???

53 11 0
                                    

·– ·––· ·– ··––··

–·– · –· ·– ·––· ·–   ·– –·– ··–   –– · –· ··– ·–·· ·· ···   ·· –· ·· ––··––   –·– ·– ··–   –··· ·· ·–·· ·– –· ––· ··––··

[ Memulai translasi ]

Baik, bagaimana sekarang?

Aku punya tawaran. Aku beri tahu apa niatku menulis cerita ini dengan bayaran kau tidak membantu siapapun yang kutulis di cerita ini.

Kita punya kesepakatan.

Jika kau kasihan pada orang-orang yang melalui kejadian yang telah kutulis sebelum-belumnya, ada baiknya kau pergi.

Kenapa?

Hidup itu keras, dan aku akan membuatnya lebih keras.

.
.
.
.
.
.

Sudah sepakat?

.
.
.
.
.

Baik.

Kuasumsikan kau tidak akan menolong siapapun yang kutulis, baik sebelum maupun sesudah kau membaca pernyataan di bawah ini.

Semua manusia pasti pernah mengalami masa kelam, setidaknya sekali seumur hidupnya. Baik di awal, maupun di akhir.

Namun, bagaimana jika seseorang mengalami penderitaan tiap saat?

Tiap ia terbangun dari tidurnya pada pagi hari, tiap ia berjalan menapak bumi, tiap ia merasa berbangga hati, tiap ia tidak berhati-hati, tiap ia menyelami mimpi-mimpi.

Apakah menyenangkan rasanya seperti itu?

Beri tahu aku, apa itu rasa sakit?

Luka fisik yang membuatmu berdarah? Tatapan sinis yang membuatmu lemah?

Lidah berbisa yang membuatmu kaku? Serpihan memori yang terlah berlalu?

... Ada banyak rupanya, bukan?

Tiap kau mengenal sosok yang telah melalui beragam hal, pernahkan kau menangis memikirkannya?

Ia yang sejak kecil ditinggalkan oleh orang-orang yang seharusnya mengasihinya.

Ia yang memiliki anugerah kecil sejak lahir, dianggap berbeda oleh orang lain.

Ia yang terjebak dalam masa lalunya.

Ia yang pernah melakukan kesalahan besar dan hidup menanggung dosa-dosa.

Aku....

...

...

...

Aku benci orang-orang seperti itu.

Orang yang seharusnya sudah tergolek tak berdaya di atas tanah, masih berdiri dengan lutut yang bergetar.

Orang yang seharusnya menangis tiap malam, tersenyum begitu lebar di pagi hari.

Orang-orang yang kuat.

Orang-orang yang bertahan hidup.

Dengan kesengsaraannya.

Dengan kesedihannya.

Mereka tidak pantas hidup.

Mereka terlalu kuat.

Mereka menakutiku.

Mereka...

... harus kuhapuskan.

Tidak akan ada lagi akhir bahagia.

Tidak akan ada lagi akhir menyenangkan.

Hanya kesedihan logika dan fakta kehidupan.

Tidak ada lagi fantasi khayalan.

Fiksi belaka.

Ini kehidupan.

Dan aku membawakannya dengan tangan dingin padamu, agar kau tahu seperti apa kehidupan sebenarnya.

[ Sambungan diputuskan ]

[ Mengapa kamu menulis? ]
NPC'S 30 Days Writing Challenge
Twenty Sixth Day

note:
    Ini belum berakhir.

Not a Silver Lining: NPC's 30 Days Writing ChallangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang