Kegelapan semakin nyata menyelimuti sekeliling pulau. Suara ombak yang seharusnya membuat damai, justru terasa sebaliknya, membuat suasana semakin mencekam. Nyiur bergerak-gerak, suara hewan malam atau mungkin suara-suara yang tak memiliki sumber, terdengar semakin riuh.
Kesebelas anak berjalan saling menggenggam, berharap bisa keluar dari pulau mengerikan yang mengurung mereka. Beberapa terus memejamkan mata sambil komat-kamit, terlalu takut untuk melihat sesuatu yang tak seharusnya dilihat. Sementara beberapa lagi tetap membuka mata, memberanikan diri memonitor sekeliling. Berusaha melawan kelemahan di dalam diri mereka sendiri yang kini menggerogoti nyali: ketakutan.
"Teruslah saling menggenggam, apa pun yang terjadi, jangan berpisah!" teriak Daeyeol, yang memimpin langkah di depan. Salah satu orang yang terus membuka mata memantau keadaan. Dia sadar, setakut apa pun dirinya, dia tak memiliki hak untuk menyerah pada keadaan. Sepuluh temannya yang lain pasti mengandalkan dirinya. Dan itu tanggung jawab besar yang harus diembannya sebagai si tertua.
Semua mengangguk, semakin mengeratkan genggaman saat semilir angin yang tak enak melewati mereka.
"Hyung, udara semakin dingin. Apa kita akan tetap bertahan?" tanya Bomin lirih, memegang tangan Daeyeol dan Sungyoon yang berada di depan dan belakangnya--erat-erat.
"Kita akan bertahan. Kita akan selamat apa pun yang terjadi!" tegas Sungyoon putus asa.
"Tapi, bukankah mereka menginginkan salah satu dari kita?" tanya Donghyun polos, yang tentu langsung mendapat delikan tajam dari Sungyoon. "Aku hanya ingin pulang..."
"Tenanglah, kita masih aman. Kita masih bersebelas, kan?" Daeyeol ikut bicara di depan. "Kita berhitung. Satu..."
"Dua..."
"Tiga..."
Yang lain terus melanjutkan hingga bagian terbelakang.
"Dua belas!"
Sesaat, mereka semua bernapas lega. Tapi detik berikutnya, ketika mereka sadar ada hal yang ganjal, semuanya saling melempar pandang pada rekan yang tangannya mereka genggam.
Joochan yang berada di barisan paling belakang mengacungkan tangan. "Aku. Joochan yang terakhir menyebutkan bilangan."
"Kalau hitungan dua belas adalah Joochan, maka--"
Semuanya panik seketika, saling menatap satu sama lain. Tapi tidak ada siapa pun yang nampak mencurigakan di sana. Tidak ada orang lain yang menyusup juga di antara mereka.
"Ah, pasti ada yang salah hitung!" Jaehyun terkekeh sumbang. Antara ngeri dan juga ingin menangis karena suasana semakin gila. Membuat jantungnya terhimpit sesak, ingin segera mengakhiri petualangan menyeramkan ini.
"Kau pasti meloncati bilangan yang seharusnya, kan?" Seungmin menunjuk Jangjun curiga. Kedua bola matanya membesar, menatap tajam pada Jangjun.
"Hya! Aku tidak mungkin main-main di saat seperti ini!" balas Jangjun kesal karena dituduh.
"Mungkin kau, Jibeom-a!" Kali ini Jaehyun yang menunjuk Jibeom sangsi.
"Aku tidak melakukannya!" sergah Jibeom sesuai dugaan.
Semuanya nampak kalut. Bomin sudah tremor menggenggam tangan kedua hyung-nya. Yang lain pun demikian, meski tak begitu nampak.
"Kita berhitung lagi. Pasti tadi cuma salah hitung." Daeyeol berusaha mencairkan suasana, meski tenggorokannya bergetar oleh karena adrenalinnya yang semakin terhimpit.
Semuanya kembali memulai hitungan. Kali ini, mereka membalik hitungan dari arah Joochan ke depan. Kali ini semuanya bergeming. Sebab, bilangan terakhir yang Daeyeol ucapkan adalah...
"Sembilan," bisik Daeyeol yang tertegun kaget sekaligus bingung.
Mereka saling melempar pandang lagi. Lalu panik mencari apakah benar ada yang hilang di antara mereka bersebelas. Semuanya lalu geming.
"Jibeom, Jaeseok... KE MANA MEREKA?" pekik Sungyoon panik.
"Ji-Jibeom... bagaimana bisa?" Jaehyun menoleh kanan-kiri, mencari keberadaan kawannya itu. "Barusan dia di sisiku. Benar, dia di sini. BAGAIMANA BISA?" jerit Jaehyun kalut dan takut.
Untuk sesaat tadi, Jaehyun adalah orang yang paling tenang. Tapi kali ini, dia tak kalah tremor dari Bomin. Kedua tangannya bergetar hebat, pun dengan sepasang mata yang sudah berkaca-kaca. Jaehyun benar-benar takut. Bukan takut akan makhluk-makhluk itu, tapi lebih takut dia akan kehilangan teman-temannya dalam liburan mengerikan ini. Jaehyun sangat takut.
"Yak! Jaeseok juga tadi di sini. Bagaimana bisa?"
Semua orang semakin panik kala itu. Mencari-cari di sekitar sana, berharap menemukan dua orang itu dalam keadaan hidup dan akan kembali ke sisi mereka lagi. Sedangkan Joochan, dia bergeming sendiri. Lemas dan kosong.
"Hyung, bukankah kita harus pergi secepatnya dari sini? Kita harus melarikan diri. Bagaimana kalau mereka mengambil kita lagi? Menyantap kita satu per satu sebagai makan malam? BAGAIMANA?"
"YAK! BOMIN-A, JANGAN BICARA SEMBARANGAN!" teriak Donghyun kesal pada si termuda.
"Tapi, hyung--"
"Sudah! Kita semua akan selamat. Kita datang bersebelas dan akan pulang juga dengan jumlah sama dengan kondisi hidup." Daeyeol berusaha menenangkan situasi yang mulai kacau.
Donghyun yang sudah bersitegang menghembuskan napasnya pelan. "Aku hanya tidak ingin kita semua berakhir sia-sia. Aku ingin kita pulang. Tapi kita juga tidak bisa meninggalkan rekan kita yang hilang."
"Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang?" Jaehyun sudah terduduk lemas di sisi Jangjun--yang tidak biasanya begitu diam saat ini. "Joochan, apa kau tidak memiliki pemikiran apa pun?" tanyanya, berusaha nampak tenang meski begitu sulit.
Joochan menggeleng pelan. "Mungkin, kita hanya harus bertahan," balasnya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Holiday▪️Golden Child✓
FanficLiburan musim panas telah tiba. Seungmin mengajak serta teman-temannya: Daeyeol, Sungyoon, Jaeseok, Jangjun, Tag, Jaehyun, Donghyun, Jibeom, Joochan, dan Bomin untuk berlibur ke sebuah pulau kecil di mana keluarganya memiliki sebuah villa di sana. J...