita akan menghancurkan kaca ini. Ini menghubungkan kita ke sisi kanan villa."
Semuanya mengangguk. Bomin berjalan cepat ke depan Jangjun setelah mengambil sebuah vas bunga berukuran sedang di atas meja makan.
"Pakai ini, hyung," ucap Bomin seraya menyerahkan vas bunga tersebut.
Jangjun menerimanya, dan mundur beberapa langkah mengambil ancang-ancang. Kemudian... prangg! Kaca-kaca itu pecah begitu Jangjun melemparkan vas bunga ke kaca tersebut.
"Bantu aku membersihkan serpihan kaca ini," gumam Jangjun kemudian.
Jibeom dan Youngtaek menuruti perintah Jangjun untuk membersihkan serpihan-serpihan kaca besar di kusen.
"Cukup!" interuksi Jangjun. "Kain, baju atau apa pun itu untuk menutupi serpihan-serpihan kecil agar tidak ada yang terluka!"
Segera, Joochan melepas jaket yang ia pakai dan menyerahkannya pada Jangjun. Jaket tersebut digunakan untuk menutupi kusen yang masih menyisakan serpihan kaca kecil. Karena jika tidak, hal itu pasti akan melukai mereka.
"Cepatlah! Sungyoon-hyung, kau dulu yang keluar!" titah Jangjun.
"Yang lain saja dulu," balas Sungyoon. "Aku bisa keluar nanti setelah yang lain."
"Jangan keras kepala, hyung! Kau terluka parah, jadi kau harus keluar terlebih dahulu."
Sungyoon menatap Jaeseok yang menopangnya. Setelah Jaeseok mengangguk, mau tak mau Sungyoon menuruti apa yang Jangjun katakan. Hati-hati, ia naik ke atas jendela itu, dibantu oleh Jaeseok dan Joochan.
"Argh! Ini sakit," ringisnya memegangi lengannya yang memang sudah tergores kaca saat di atas tadi.
"Kau tak apa, Yoon?" tanya Jaeseok setelah mereka berhasil turun dari jendela.
"Ya, aku baik-baik saja."
Setelah Sungyoon dan Jaeseok, satu persatu dari mereka mulai keluar, tinggal menyisakan Jangjun, Jibeom dan Joochan di dalam.
"Hyung, kau keluarlah lebih dulu," gumam Joochan, sementara yang lain sudah berjalan perlahan menjauhi villa.
"Aku gampang. Kau dulu, Joochanie, Jibeom."
Joochan menoleh pada Jibeom, kemudian ia keluar terlebih dahulu saat Jibeom mengangguk.
"Carilah tempat yang aman dan sesuatu yang bisa membuat kita keluar dari pulau ini!" teriak Joochan pada teman-temannya yang sudah berjalan menembus kegelapan malam pulau yang sunyi itu.
"Ayo, hyung!" Jibeom mengulurkan tangan pada Jangjun yang terakhir kali keluar. Baru saja Jangjun meloncat keluar, ia dikejutkan dengan Joochan yang tiba-tiba menangis lirih seraya mengusap-usap lengannya seperti orang kedinginan.
"Joochan-ah, ada apa?" tanya Jangjun heran. Ia melirik Jibeom, sama halnya dengan dirinya, Jibeom juga terheran-heran.
"Kau mau ke mana?" tanya Joochan dengan tatapan polosnya yang sendu.
Jibeom dan Jangjun jelas saja mendelik tajam. "Apa yang kau bicarakan? Jelas kita harus pulang, pergi dari sini," balas Jibeom.
Joochan memiringkan kepala ke kiri dan menatap Jibeom. "Kenapa? Jangan pergi, aku takut."
"Joochan-ah, apa yang kau katakan?" Jangjun berusaha menyentuh Joochan, tetapi Joochan segera mundur dengan tatapan nyalangnya.
"Kau siapa?" bentaknya yang membuat Jangjun tercengang.
"Joochan, apa... apa yang..."
"Oppa," ucap Joochan beringsut memeluk tangan Jibeom. "Jangan pergi, kumohon. Aku takut. Tetaplah di sini."
"Oppa?" Jangjun dan Jibeom saling melempar pandang. Keduanya merasa ada yang tak beres dengan Joochan.
"Oppa! Tidak tidak! Mereka ke sini, Oppa! Tolong aku, Oppa!" Joochan tiba-tiba saja berteriak memeluk Jibeom.
"Joochan-ah, Joochan!" Keduanya berteriak panik.
Namun tiba-tiba...
"AAAARGHHH!" Joochan berteriak sangat keras, dan kemudian ambruk di pelukan Jibeom yang sudah memejamkan mata takut sejak tadi.
***
Tap vote dan komen-nya😘 maaf baru bisa lanjut lagi karena beberapa sebab. Hehe. Semoga masih pada betah di lapak gaje ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Holiday▪️Golden Child✓
FanficLiburan musim panas telah tiba. Seungmin mengajak serta teman-temannya: Daeyeol, Sungyoon, Jaeseok, Jangjun, Tag, Jaehyun, Donghyun, Jibeom, Joochan, dan Bomin untuk berlibur ke sebuah pulau kecil di mana keluarganya memiliki sebuah villa di sana. J...