Tiga Belas

257 29 9
                                    

Sesuatu yang tak terlihat, bukan berarti tak ada. Ia hanya bersembunyi di balik mata telanjang kita. Sesuatu yang pergi, bukan berarti hilang, mungkin saja mereka berkeliaran namun tak dapat inderamu rasakan.

Ada beberapa hal yang tak seharusnya diucapkan. Ada beberapa hal yang mustahil namun bisa menjadi kenyataan. Ada pula sesuatu yang tak bisa dipercaya, tetapi sesuatu lainnya mengharuskan kita percaya.

Kita hidup di dunia yang penuh keabu-abuan. Hidup di dunia yang mengharuskan kita memilih: hitam atau putih, siang atau malam, tidur atau terjaga, percaya atau tak percaya, kemudian... hidup atau mati. Hidup atau mati, bukan hidup atau mati yang orang pikirkan secara gamblang. Hidup atau mati di sini adalah, bertahan atau menyerah pada kematian yang menjemputmu dengan bringas. Kematian yang bahkan tak diinginkan oleh semua orang. Kematian yang membuat jasadmu pergi dari raga, tetapi tak pergi dari dunia. Menjadikanmu tak kasat mata, yang mencoba menyentuh namun tak bisa.

"Sungyoon, hyuung!" teriakkan Jangjun menggema.

Semuanya berlari menghampiri kaca jendela yang pecah, sedangkan seseorang menggantung di bawahnya.

"Hyung, bertahan!" Joochan meraih pergelangan tangan Sungyoon, berusaha menariknya sekuat tenaga.

"Joochanie, aku tidak ingin mati di sini!" Sungyoon melirih, seraya sekuat tenaga berusaha untuk naik ke atas.

Energi yang tadi menariknya hingga menghantam kaca jendela dan terjatuh, membuatnya merasa ngeri. Sungyoon kira, ia telah meninggal. Pikirannya kosong.

"Aku akan menarikmu. Bertahanlah!" Jaeseok ikut berdiri di sisi Joochan, meraih tangan Sungyoon dan menariknya.

Namun, prang!

Pigura-pigura di dinding kamar itu berjatuhan satu persatu seolah gempa bumi besar terjadi. Namun tak ada goncangan apa pun. Satu-satunya ranjang dan nakas di sana juga ikut berguling terbalik dan menghantam Donghyun yang membuat semuanya panik. Pintu kamar mandi yang sudah berkarat terbuka dan tertutup dengan suara debuman yang nyaring. Seandainya ini adalah film layar lebar yang tengah ditonton di bioskop, sudah pasti backsound music menyeramkan akan menyertai adegan ini.

"Ayo lari!" teriak Bomin. "Kita harus segera pergi!"

"Kamu tidak apa-apa?" Jibeom dan Daeyeol menghampiri Donghyun dan berusaha mengangkat ranjang yang menindih sebelah kaki Donghyun. Tapi ranjang itu sungguh berat sehingga mereka meminta yang lainnya untuk ikut membantu.

Sementara itu, pigura masih terus jatuh berserakan dengan suara pecahan kaca yang ngeri. Angin kencang yang entah berasal dari mana, menerpa keras-keras ke sebelas anak itu.

"Hyung..." Donghyun menatap Daeyeol yang berusaha menopang tubuhnya dengan tatapan yang pertama kali Daeyeol lihat seumur ia mengenal bocah bermata sipit itu. Tatapan antara takut, risau, dan putus asa. "Cepat lari!" gumam Donghyun parau, seraya mata kecilnya menatap temannya yang lain berusaha berjalan meninggalkan kamar meski angin berusaha menghadang langkah mereka –kecuali Jaeseok dan Joochan yang masih berusaha mengangkat Sungyoon.

"Apa maksudmu?" tanya Daeyeol, seraya berusaha mengangkat tubuh Donghyun susah payah karena angin menerpanya kuat-kuat.

"Pergilah, hyung... selamatkan dirimu sendiri." Donghyun meringis lagi ketika merasai kakinya benar-benar sakit.

"Tidak. Bagaimana bisa aku pergi meninggalkanmu yang sedang kesusahan?"

"Hyung..." hampir saja Donghyun menangis. Ia benar-benar tak kuasa menahan rasa sakit dan perih di kakinya. Belum lagi angin yang menerpanya dan Daeyeol yang begitu peduli.

"Ayo, hyung! Kamu pasti bisa! Sugestikan dalam dirimu kamu bisa. Kamu akan hidup. Pulang dan bertemu keluargamu di rumah. Ini bukan liburan terakhir kita. Kita akan pulang dengan selamat. Berjuang, hyung!"

Donghyun menatap ke arah jendela, di mana Joochan berteriak seraya menarik Sungyoon di bawah. Tak peduli bahkan saat dirinya dan Jaeseok terterpa angin kencang. Diam-diam, semangat dalam diri Donghyun kembali tersulut. Joochan benar, ia harus mensugestikan itu di dalam kepalanya. Ia akan pulang. Ia akan selamat dan kembali pada keluarganya.

Pada akhirnya, Donghyun berhasil terbebas dari ranjang berat yang menindih kakinya. Meski menyakitkan, Donghyun tetap berdiri, berpegangan pada Daeyeol yang menyangga. Keduanya berjalan menghampiri Jaeseok dan Joochan yang berusaha menarik Sungyoon.

"Hyung... kamu harus kuat! Terus berjuang!" Joochan melirih. Air matanya bahkan telah menggenang. Ini sulit. Tapi Joochan tak ingin kehilangan satu pun dari temannya. Tidak.

"Sungyoon-ah, kumohon..." Jaeseok juga sama paniknya. Ia tak ingin kehilangan teman terbaiknya. Ia tak ingin kehilangan teman yang sudah menemaninya dari kecil. Sungyoon adalah temannya, keluarganya, adiknya, juga hidupnya.

"Seseorang menarik kaki Sungyoon hyung," ucap Joochan sedih, namun tetap menarik lengan Sungyoon. Ia akan berusaha. Seberapa pun susahnya itu, akan tetap berusaha menyelamatkan Sungyoon. Sungyoon berhak hidup. Sangat berhak.

"Apa... apa maksudmu?" Daeyeol tanya.

"Tidak apa. Ayo tarik lebih kuat. Bagaimana pun situasinya, jangan pernah melihat ke bawah sana." Joochan tersenyum kecil, meski matanya basah. "Lepaskan Sungyoon hyung. Dia bukan bagian dari kalian!" ucap Joochan keras-keras. Menatap ke bawah jendela.

"Hyung, kita bersamamu. Jangan takut!" Donghyun ikut berteriak, memberi semangat untuk Sungyoon agar lebih keras berusaha.

"Aku tidak kuat lagi. Tanganku sudah kebas," gumam Sungyoon. Tatapannya nanar, dan matanya basah tergenang air mata.

Sungyoon benci menangis. Sungyoon bukan orang yang mudah menangis. Tapi membayangkan kematian di hadapannya, membuat semuanya lenyap. Sungyoon hanya ingin selamat. Sungyoon hanya ingin pulang, bertemu kembali dengan eomma juga appanya. Sungyoon belum mengucapkan kata maaf karena ia sempat dilarang pergi namun tetap memaksa. Tapi, akankah semua itu terwujud? Saat ini, lengan yang membuatnya bertahan mulai mati rasa. Kaki yang sejak tadi ditarik kuat mulai tak kuat untuk bertahan. Sungyoon putus asa, tetapi tak ingin hidupnya berakhir dengan cara seperti ini. Tidak.

"Sungyoon-ah, jangan katakan itu. Kamu harus bertahan. Apa yang akan aku katakan pada Eomma dan appamu jika kamu tidak pulang?" Sungyoon menatap Jaeseok yang melirih sendu.

"Tapi..."

"Diamlah. Bagaimana pun caranya, kamu akan selamat."

***




I MISS YOU PARKJUMMA😭😭😭

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

I MISS YOU PARKJUMMA😭😭😭

Last Holiday▪️Golden Child✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang