Karma kah?

23.6K 1.3K 1
                                    

Maristia

Aku terbangun saat sinar matahari menyelinap dari balik jendela mengenai wajahku.

"Ya Tuhan, sudah pagi," Gumamku sambil mengucek mata mencoba menyadarkan diri.

Ku ambil handphone di atas nakas yang entah sejak Kapan ku abaikan keberadaannya.

'Ris, kamu kenapa pulang duluan?'
'Bales dong Ris!'
‘Kamu udah tidur ya? kebo banget.’
'Ris, pokoknya aku nggak mau tau kamu sekarang bangun. Pagi ini juga temenin aku ke butik cari baju,'
‘Aku jemput jam delapan pagi!’

Aku mendengus kesal setelah selesai membaca beberapa chat yang masuk. Ya, tentu saja chat dari Nian. Dia itu selalu nggak tepat waktu Kalo mau ngajak keluar rumah!

***

"Eh gila, sebenernya kita udah telat tau gak!"

"Lagian, ngajakin mendadak gitu!" jawabku sembari memasang sabuk pengaman.

"Terus, kenapa kemarin kamu pulang duluan?" Aku gelagapan saat Nian menanyakan soal di cafe.

"Emm, udah ngantuk aja." Jawabku tanpa menghiraukan muka sengaknya.

"Tapi kan kamu bisa ngajak aku pulang, ngapain pake naik taksi!"

"Udah lah Ni, gapapa kok. Kalo kamu gak diam aku turun di sini nih!" Ancamku.

"iya deh!"

***

"Udah sampe nih Ris," Nian melepaskan sabuk pengamannya dan memarkirkan mobil di depan sebuah butik mewah, dan aku yakin baju-baju yang dijual berasal dari karya-karya desainer terkenal.

"Ya udah masuk yuk!" Ajakku. Nian mengangguk.

"Selamat pagi mbak, ada yang bisa saya bantu?" Tanya salah seorang Pramuniaga di butik itu.

"Emm, saya mau cari blus yang sesuai buat kerja mbak," Jawab Vivian.

"Oh baik, mari silahkan," Sang pramuniaga dengan ramah menunjukkan beberapa koleksi baju-baju kerja yang sangat apik dipajang di beberapa mannequin.

"Ris, menurut kamu aku cocok pake yang mana?" Tanya Nian antusias.

"Terserah kamu deh Ni, kan kamu yang mau make." Jawabku sambil melihat lihat koleksi kebaya.

"Ya elah, Situ mah kalo dimintai saran suka gitu!"

"Nian, Maris?" Sebuah suara, menginterupsi aku dan Nian.

"Eh Vivian, kita ketemu lagi!" Sapaku,

"Kamu lagi cari baju juga Vi?" Tanya Nian.

"Enggak kok ini nemenin.." Ucapan vivian terputus saat seseorang Mendekat ke arah kita bertiga.

"Vi ini dasinya bagus yang..," Aku terkejut ternyata dia Arbi, begitu juga dengannya. Ucapan Arbi terpotong saat dia menyadari keberadaanku dan Nian.

"Kalo menurut aku bagus yang merah itu Bi." Nian ikut-ikutan memberi komentar.

"Aku setuju sama Nian!" ucap Vivian tak kalah semangat.

"Kalo menurut kamu Ris?" tanya Arbi tiba-tiba. Diikuti tatapan Vivian dan Nian yang seolah-olah menunggu jawabanku.

"Terserah aja, kan situ yang mau pake!" Jawabku seadanya.

"Ih Maris lo mah gitu," Nian mencubit lenganku.

"Iya deh aku setuju juga sama kalian, merah bagus!" Ujarku sambil mengalihkan pandangan dari mereka.

Tapi ternyata caraku mengalihkan pandangan salah. Aku malah melihat  Farid dengan perempuan yang ku lihat dari foto beberapa hari lalu, mereka asyik memilih kebaya.

Ya Tuhan, cobaan apa ini??

Mataku mendadak panas.
Mereka terlihat begitu serasi saling bergandengan sesekali berpelukan, seperti mati berdiri melihat kemesraan mereka.

Tanpa sadar tangan Nian melingkar di pundaku. Mencoba menenangkanku setelah memyadari apa yang baru saja terjadi.

Nian mengajakku duduk di kursi sebelah kamar pas,

"Minum dulu Ris," Vivian menyerahkan sebotol air mineral.

"Makasih ya." Ucapku, tanpa ku sadari air mataku perlahan-lahan jatuh.

"Udah jangan sedih mulu ih." Seru Nian, sambil mengusap air mataku dengan tissue.

***

Arbi

Setelah kejadian di butik tadi, ada perasaan yang tak bisa ku jelaskan. Perasaan benci saat melihat Maris lebih memilih menangisi lelaki lain. Bahkan di hadapanku, terlihat betapa dia begitu sakit karna apa yang dilihatnya tadi.

Aku bertanya-tanya. Apa dia secinta itu dengan mantan kekasihnya yang nggak tau diri? Perasaan tidak rela mendominasi hati dan perasaanku saat ini.

In Fine WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang