Sepuluh

210 29 1
                                    

"Berbaris berbaris!" seru Daeyeol keras-keras pada temannya, "jangan saling mendorong. Tertiblah ketika turun!"

Akhirnya, Golden Child sampai di dermaga tujuan. Mereka turun dengan antusias, tak sabar untuk menikmati indahnya pesisir pantai panjang yang akan memanjakan mereka.

Aroma pasir pantai menyeruak ke dalam indera penciuman. Suara debur ombak terdengar begitu syahdu. Sangat menenangkan. Nyiur melambai tertiup angin, menambah kesan menakjubkan pulau indah itu.

"Huaaaa! Aku merasa terbaaaang!" Jangjun merentangkan tangan, berlarian di atas pesisir pantai yang lembut sesaat setelah mereka turun dari kapal pesiar.

"Jangjun-ah, aku juga terbaaang!" Youngtaek ikut berlarian sambil merentangkan tangan. Berputar-putar senang di pantai itu. Sesekali terdengar gelak tawa bahagia.

"Aku akan melakukan berbagai percobaan untuk sihirku di sini." Jaehyun membentuk smirk andalan.

"Yak, Jaehyun-ah! Berhentilah berkhayal!" Jibeom mencibir Jaehyun yang menatap lautan di depannya dengan nyalang.

"Ck. Orang idiot ini, selalu saja sirik padaku," gerutunya.

Mereka berjalan beriringan ke deretan villa dan penginapan yang ada di sekitaran sana. Takjub dengan pemandangan yang begitu mengesankan. Hanya ada yang aneh di sini. Pulau sangat sepi.

"Di mana letak villa milik keluargamu, Seungmin-ah?" tanya Jaeseok.

"Aku ke sini ketika umurku sepuluh atau sebelas tahun, aku lupa. Sepertinya ia terletak di ujung sana!" Seungmin menunjuk ke arah kiri mereka berjalan. "Ah, ya, yang itu!" kali ini ia memekik, saat netranya menangkap sebuah bangunan bergaya klasik sepuluh meter dari tempat mereka berdiri.

Semuanya mengikuti arah pandang dan telunjuk Seungmin, sampai akhirnya Sungyoon ikut memekik. "Serius yang itu!?" tanyanya tak percaya. Seungmin mengangguk. "Itu sangat besar, Seungmin-ah!" decaknya.

"Ya, itu sangat besar!" Jangjun ikut memekik kegirangan.

"Di sana juga ada kolam khusus, lho," Seungmin tersenyum, membuat teman-temannya semakin antusias.

"Tapi kenapa di sini sangat sepi, ya?" gumam Bomin, mengedarkan pandangan ke sekeliling, hingga... "Argh!" Ia berteriak.

"Bomin-ah, ada apa?" Donghyun yang berdiri di sisi Bomin bertanya panik saat anak itu berteriak histeris dan otomatis memeluk lengan Jibeom yang paling dekat dengannya.

"Hantu yang kemarin malam!" pekik Bomin lagi.

"Hantu?" Jangjun tertawa pelan, "ayolah, Bomin. Tidak ada apa pun di sana, kecuali lautan dan nyiur."

"Ada!"

"Permisi," gumam seseorang, semuanya menoleh.

"Ah, ya, Samchon-nim."

"Kalian wisatawan baru?" Laki-laki paruh baya dengan rambut hampir keseluruhan berwarna putih dan berbadan sedikit ringkih itu bertanya sopan.

"Hyung-nim," Bomin berbisik, "tadi... tadi kulihat wajahnya sangat menyeramkan."

"Bomin-ah, lihat, bagian mananya yang menyeramkan? Dia hanyalah lelaki paruh baya. Mungkin penduduk asli pulau ini," balas Seungmin. Mencoba meyakinkan.

"Ya, kami baru saja datang dari Seoul, Samchon," Daeyeol tersenyum ramah.

"Ah, begitu... baiklah. Semoga betah tinggal di pulau ini. Jika butuh bantuan apa pun, silakan datangi rumah penduduk. Mereka sangat terbuka untuk siapa pun," ucap Samchon itu sebelum pamit.

"Ne, Samchon. Kamsahamnida!" mereka membungkuk bersamaan.

Mereka menatap takjub bangunan di hadapannya. Itu hanyalah bangunan bergaya klasik yang hanya memiliki dua lantai, tetapi sangat luas. Villa itu sedikit terpencil dari bangunan lainnya yang terdapat di sana. Dan sejauh yang mereka lihat, villa milik keluarga Seungmin-lah yang paling megah. Meski tidak lebih megah dari rumah-rumah mewah yang berjejer di Seoul.

"Ayo kita masuk!" Seungmin maju paling depan, diikuti oleh Jangjun yang tak henti-hentinya berdecak kagum. Apalagi saat mereka memasuki villa itu.

"Kuncinya?" Sungyoon berujar, dan Seungmin tiba-tiba nampak kebingungan.

"Jangan bilang kalau kamu tidak tahu kunci Villa ini ada pada siapa!" Joochan menatap Seungmin penuh peringatan. Melihat Seungmin yang tersenyum kikuk, Joochan mendesah panjang, sudah tahu jawabannya.

"Yah... lalu bagaimana?" Jangjun mengacak rambutnnya kesal.

"Kamu benar-benar tidak tahu siapa yang biasa memegang kunci Villa ini?" Daeyeol bertanya. Membuka tas ransel di atas punggungnya untuk ia peluk di depan.

Seungmin menggeleng pelan.

"Telpon orang tuamu. Mereka yang tahu, kan?" Jaeseok memberi usul.

"Ah, tidak! Maksudku... kita bisa bertanya ke penduduk di daerah sini. Signalnya jelek, aku tidak bisa menelpon." Seungmin mengedarkan pandangan.

Sedangkan itu, Jibeom berjalan pelan menuju kaca besar yang tertutupi tirai putih dari dalam. Barusan ia melihat seorang anak kecil di balik tirai itu, melambaikan tangan padanya dengan senyum yang teramat manis.

Semakin dekat ia berjalan ke sana, tetapi anak itu segera berlari, membuat Jibeom kehilangan. Ia mendesah panjang, lantas berbalik kembali menuju teman-temannya. Hingga netranya menangkap sebuah benda kecil yang mengkilau di lantai berdebu Villa itu.

"Kunci?" gumamnya, saat ia berjongkok untuk mengambil benda tersebut.

"Jibeom, apa mungkin itu kunci Villa ini?"

Jibeom mengerjap, kaget. Sejak kapan Bomin ada di sisinya?

"Ah, aku tidak tahu," balas Jibeom. "Tapi bisa saja, sih. Kita coba saja, bagaimana?"

"Yah," Bomin tersenyum, "teman-teman, Jibeom menemukan kuncinya!" serunya kemudian, membuat temannya yang lain menoleh penasaran.

Seungmin menerima kunci itu, memasukannya ke dalam lubang kunci, tetapi tak bisa. Daeyeol juga mencobanya, masih tak bisa. Hingga, giliran Jibeom mencoba, dan pintu terbuka seketika.

"Jibeom-ah," Joochan bergumam pelan, menatap Jibeom. "Kamu..."

"Huaaa! Ayo masuk, ayo!" Joochan tak bisa menyelesaikan ucapannya karena Jangjun mendorongnya untuk masuk dengan antusias. Dan ia kehilangan Jibeom yang sudah diseret oleh Bomin dan Youngtaek.

***

Last Holiday▪️Golden Child✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang