Lamaran Dadakan
Arbi
Hari ini sesuai janjiku pada mama dan papanya Maris, aku membawa kedua orang tuaku untuk datang ke rumah keluarga Sasongko.
Setelah semalam aku menjelaskan kepada kedua orang tuaku, bahwa aku akan melamar seorang wanita. Mereka sangat antusias, apalagi setelah mamaku tau ibunya Maris adalah teman seangkatannya dulu saat SMP.
"Ya ampun, keluarga Wiyatmoko sudah datang." sambut mama Maris dengan antusias saat menyalami kami dan mempersilahkan duduk.
"Nggak nyangka ya jeng kita mau besanan!" Ucap mamaku tak kalah antusias.
"Iya sama jeng, aku nggak tau kalo anak kita saling kenal, Maris nggak pernah cerita!" Jawab Tante Laria yang tak lain adalah mama Maris.
"Oh iya Maristia mana jeng?" Tanya mama.
"Bentar ya aku panggilin dulu," Tante Laria beranjak meninggalkan kami di ruang tamu dan pergi ke lantai atas.
Tidak lama kemudian ia turun seraya menggandeng tangan Maris, aku hampir tidak berkedip saat melihat ke arah Maris, satu kata untuknya ‘cantik’. Dengan balutan kebaya sederhana. Rambutnya ditata rapi dengan helaian rambut di kanan dan kiri yang dibiarkan tergerai.
"Maris ayo duduk!" Ajak mama sambil mengggiring Maris untuk duduk di sampingnya.
"Wah anak papa gak salah pilih. Calon mantu kita cantik banget ma!" Goda papa sambil menepuk pundaku.
Papa dan mama Maris hanya tertawa, sedangkan Maris masih bertahan dengan raut wajahnya yang canggung, terlihat banyak sekali pertanyaan yang sebenarnya ingin dia ungkapkan tentang apa sebenarnya maksud dari tindakanku.
"Om, Tante! Maksud kedatangan saya bersama kedua orangtua saya kemari, untuk melamar Maristia,”
“Sesuai dengan apa yang saya ungkapkan kemarin." Ucapku memulai inti pembicaraan.
"Saya dan Maris sudah kenal cukup lama, dan maaf jika kedatangan saya kemarin terkesan mendadak. Saya yakin Maris pasti juga kaget karna saya tidak memberitahunya terlebih dulu."
"Saya berjanji akan menjaga Maris dengan baik nantinya," Aku melirik sekilas ke arah Maris yang sedari tadi menunduk.
"Om sama tante setuju aja Nak Arbi, jika niat kamu tulus. Toh kalian sudah sama-sama dewasa dan om yakin kamu bisa menjaga anak om yang sangat manja ini dengan baik."
"Tapi pa, aku.." Maris hampir bicara namun terputus saat mamanya tiba-tiba menyela.
"Kalo tante maunya kalian cepet-cepet nikah, soalnya tante udah pengen gendong cucu." Ucapnya.
"Iya Bi, mama setuju sama tante Laria, toh niat baik gak boleh ditunda-tunda!"
"Em.. Gimana jeng kalo bulan depan aja nikahnya!" Seru mama.
"Nggak terlalu lama ya jeng? mending minggu depan." Jawab tante Laria.
Terlihat dari raut wajah Maris yang sangat terkejut mendengar kedua orangtua saling nego untuk menentukan waktu pernikahan.
"Mama, Tante, bagaimana kalo kita minta Maris saja yang menentukan tanggal pernikahannya," Ucapku mencoba menengahi perdebatan antara ibu-ibu itu.
"Maris, gimana kamu setuju kan minggu depan nikahnya? Nanti biar kami yang menyiapkan segala sesuatunya." Maris menatap ke arahku, matanya melotot seolah-olah berkata 'Ini semua gara-gara kamu!' Aku hanya mendelik mencoba mengalihkan pandanganku dari matanya.
"Mama satu bulan ataupun seminggu itu masih terlalu cepet buat Maris," Jawabnya pelan.
"Terus kamu maunya kapan Ris?" Tanya tante Laria.
"Satu tahun lagi aja gimana?"
"Hah??" Sontak semua orang terkejut dengan jawabannya. Begitu juga denganku.
Dia minta satu tahun lagi? Emang dasar gila ni anak. Emang dikira satu tahun waktu yang singkat.
Setelah banyak perbincangan yang kami lewati, akhirnya diputuskan tiga bulan lagi waktu pernikahannya.
Masih jelas tergambar raut wajah Maris yang frustasi mendengar keputusan kedua orangtua kami yang terkesan memaksa. Tapi karna dia tidak ada dukungan akhirnya dia pasrah-pasrah saja.
***
"Aduh kok kamu baru cerita sih Ris?" Sambar Nian setelah aku menjelaskan semua yang terjadi.
"Aku juga bingung mau cerita dari mana." Jawabku lesu.
"Aku takut Vivian marah." Ucapku lagi sambil menunduk.
"Kenapa marah? Apa hubungannya sama Vivian?" Tanya Nian heran,
"Bukannya Vivian itu pacar Arbi? Buktinya dia pake acara nganterin Vivian dari Batam."
"Yah kamu salah paham kali Ris, Vivian itu gak pacaran sama Arbi. Dia itu temen Arbi inget hanya temen gak lebih! Toh Vivian udah punya suami." Jelas Nian.
"Hah? Yang bener? Kok kamu bisa tau?" Tanya ku makin penasaran.
"Iyalah, Vivian itu temen aku sejak TK. Apa -apa dia selalu cerita sama, Vivian bilang dia minta bantuan Arbi buat nyariin kerjaan di Jakarta, soalnya kontrak kerja dia di Batam udah abis."
"Oh begitu, aku kira mereka pacaran,"
"Ya enggak lah, kalo mereka pacaran ngapain coba Arbi nglamar kamu." Celetuk Nian.
"Eh sebenarnya perkenalan awal kalian gimana sih, cerita dong!"
"Kepo! Tau ah ceritanya panjang males mau cerita." Jawabku sembari pergi keluar ruangan.
"Ya elah pelit amat sih Ris!" Aku terkekeh.
![](https://img.wattpad.com/cover/159927733-288-k739746.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
In Fine Wedding
Romance[READY EBOOK😍] Ini tentang masa lalu, yang sempat kau tolak takdirnya bersamamu. Ini tentang kesalahanmu, memilih yang tidak pasti padahal itu bukan yang seharusnya denganmu. Karna jodoh tak pernah salah tempat, apalagi keliru alamat. Sejauh apapun...