Seharusnya dari awal ia tolak saja undangan makan malam ini. Soal Alfian, pasti ada cara lain yang dapat mencegah Adam untuk menyakiti Alfian. Karena jika Adam menyadari Talyda menyembunyikan anaknya, ia bisa terjerat selamanya pada lelaki itu. Ya, lelaki itu bukan tipe yang mudah melepaskan sesuatu yang ia kira miliknya.
"Kalau begitu Nenek Anna ambilkan susu untuk Dama dulu, ya," kata ibu Adam, bangkit dari tempat duduknya.
"Tidak usah, Bu Anna." Talyda menoleh pada putrinya dan berbisik, "Jangan merepotkan begitu, Sayang."
"Tidak apa-apa, Mbak Talyda. Tidak perlu sungkan begitu."
Makan malam itu berjalan dengan baik. Keluarga Adam tidak banyak terfokus lagi pada Dama, mereka mulai menanya Talyda mengenai pekerjaannya, kegiatannya sebagai single parent, dan bagaimana ia bisa membagi waktunya antara pekerjaan dan keluarganya. Seharusnya, hal seperti ini, terjadi pada saat ia mengandung Dama. Makan malam bersama ibu pria itu, bicara mengenai dirinya dan Dama.... Talyda menghela napas panjang.
Usai makan, Dama meminta pulang dengan alasan ingin belajar. Bukannya diizinkan pulang, Nenek Anna justru mengajak Dama ke lantai atas, ke kamar masa remaja Adam di mana masih banyak buku pelajaran di sana. Nenek Anna juga bersedia mengajarkan Dama. "Boleh ya, Mbak Talyda? Saya ini sudah jarang sekali ketemu cucu-cucu saya," kilahnya.
"Tentu saja, Bu. Dama, jangan nakal, ya," begitu pesannya pada Dama. Kini di ruang makan hanya ada dirinya dan Adam. Duh, akhirnya, ia berduaan saja dengan pria itu. Ia tidak bisa menahan kegugupannya ketika di bawah cahaya lampu yang terang, ia bisa melihat betapa tampannya Adam malam ini.
Bodoh, seharusnya aku tidak mengagumi kematangan serta kegantengannya, Talyda mengingatkan. Pria ini mencerminkan definisi brengsek yang sesungguhnya. Dulu, dirinya berpikir lelaki brengsek adalah lelaki yang tidak mengerti perasaan wanita, kini ia menganggap lelaki yang tidak bisa bertanggung jawab adalah pria brengsek.
"Berapa usia Dama?" tanya Adam dengan nada santai namun tatapan mencekam bersorot di matanya. Ditenggaknya wine dengan tenang.
"Tiga belas tahun," sahut Talyda sama tenangnya. "Ada masalah?"
"Kamu tidak terlalu muda untuk memiliki anak tiga belas tahun?"
"Tidak masalah buat saya kapan saya ditakdirkan menjadi seorang ibu." Talyda tertawa tanpa merasa risih. "Yang penting, saya bisa membahagiakan putri saya."
"Berapa usia Talyda saat melahirkan Dama?"
"Delapan belas."
"Delapan belas?" Adam merasa tenggorokannya gatal seketika. Ia kaget. Pengacara yang sangat diagung-agungkan seantero negeri, memiliki anak di saat ia berusia delapan belas tahun? Wanita macam apa yang dijodohkan padanya? Wanita nakal atau.. justru hebat? Tidak banyak ibu muda yang melanjutkan hidupnya untuk bekerja dan sesukses ini. Kebanyakan dari mereka menggantungkan hidupnya pada suami. Itu yang Adam lihat dari teman-temannya yang menikah muda. Dan wanita ini..... Ia tidak bisa mengucapkan apa-apa selain bertanya, "Apa yang terjadi? Kenapa kamu ingin menikah muda?"
Sesaat Talyda memperhatikan mata bening pria itu. Mata yang sama saat ia pertama kali melihatnya. Apa yang terjadi? Yang terjadi adalah aku bertemu pria bajingan di bar, dan membuatku harus bertahan melindungi benihnya.
"Diperkosa," jawab Talyda santai.
"Diperkosa? Saat usia... tujuh belas tahun, begitu?" tanya Adam semakin tak percaya. "Well, saya tidak pernah mengira kamu pernah mengalami masa sulit seperti itu. Apakah Talyda trauma?"
"Tidak, saya ikut terapi kejiwaan," kata Talyda tersenyum santai. "Kalau saya trauma dan depresi, saya tidak bisa membahagiakan darah daging saya sendiri. Saya tidak ingin menolak kehadiran Dama dalam kehidupan saya."
"Oleh... Alfian Hansa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dicambuk Amarah dan Cinta (Completed)
RomancePria asing menidurinya saat usianya tujuh belas tahun. Untuk menghindari malu ia menikah dengan laki-laki yang tidak dicintainya, bahkan pernikahan itu sendiri berujung pada perceraian. Namun Talyda tetap tegar dengan kehidupannya, sampai akhirnya i...