Jibeom duduk dengan kesal di ranjang tengah. Lagi-lagi ia harus kalah, ralat, harus mengalah pada Jaehyun yang akhirnya menempati ranjang terluas di kamar itu.
Jibeom menyandarkan punggung ke sandaran ranjang, mengambil ponsel di atas nakas lalu menatap Jaehyun sengit. Ia semakin kesal saja saat Jaehyun menatapnya dengan senyum picik penuh kemenangan. Menggerutu sesaat, Jibeom membuka layar ponsel dan mendapati beberapa pesan masuk yang membuatnya bergeming lama. Baru saja ia hendak membalas pesan masuk itu, suara teriakkan yang berasal dari toilet membuat ia dan teman-temannya tersentak.
"Heol, bukankah itu suara Bomin?" ujar Youngtaek. Yang lain mengangguk, kemudian berbondong-bondong mendatangi toilet.
"Bomin-ah, kamu tidak apa-apa?" Daeyeol berteriak di depan pintu toilet.
Tak ada jawaban.
"Bomin-ah! Buka pintunya, jangan buat kami khawatir!" Joochan ikut menggedor pintu toilet dan lagi-lagi tidak ada sahutan apa pun.
"Apa kita dobrak saja?" Sungyoon memberi usul, "aku takut terjadi apa-apa padanya."
Semuanya mengangguk setuju. Lantas Daeyeol dan Sungyoon mundur beberapa langkah dan mendobrak pintu itu. Satu dobrakan, pintu belum terbuka. Dua dobrakan, belum cukup juga. Tiga dobrakan, hingga akhirnya pintu terbuka.
"Bomin-ah!" serempak semuanya berteriak saat melihat tubuh Bomin tergeletak di bawah westafel.
Jangjun, Daeyeol dan Jibeom dengan sigap segera membawa tubuh lemas itu keluar dari toilet, membaringkannya di atas ranjang.
"Ada apa dengannya?" Seungmin bertanya cemas. Pikiran buruknya mulai membuat pemuda bertubuh mungil itu khawatir kembali.
"Dia tidak memiliki riwayat penyakit apa pun, kan?" Donghyun menghampiri teman-temannya dengan minyak angin yang barusan ia ambil dari kamarnya.
"Tidak. Bahkan ini pertama kalinya Bomin pingsan. Apa yang terjadi padanya?" timpal Jaehyun.
"Apa kita hubungi orang tuanya saja?" Jaeseok sudah menyiapkan ponsel, namun Joochan menahannya segera.
"Jangan, hyung. Mereka bisa khawatir. Lebih baik kita biarkan saja dulu. Setelah Bominie sadar, kita tanya apa yang sebenarnya terjadi." Joochan memberi penjelasan yang diangguki oleh semuanya.
Malam berakhir dengan mereka yang risau menunggu Bomin siuman. Mereka benar-benar khawatir. Bagaimana pun, Bomin adalah member termuda di antara mereka. Dan ini sudah lebih dari empat jam Bomin pingsan.
"Hyung, apa tidak sebaiknya kita lapor pada petugas? Barangkali mereka bisa membantu Bomin agar cepat siuman," Jibeom tiba-tiba bersuara saat Daeyeol tengah mengolesi minyak angin di sekitaran leher Bomin dan Donghyun mengolesi minyak angin di kakinya.
"Menurutku itu ide bagus, hyung," balas Donghyun, menatap Daeyeol, meminta persetujuannya.
"Ya, kurasa juga be..."
"Hyung..."
"Bomin!" serempak Jibeom, Daeyeol dan Donghyun memekik, membuat yang lainnya yang sejak tadi sudah terkantuk-kantuk langsung terbangun ketika mendengar suara mereka.
"Kamu siuman?" Daeyeol mendudukkan Bomin hati-hati.
Bomin mengernyit sejenak, merasa kepalanya begitu pening. Tapi, begitu kejadian mengerikan yang ia alami tadi melintas di kepalanya, Bomin memekik keras dan dengan segera memeluk Daeyeol erat-erat.
"Hyung, hyung!" Bomin hampir menangis, jantungnya berpacu begitu cepat, disertai dengan peluh yang bercucuran di keningnya. "Aku takut, hyung!"
Yang lain mengernyit heran dan saling bertanya-tanya, apa gerangan yang terjadi kepada Bomin sampai dia histeris? Ini pertama kali mereka menyaksikan Bomin setakut ini.
"Ada apa sebenarnya denganmu, Bomin-ah?"
Bomin tidak menjawab pertanyaan Daeyeol, justru malah semakin mengeratkan pelukannya. Memejamkan mata erat-erat dan menenggelamkan wajah di dada hyung tertua.
"Biarkan dia tenang dulu." Joochan datang dengan sebotol air mineral yang disodorkan pada Daeyeol.
"Yah, tenanglah, Bomin-ah. Kami ada bersamamu. Sekarang minumlah dulu."
Perlahan Bomin mengendurkan pelukannya, menatap sejenak pada teman-temannya dengan skeptis. Setelah beberapa lama, barulah dia mengembuskan napas lega dan meraih air mineral yang telah dibuka Daeyeol, kemudian menenggaknya sedikit.
"Hyung, aku... penumpang di kapal ini bukan manusia, hyung!" ujar Bomin setelah dirasanya agak tenang.
"Bukan manusia?" Jangjun berpikir.
"Aku mengalami hal yang sangat aneh dan menakutkan di kapal ini," lagi, Bomin melanjutkan, "sewaktu aku di toilet, seseorang mengetuk pintu. Tapi, tapi... tidak ada balasan saat aku menjawab."
"Persis seperti yang kualami!" Seungmin segera mengamini.
"Dan ini lebih parah! Ketika kubuka pintu toilet, ternyata... aku, aku ada di kabin lain yang isinya adalah deretan kursi yang diisi penuh oleh penumpang. Tapi... mereka bukan manusia!"
"Bukan manusia?" Jibeom mengernyit.
"Apa mereka anjing?" Jangjun tanya, dan Sungyoon menggeplak kepalanya, sehingga Jangjun menggerutu.
"Tidak, mereka hantu. Wajah mereka sangat menyeramkan! Mereka mengejarku seperti anjing kelaparan. Dan yang terakhir aku ingat, seorang anak kecil dengan bola mata besar yang berdarah menarik kakiku."
Hening, semuanya saling menatap satu sama lain, kemudian kembali menatap Bomin.
"Mungkin itu hanya halusinasimu, Bomin-ah," gumam Donghyun.
"Tidak, aku yakin tidak berhalusinasi. Tadi benar-benar nyata!" kekeuh Bomin. Ia bahkan berteriak saat mengatakannya.
"Sudahlah, tenang. Kami ada di sini, Bomin-ah. Lebih baik kita istirahat sekarang. Ini sudah larut malam. Biar kita bicarakan ini nanti." Joochan menengahi.
Yang lain mengangguk, dan berlalu ke kamar masing-masing setelah berpamitan pada Bomin. Kecuali Daeyeol yang masih setia di samping Bomin.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Holiday▪️Golden Child✓
FanfictionLiburan musim panas telah tiba. Seungmin mengajak serta teman-temannya: Daeyeol, Sungyoon, Jaeseok, Jangjun, Tag, Jaehyun, Donghyun, Jibeom, Joochan, dan Bomin untuk berlibur ke sebuah pulau kecil di mana keluarganya memiliki sebuah villa di sana. J...