Malam semakin larut. Satu persatu penumpang yang bersantai di beranda mulai memasuki kabin masing-masing. Joochan masih duduk dengan earphone terpasang di telinga, menyalakan musik sekeras-kerasnya di ponsel yang ia bawa. Joochan benci mendengar suara-suara aneh di tengah malam. Ia memejamkan mata, hingga seseorang menepuk bahunya. Joochan membuka mata dan sebelah earphone-nya.
"Ayo ke kabin, sudah malam," ternyata Jaehyun yang membangunkan, karena teman-temannya yang lain sudah berjalan memasuki kabin.
Joochan mengangguk, mengikuti langkah Jaehyun dari belakang. Namun, Joochan terhenyak saat ia berpapasan dengan penumpang lain yang juga masuk ke dalam kabin.
"Jaehyun-ah!" refleks Joochan memegangi lengan Jaehyun, hingga temannya itu berhenti melangkah.
"Kenapa?"
"Itu, anu... mereka! Kamu tidak melihat?"
"Siapa?" Jaehyun menatap Joochan bingung. "Ahjussi tadi? Nuna cantik bergaun biru? Atau yang mana dan kenapa?"
"Kamu juga melihat mereka?"
"Tentu, mereka berjalan di depan kita," balas Jaehyun datar, seolah tidak ada keganjilan apapun seperti yang Joochan rasakan.
"Kamu tidak takut?" tanya Joochan lagi.
Jaehyun tertawa. "Kenapa harus takut? Mereka tidak menggigit."
Joochan menghela napas, kemudian berjalan memasuki kabin, meninggalkan Jaehyun. Mungkin, hanya dia yang merasa aneh.
Sedangkan itu, Jaehyun mengernyit, bingung dengan sikap aneh Joochan. Mengangkat bahu acuh, ia tak ingin pusing memikirkan tingkah aneh Joochan, dan berjalan mengekor Joochan menuju kamar tengah.
Golden Child berkumpul di kamar terluas, yakni kamar Bomin, Jibeom dan Jaehyun. Tak ada hal berarti yang mereka lakukan. Hanya mengobrol, bermain game, mendengarkan musik, dan tentunya mendengarkan pertengkaran sengit antara Jaehyun dan Jibeom yang memperebutkan ranjang paling kanan, karena itu ranjang paling yang paling luas.
Seungmin sudah sedikit tenang, berkat Joochan yang meyakinkannya bahwa ia percaya pada Seungmin, dan tidak akan ada hal aneh apapun lagi yang akan terjadi.
"Di toilet ada siapa?" tanya Bomin, menghentikan aktivitasnya bermain game online bersama Jangjun.
"Tidak ada siapa-siapa, mungkin," balas Jangjun, masih tak mengalihkan perhatiannya dari layar ponsel.
"Oh, aku akan ke toilet sebentar," gumam Bomin, lantas beranjak dari tempatnya duduk setelah menyimpan ponselnya di atas kasur.
Bomin membuka pintu toilet, dan syuuuutt... udara dingin tiba-tiba saja menyeruak, membuat bulu kuduknya meremang dingin. Ia masuk ke sana dan mengunci pintu.
Prak... suara benda jatuh di belakangnya terdengar. Bomin menoleh, mencari tahu benda apa yang yang terjatuh. Ia berjalan ke sisi closet, ternyata hanya sebuah kotak sabun.
Tok tok tok... kini suara pintu yang diketuk membuat Bomin menghela napas kesal.
"Sebentar, aku baru saja masuk!" teriaknya, tak ada jawaban. Bomin putuskan untuk segera menyelesaikan niatnya memasuki toilet itu namun, syuurrrr... westafel yang berada tepat di sisi kirinya duduk di closet tiba-tiba menyala. Ia mengernyit, kenapa ini bisa terjadi? Tiba-tiba bulu kuduknya meremang, ia merasa ada hal tidak beres. Buru-buru ia mengakhiri hajatnya, mematikan westafel dan membuka pintu. Tapi, satu pemandangan tak terduga menyambutnya. Tidak ada teman-temannya di sana. Pintu itu tidak menuju kamar yang ditempatinya melainkan kabin yang lain. Kabin yang diisi oleh deretan kursi yang penuh diduduki penumpang.
Glek.. Bomin menelan saliva susah payah. Ia berjalan sangat pelan. Mengedarkan pandangan dengan bingung, ia tidak tahu sedang di mana.
Para penumpang itu tengah asyik dengan aktivitas mereka. Bomin tidak tahu harus berjalan ke mana sampai akhirnya ia menemukan petugas yang berjalan di hadapannya.
"Permisi," gumamnya, menyentuh pundak petugas pria di hadapannya. "Apa aku boleh tahu, sekarang aku sedang berada di ruangan mana, dan di mana letak... Argh!" Bomin sontak berteriak saat petugas itu berbalik.
Dia.. dia bukan manusia!
Wajah petugas itu... dia tidak memiliki bola mata. Semua bagian matanya putih, dan kantung matanya besar berwarna hitam. Bibir petugas itu juga pucat, dengan darah yang bercucuran dari pelipisnya. Petugas itu tak segan-segan menyesap darahnya sendiri ketimbang harus melapnya.
Bomin kelabakan. Ia mundur otomatis dan berteriak, "Tolong!" membuat para penumpang yang mendengar suara gaduhnya menoleh padanya. Dan demi Tuhan, Bomin menyesal telah berteriak. Karena semua penumpang di sana juga memiliki rupa yang sama.
Bomin merasa, jantungnya hampir berhenti berdetak menyaksikan ini dengan nyata. Ia berlari menuju kabin lain dengan napas terengah.
"Tolong!" ia berteriak lagi-lagi saat para hantu di kabin tadi mengejarnya. Mereka menatap Bomin seolah Bomin adalah makanan mereka, dan mereka sangat kelaparan.
Bomin kembali berlari sekuat tenaga. Ia ketakutan, di mana teman-temannya?
"Daeyeol hyung, Jaeseok hyung, Jangjun, Seungmin, kalian di mana?" ia berteriak putus asa.
Jantungnya semakin berpacu dengan cepat, peluh semakin bercucuran, dan lutut Bomin melemas saat para hantu itu sudah tiba di hadapannya, sedang Bomin tak bisa lagi berlari karena pintu kabin terakhir terkunci.
"Tidak, jangan... tolong!" Bomin berteriak tak jelas, dan, "ARGH!" Ia menjerit tepat pada saat seorang anak kecil berambut gimbal dengan mata besar yang berdarah dan mulut yang sobek menarik kakinya, membuat Bomin terjatuh ke lantai.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Holiday▪️Golden Child✓
FanficLiburan musim panas telah tiba. Seungmin mengajak serta teman-temannya: Daeyeol, Sungyoon, Jaeseok, Jangjun, Tag, Jaehyun, Donghyun, Jibeom, Joochan, dan Bomin untuk berlibur ke sebuah pulau kecil di mana keluarganya memiliki sebuah villa di sana. J...