TIGA BELAS

6.3K 330 141
                                    

Apa urusannya perasaanku untukmu, brengsek, geram Talyda. Kalau Alfian tidak berniat menyakitinya, seharusnya dari awal ia memejuangkan cinta mereka. Bukannya menyerah kemudian berhubungan dengan perempuan lain. Perempuan yang juga teman Talyda!

Talyda mendesis, "Sesungguhnya aku tidak peduli lagi, Alfian. Kamu bisa pergi dengan wanita mana pun yang kamu sukai."

"Kamu yakin tidak peduli lagi padaku? Setelah apa yang kulakukan padamu?" Hening sejenak. Terdengar tawa Alfian yang menggelegar. "Talyda, Talyda. Jangan bertingkah seolah kamu tidak tahu apa yang kulakukan padamu! Kakakmu, Erros, pasti masih ingat pengorbananku padamu, Sayang!"

"Kenapa kamu menagihnya sekarang?" tanya Talyda datar. Terbiasa menghadapi pelaku kriminal tidak membuatnya berjengit ketakutan diingatkan pada satu kesalahan fatal yang pernah dilakukannya di masa lalu. "Kukira kamu sudah tidak membutuhkan apa-apa lagi dariku setelah kamu meninggalkanku untuk Stella."

"Jangan bodoh. Kulakukan itu agar terlihat baik di mata ayahmu," jawab Alfian tenang. "Beliau pasti tidak suka dengan aktor mantan napi sepertiku. Tapi sekarang aku bukan Alfian yang dulu lagi! Aku sekarang termasuk aktor terbaik di Asia Tenggara. Bukan cecunguk yang hanya bisa menyusahkan pacarku saja. Kini masa depanku cerah, Talyda!"

"Masa depanmu cerah karena ayah Stella mengenalkanmu pada produser-produser ternama. Ia melakukan yang terbaik yang ia bisa asalkan kamu mau membahagiakan putrinya. Dan ini balasanmu? Meninggalkan Stella begitu saja?"

"Jangan alihkan pembicaraan ini, Sayang. Memang aku hargai kebaikan ayah Stella. Tapi salahnya sendiri kenapa ia percaya padaku!" Alfian terkekeh penuh dengan nada menjatuhkan. "Aku ingin kita ketemu."

"Aku tidak ada waktu. Hari ini aku harus bertemu dengan calon istrimu." Talyda menghela napas panjang walaupun rasanya sulit sekali bernapas setiap menyebut Stella sebagai calon istri Alfian. Air mata mulai turun ke pipinya. Rupanya ia belum benar-benar merelakan Alfian untuk Stella.

"Calon istri," ulang Alfian. "Tidak, Sayang. Kamulah calon istriku! Kita akan menikah lagi!"

"Apa sih maumu sebenarnya?" tanya Talyda kesal. "Kamu hanya datang untuk mempermainkan hatiku saja, Al."

"Bukankah itu yang kamu lakukan padaku selama ini? Selama aku di penjara kamu tidak pernah datang!"

Talyda bungkam sejenak, "Aku sudah menawarkan pengacara terbaik, ingat? Tapi kamu menolak. Dan kamu memilih untuk menerima Stella di sampingmu dibanding aku, ingat kan? Kenapa sekarang kamu harus menyakiti Stella juga?"

"Karena aku tidak bisa move on darimu!"

"Kamu gila!"

"Lalu kenapa kamu nangis sekarang? Kamu juga belum move on dariku, kan?!"

"Aku tidak menangis," jawab Talyda mendatarkan suaranya agar isakannya tidak terdengar oleh Alfian. "Kamu bisa tenang sekarang, Alfian."

"Setelah pengorbanan yang kulakukan padamu, kamu anggap itu sia-sia?" tanya Alfian lemah. "Talyda.... Ada apa?"

"Aku ingin sekali membalas cintamu, Alfian. Tapi aku tidak bisa." Talyda menyeka air matanya yang perlahan jatuh. "Kalau kamu kembali padaku, masalah akan semakin besar. Stella akan marah sekali pada kita. Ayahnya akan menutup jalanmu untuk meraih mimpi!"

"Aku tidak peduli padanya!" potong Alfian.

"Lalu bagaimana dengan ayahku? Dia tidak akan merestui hubungan kita, Al. Begitu pun keluargamu. Mereka pasti masih menganggapku racun untukmu."

"Talyda. Kamu serius ingin aku menikah dengan Stella? Kamu tahu, ia memaksaku menandatangani kontrak yang tidak kuinginkan? Aku harus menikahi dia atau aku membayar denda yang tak bisa kusebut!" Terdengar Alfian menarik napas. "Talyda. Sayang. Aku tidak ingin kehilanganmu dan Dama."

"Tapi kamu memutuskan untuk meninggalkan kami, Alfian. Kamu menolak kami. Tidak peduli berapa kali aku dan Dama ke penjara, kamu selalu meminta kami pergi!"

"Talyda....." hening sejenak. "Aku harus bagaimana? Menikahi Stella? Semua jalan sudah buntu untuk kita berdua."

Talyda memejamkan matanya. "Ya," jawabnya meredam sakit hati. "Ya, Al. Aku ingin kamu menikahi dia."

Klik.

Talyda tidak mau ditawar lagi. Dimatikannya sambungan teleponnya dengan Alfian. Ini terakhir kalinya, batinnya bicara. Ini terakhir kalinya aku bicara dengan Alfian. Papa benar. Aku harus bangkit darinya. Kalau aku masih memaksakan kehendak, hanya akan dapat menghancurkan hidup kami berdua.

Dicambuk Amarah dan Cinta (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang