SATU

22.6K 591 376
                                    

The Living Room, New York, masa lalu.

"I never thought Alfian would hurt you as bad as this, darling," Stella menggeleng-gelengkan kepalanya melihat pelayan mengantarkan gelas red wine ke sepuluh di hadapan Talyda. Selama ini ia mengenal Talyda sebagai orang yang paling tegar dan tidak pernah melakukan kegilaan seperti ini. Biasanya pulang sekolah Talyda langsung ke Starbucks dan mengerjakan tugas di sana mengingat sebentar lagi mereka lulus dan akan mengikuti SAT. "You broke up with him because you refused to have sex with him? That's insane!"

Air mata Talyda yang menumpuk di pelupuk matanya keluar lagi. Entah berapa lama ia menangisi hubungannya yang berakhir dengan Alfian. Alfian brengsek. Di antara teman-teman sekelasnya, hanya Alfian yang selama ini Talyda kenal sebagai anak laki-laki yang baik karena dia sebangsa dengannya. Dan jarang orang Indonesia yang berkebudayaan timur ingin melanggar norma semacam itu.

Alfian memintanya untuk mengakhiri hubugan ini. "Bukan hubungan ini yang aku mau, Talyda. Aku laki-laki dan aku bosan menonton film biru tanpa melakukan langsung dengan perempuan! Kalau kamu sayang padaku, harusnya kamu membantuku." Dan begitulah akhirnya. Talyda menampar Alfian di depan gerbang sekolah, dan masuk ke mobil bersama Stella. Meminta driver untuk mengantarkannya ke The Living Room, sebuah lounge dengan minuman terbaik dan live music persembahan dari band maupun penyanyi indie.

Lagu Superstar/Until You Come Back To Me(That's What I'm Gonna Do)-nya Luther Vandross mengalun. Untuk orang yang tidak patah hati mungkin takkan mendengarkan liriknya. Namun dalam kondisi hati yang patah seperti ini, Talyda tak kuasa untuk mendengarkan liriknya.

I wanna tell you, baby

The changes I've been goin' through

Missin' you, missin' you, oh...oh...

Till you come back to me

I don't know what I'm gonna do

N-n-n-no, n-n-no

"Itu Rubinia Adiwangsa," Stella memberitahu tanpa ditanya. Mereka berdua sudah mengenal sosialita cantik dari Indonesia itu. Sudah cantik, lulusan kum laude dari NYU, menerima lelaki yang jauh miskin darinya. Mengenai pacar yang lebih miskin, sebenarnya Talyda tidak tahu-tahu amat soal itu. Yang ia tahu Kak Ruby yang sempurna itu punya pacar yang tinggal di Brooklyn sementara Kak Ruby menetap di Manhattan. "Sudah cantik, pintar, bisa nyanyi, lagi!"

"Stell, jangan terdengar kamu tidak punya kelebihan begitu," Talyda mengingatkan.

"Geez, kamu sudah terancam masuk Harvard. Begitu lulus high school aku langsung pulang ke Jakarta, buka butik."

"Memangnya Oom setuju kamu tidak melanjutkan sekolah fashion ke Milan?"

"Papa nggak punya pilihan. Aku nggak suka sekolah." Stella mengangkat bahu. "Tapi aku yakin tanpa sekolah pun aku bisa punya butik sendiri! Banyak kan desainer terkenal yang bukan sarjana atau kuliah?"

Talyda mengangguk. Untuk saat ini ia enggan berdebat walau biasanya ia akan menjewer Stella yang menggampangkan orangtuanya. Tidak heran. Stella anak tunggal, bapaknya pengusaha kaya raya dan tidak menuntut banyak dari Stella. Sementara Talyda setiap hari ditelepon ayahnya yang pengacara kondang itu. Papa tidak pernah menanyakan kabarnya, hanya memastikan apakah nilainya bagus apa tidak. Memang Papa tidak punya harapan lagi pada kakak Talyda, Erros, sejak Erros ketahuan korupsi di tempatnya bekerja untuk membeli putaw. Untung saja Papa dengan kekuasaannya bisa menolong Erros dan mengajukan satu syarat pada Erros; tidak boleh datang pada keluarga kalau belum sembuh dari ketergantungannya terhadap narkoba.

Dicambuk Amarah dan Cinta (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang