Talyda jarang sekali memanggil fashion stylist-nya ke rumah hanya untuk menata rambutnya dan memilihkan baju untuknya. Selama ini ia tidak terlalu memedulikan penampilannya kecuali untuk menghadiri acara-acara penting. Dan untuk menghadiri makan malam di rumah Adam, ia tidak ingin tampil biasa-biasa saja. Kalau Adam tidak mengingatnya karena dulu saat remaja ia tidak menarik, sekarang ia akan membuat pria itu kagum pada kecantikannya.
Hanya untuk egonya saja.
Pria itu sudah mengirimkan alamat pria itu. Sebenarnya tidak perlu. Karena sejak Alfian dipenjara, Talyda sudah mencari tahu semua data tentang pria itu. Entah untuk apa karena pada akhirnya ia mengalah pada ayahnya. Ayahnya... Ayah yang tidak tahu apa-apa tentang dirinya. Yang tidak tahu siapa ayah dari Dama, yang juga tidak tahu siapa yang menolongnya saat ia hamil tanpa suami, selalu beranggapan Alfian itu brengsek dan melakukan apa saja untuk menghancurkan Alfian.
Tapi Papa tidak bisa melakukan itu lagi. Tidak setelah Talyda menaklukkan Adam untuk berhenti menyiksa Alfian.
Selama rambutnya di-blow di ruang tamu, Talyda melirik pakaian-pakaian yang sudah disiapkan di atas kursi. Semuanya ia pesan dari butik langganannya sampai Alana Hartanto Jusuf, desainer yang biasa membuatkannya pakaian, bingung sekaligus heran ketika ia memesan gaun yang kira-kira cukup untuk tubuhnya. Karena biasanya ia selalu meminta Alana untuk membuat setelan kerja saja.
Sudah saatnya aku move on dan melakukan apa yang harus kulakukan dari dulu, pikir Talyda. Dulu aku bisa biasa saja karena Adam Hardana tidak akan menyakiti Alfian. Sekarang, setelah Alfian bebas, ia takkan membiarkan pria itu menyakiti Alfian lagi. Barangkali jika aku sudah menolong Alfian, aku dan Alfian bisa impas. Ia menderita di masa lalu, dan aku takkan membiarkannya menderita lagi karena ketidaktahuan Adam mengenai yang 'sebenarnya'.
Talyda tengah melamun ketika ia mendengar bantingan buku di hadapannya. "Apa-apaan, Dama? Kok tidak sopan sekali? Kamu hampir membuat Mama jantungan, tahu!" Putrinya, Dama, duduk di sofa seberang. Terang Talyda langsung melotot dan menegur,
"Sori, Ma. Habis aku kesal Papa akan menikah lagi," jawab Dama jengkel. "Papa tidak mau menemui Dama sejak Dama kecil. Dan tadi, Papa menemui Dama di sekolah."
"Papa menemui Dama?" Nah ini baru berita baru! Sejak kapan Alfian berani menemuinya dan Dama?
"Papa ragu-ragu mengenali Dama dan langsung saja kupeluk. Kita pelukan untuk waktu yang lama." Dama terdiam. "Kenapa Papa jahat ya, Ma? Memangnya Papa nggak tahu kalau Dama berdoa ingin tinggal bersama Papa lagi?"
Talyda teringat pada perbincangannya dengan Alfian siang ini.
. "Talyda.... Ada apa?"
"Aku ingin sekali membalas cintamu, Alfian. Tapi aku tidak bisa. Kalau kamu kembali padaku, masalah akan semakin besar. Stella akan marah sekali pada kita. Ayahnya akan menutup jalanmu untuk meraih mimpi!"
"Aku tidak peduli padanya!" potong Alfian.
"Lalu bagaimana dengan ayahku? Dia tidak akan merestui hubungan kita, Al. Begitu pun keluargamu. Mereka pasti masih menganggapku racun untukmu."
"Talyda. Kamu serius ingin aku menikah dengan Stella? Kamu tahu, ia memaksaku menandatangani kontrak yang tidak kuinginkan? Aku harus menikahi dia atau aku membayar denda yang tak bisa kusebut!" Terdengar Alfian menarik napas. "Talyda. Sayang. Aku tidak ingin kehilanganmu dan Dama."
"Tapi kamu memutuskan untuk meninggalkan kami, Alfian. Kamu menolak kami. Tidak peduli berapa kali aku dan Dama ke penjara, kamu selalu meminta kami pergi!"
"Talyda....." hening sejenak. "Aku harus bagaimana? Menikahi Stella? Semua jalan sudah buntu untuk kita berdua."
Talyda memejamkan matanya. "Ya," jawabnya meredam sakit hati. "Ya, Al. Aku ingin kamu menikahi dia."
Takkan ia biarkan apa yang menimpanya dan Alfian hari ini. Takdir yang membuat mereka tidak bersama biarkan menjadi kisah mereka bedua. Talyda meminta stylist-nya pulang setelah membayarnya, dan meminta Dama untuk duduk di pangkuannya. "Karena terkadang, Sayang, apa yang kita inginkan tidak selalu yang kita butuhkan. Papa sedang mencari jalan untuk membahagiakan dirinya setelah mendekam di tempat tahanan. Mungkin bukan kita yang membuat Papa bahagia. Tapi Dama rela kan Papa bahagia bersama orang lain? Lagipula, selama ini Dama tidak pernah mendapatkan apa-apa dari Papa, bukan?"
"Papa tidak bahagia bersama kita? Kita salah apa sampai Papa tidak ingin bersama kita, Ma? Apa dulu Dama menyusahkan Mama?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dicambuk Amarah dan Cinta (Completed)
Roman d'amourPria asing menidurinya saat usianya tujuh belas tahun. Untuk menghindari malu ia menikah dengan laki-laki yang tidak dicintainya, bahkan pernikahan itu sendiri berujung pada perceraian. Namun Talyda tetap tegar dengan kehidupannya, sampai akhirnya i...