Maris
Aku terbangun saat tiba-tiba menyadari aku berada di sebuah ruang kamar yang sangat asing bagiku.
Kamarnya sangat luas dengan berbagai macam pernak-pernik di dalamnya. Aku semakin terkejut saat di samping ranjang terpajang foto pernikahanku dengan Arbi, ukurannya cukup besar.
Setelah mengingat apa yang terjadi, akhirnya aku baru menyadari kalo ini rumah baru yang akan aku dan Arbi tempati. Tapi tunggu, Arbi kemana? Aku beranjak dari ranjang menarik handle pintu.
Pemandangan pertama yang aku lihat adalah interior dan ruangan yang ada di rumah ini. Semuanya sangat sederhana, namun begitu elegan. Ini benar-benar rumah idamanku sejak dulu.
"Kamu udah bangun?" Suara Arbi mengagetkanku.
"Bikin kaget aja sih!" Jawabku kesal.
"Lebay gitu aja kaget." Serunya sambil berlalu menuju ruang makan.
"Aku udah beli makanan, kita makan malam dulu," Ujarnya sembari membuka beberapa kotak makanan yang dia beli tadi. Aku hanya menuruti apa yang dia katakan, karna tidak bisa ku pungkiri perutku sudah sangat lapar.
"Di rumah ini ada beberapa peraturan," Tiba-tiba Arbi menyela. Aku hanya menatapnya penuh Tanya.
"Maksud kamu?"
"Yang pertama, meskipun disini banyak sekali kamar, tapi aku tidak mau kita pisah kamar. Tidak ada kata tapi-tapian!" Ucapnya saat menyadari aku hampir membantah.
"Percayalah aku tidak akan melakukan apapun, jadi tidak usah merasa keberatan untuk satu kamar denganku." Jelasnya.
"Kedua, akan ada seseorang yang nantinya akan membantu kita dalam mengurusi rumah. Dia akan datang pagi dan pulang sore hari, jadi tidak usah takut kecapekan."
"Sori Bi, aturan yang kedua aku gak bisa nerima." Tolakku.
"Kenapa?" Tanyanya.
"Aku biasa apa-apa melakukan sendiri, dan aku juga ngga begitu suka terlalu banyak orang lain di rumah," Jelasku, Arbi hanya mengangguk mendengar alasanku.
"Ya sudah, tapi resikonya kamu akan bekerja di luar dan di dalam rumah nantinya."
"Akan aku usahakan. Dan aku harap kamu bisa diajak bekerja sama dalam mengurus masalah rumah!" Seruku.
***
Tak terasa, aku sudah memasuki dua minggu usia pernikahan. Semua berjalan dengan baik, meskipun masih banyak perselisihan yang sering Aku dan Arbi lewati.
Tapi aku selalu mengingat nasehat mama agar bisa berperan menjadi istri yang baik, toh dalam prinsip hidupku menikah hanya sekali. Dan aku tidak punya pilihan lain selain menerima pernikahan yang sudah terjadi.
Aku dan Arbi juga sudah mulai bisa membuka pikiran masing-masing untuk sama-sama menjadi lebih dewasa. tak jarang dia berlaku romantis.
Hari ini aku dan Arbi diminta mama dan mama mertua untuk berkumpul di rumah, sebenarnya aku agak males sih kalo ketemu mereka. Pasti ngomongin momongan mulu.
Padahal perlu diketahui, aku dan Arbi belum pernah ngapa-ngapain selama dua minggu ini.
"Maris gimana? Udah ada tanda-tanda belum?" Tanya mama mertuaku.
"Hhe belum ma, ak..aku,"
"Arbi Gimana sih kamu, usaha yang keras dong biar cepet dapet. Mama udah gak sabar pengin gendong cucu!" Seru mama yang hanya ditanggapi tatapan datar dari Arbi.
"Emang mama kira bikin anak kaya bikin mie instant bisa cepet," Jawab Arbi.
"Apa jangan-jangan kalian belum ngelakuin ‘itu’ sama sekali ya selama dua minggu ini?" Mamaku ikut nyelonong dari arah dapur.
"Bu..Bukan begitu ma," Ujarku gugup.
"Kita masih pengen nikmati masa-masa pacaran dulu ma, sebelum jadi orang tua nantinya." Jawab Arbi dengan santai.
"Ya ampun Arbi, denger ya! Besok kalo kalian punya anak, masih banyak kok waktu buat pacaran tenang aja!" Jelas mama.
"Ya udah besok aku usahain!" Lanjut Arbi sembari menatapku sekilas.
***
Arbi
"Kenapa ngelamun? Mikirin kata mama?" Tanyaku ke Maris yang sejak tadi asyik berdiam diri.
"Enggak juga, cuma ngantuk aja." Jawabnya.
"Ngantuk tidur, jangan ngalamun!" Seruku sambil mengalihkan pandangan darinya, kembali fokus menyetir dalam perjalanan pulang.
"Arbi?" Panggil Maris pelan.
"Ya?" Jawabku.
"Emm.. Nggak jadi," Katanya.
"Kenapa gak jadi? Bikin penasaran aja."
"Enggak kok, beneran nggak jadi."
Aku sangat yakin Maris sedang mencoba memecahkan persoalan yang timbul dari keinginan para mama kita untuk segera mendapat cucu.
Cuma aku gak mau terlalu maksain dia, sampai dia benar-benar siap.
KAMU SEDANG MEMBACA
In Fine Wedding
Romance[READY EBOOK😍] Ini tentang masa lalu, yang sempat kau tolak takdirnya bersamamu. Ini tentang kesalahanmu, memilih yang tidak pasti padahal itu bukan yang seharusnya denganmu. Karna jodoh tak pernah salah tempat, apalagi keliru alamat. Sejauh apapun...