-Flashback ON-
"Maaf aku nggak bisa lanjutin semua ini,"
"Kenapa Ris, beri aku satu alasan sampai aku bisa nerima keputusan kamu!"
"Kita udah nggak cocok, aku mohon tolong ngertiin perasaan aku."
"Tapi… Tapi kenapa? Apa yang nggak cocok diantara kita?"
"Kamu terlalu santai menghadapi kehidupan, sikap kamu terlampau se-enaknya, kamu hanya bermain-main sesuka hati. Menganggap semua hal enteng hanya dengan ketawa-ketawa! Aku nggak bisa dengan sikap kamu yang terlalu kekanak-kanakan, selalu keluyuran, masa depan gak jelas!"
"Aku juga mikirin masa depan Ris. tapi yang penting aku tetap bisa hidup dengan cara yang aku suka. Tanpa melupakan tanggungjawab."
"Enggak semudah itu, pikirkan baik-baik masa depan kamu, hidup kedepannya nggak cuma sebatas seneng Bi!"
"Aku juga udah mikirin itu,"
"Apa aku nggak salah denger, memikirkan dengan cara apa, merokok setiap jam, minum minuman keras? Dengan alasan tidak enak menolak ajakan teman, balapan-balapan dengan alasan hobi lalu apa lagi?"
"Aku mau kita sama-sama dewasa menghadapi kehidupan, aku ingin sukses dan aku juga yakin begitupun dengan kamu! Urusi hidup kamu dan jangan kembali jika hidupmu belum benar! Aku nggak mau suatu saat hidupku susah karna terus-terusan sama kamu yang se-enaknya!"
"Aku cintai kamu Ris,"
"Aku juga begitu, tapi tidak untuk mencintai sikap kamu yang berantakan itu!"
"Aku bisa membahagiakan kamu dengan cara ini. Aku janji, asal kita nggak putus."
"Aku nggak pernah yakin sama hal itu, dan aku selalu berharap kamu nggak pernah berucap omong kosong kaya tadi!"
"Baik, aku akan berubah, berubah menjadi lebih baik untuk berbagai hal. Tapi perlu kamu ingat Ris, saat aku menjadi lebih baik nanti. Barangkali bukan kamu lagi yang aku cari." Ucapnya ketus, aku sempat terbelalak akan perkataannya. Tapi akhirnya tidak begitu ku hiraukan.
"Terserah kamu!" Jawabku sembari beranjak pergi.
-Flashback OFF-
"Arbi," Tangannya terulur ke arahku.
"Ris, Ris kamu gak pa-pa kan?" suara Nian membuyarkan lamunanku.
"Eh, engg, enggak kok gak pa-pa. Oh iya aku Maristia!" Aku membalas jabatan tangannya sembari memperkenalkan diri dengan terbata-bata, meski sebenarnya perkenalan ini sangat-sangat tidak perlu! Toh aku yakin dia juga masih ingat aku.
"Em.. ya udah yuk duduk. Pesen-pesen minum gih," Ajak Vivian.
"Oh iya, Ayo-ayo!" Nian mengambil kursi dan kami pun duduk bersama dalam satu meja.
Mereka bersenda gurau bersama, bahkan Arbi sama sekali tidak terpengaruh dengan masa lalu yang pernah terjadi antara aku dan dia. Apa jangan-jangan dia udah lupa? Toh dia juga udah ada Vivian, buktinya pakai acara anterin pulang!Benar kan, Nian asyik ngobrol sama Vivian! Aku yang sedari tadi masih sangat canggung dan merasa tidak tertarik dengan apa yang mereka omongin, cuma bisa menimpali pembicaraan mereka dengan sesekali bertanya dan menjawab pertanyaan yang Vivian lontarkan. Begitupun dengan Arbi.
Dia cenderung cuek, bahkan biasa aja walaupun aku dan dia sesekali saling tatap.
"Em.. Ni, Vi, aku pamit ke kamar mandi dulu ya kebelet nih!"
Akhinya ku putuskan untuk pergi ke kamar mandi, mengurangi ketegangan dalam hati.
"Oke Ris, perlu aku anter?" Tanya Nian.
"Gak usah Ni, aku bisa sendiri kok," Jawabku, Nian mengangguk.
Sampai di kamar mandi, aku nggak melakukan hal apapun, cuma sesekali membasuh muka mencoba menjernihkan pikiran.
"Masih inget aku Ris?" Aku benar-benar terkejut saat tiba-tiba Arbi muncul di belakangku, aku tidak berani menoleh ke arahnya. Aku hanya menatap sekilas dirinya dari pantulan cermin.
"Hei kenapa? Kamu kelihatan gugup gitu?" Langkahnya panjang mendekatiku, salah satu tangannya meraih pundakku. Aku segera menepis tangannya.
"Hei ada apa? takut sama aku? Tenang aja Ris, Aku gak gigit kali!" Celetuknya sembari tertawa.
"Ngapain kamu kesini?!" Tanyaku dengan nada suara datar.
"Nggak, aku cuma mau buang air," Jawabnya dengan seringaian jahil.
Aku mencoba melangkah pergi dari hadapannya. Dia menahan pergelangan tanganku.
"Lepasin!"
"Kamu gak pengen basa-basi tanya kabarku selama lima tahun ini?" Tanya Arbi.
"Enggak Arbi, kita terlalu lama di sini, di depan ada Nian dan Vivian mereka bisa curiga kalo kita nggak cepet balik ke kursi!" Jawabku.
"Kenapa emangnya? Kamu takut mereka nyusul kita di sini? aku biasa aja."
"Arbi cukup, kamu udah punya Vivian dan kita nggak ada hubungan apa-apa lagi. Nggak ada yang perlu dijelasin!"
"Emang siapa yang minta penjelasan? Siapa juga yang masih menganggap kita ada hubungan?" Tanya Arbi dengan cengiran mengejeknya. Aku merasa mati kutu nggak tau harus jawab gimana.
"Terserah!" Jawabku ketus sembari melangkah pergi saat dia melepas genggaman tanganku.
Aku udah gak mood lagi untuk kembali ke meja, sampai akhirnya aku memilih keluar dari cafe, menghentikan taksi dan bergegas pulang.
______________
Ebook bisa didownload via google playstore/ playbook
KAMU SEDANG MEMBACA
In Fine Wedding
Romansa[READY EBOOK😍] Ini tentang masa lalu, yang sempat kau tolak takdirnya bersamamu. Ini tentang kesalahanmu, memilih yang tidak pasti padahal itu bukan yang seharusnya denganmu. Karna jodoh tak pernah salah tempat, apalagi keliru alamat. Sejauh apapun...