Syifa Masuk ICU & Zikri Ke Amsterdam!-12

995 22 0
                                    

Rumah sakit.
Zikri tak bisa menghentikan air matanya yang terus mengalir di pipinya sembari terus menggigit kuku jari-jarinya. Tubuhnya pun seketika menjadi panas dingin. Zikri merasa sangat menyesal.
"Seharusnya tadi gue nggak ke sana!". Ucapnya menyesal.
Zikri mengambil ponselnya dan menelpon mamanya.

*****
Zikri is calling...

"Halo, nak? Ada apa?".
"M-mah...".
"Kamu kenapa,nak? Kok kayak orang lagi nangis gitu ngomongnya?".
"S-syi, Syifa-".
"Kenapa? Ada apa dengan Syifa?".
"Itu mah, Syifa kecelakaan...".
"Astagfirullah!, Ya udah nanti mama bilang ke Tante Intan ya, kalo Syifa kecelakaan!. Di rumah sakit mana, nak?".
"Iya mah, ntar aku kirim lokasinya di whatsapp. Cepetan ya mah, Zikri takut...".
"Iya nak iya... Kamu baik-baik ya disitu!".
"Iya mah..".
Telpon terputus. Zikri masih saja terus menangis, posisinya sekarang adalah di bawah lantai depan ruang ICU tempat Syifa di tangani oleh dokter. Dengan tubuh yang meringkuk dan terus menggigit jari ketakutan.
"Syifa...". Teriaknya sembari mengepalkan tangan lalu memukul tembok.
"Zikri.. Zikri!". Teriak seorang wanita dari kejauhan lalu menghampiri Zikri dan memeluknya.
Wanita itu adalah mamahnya. Dia datang dengan mamah Syifa.
"Mana Syifa?! Mana?!". Tanya mamah Syifa dengan raut wajah yang sangat stres berat.
"Di ruang ICU, tan. Lagi di tangani oleh dokter!". Jawab Zikri dengan isak tangis.
"Ya Allah, sayang.... Anakku Syifa, kamu kenapa?". Mamah Syifa mengacak rambutnya.
"Zikri! Kamu ini gimana sih! Kenapa kamu nggak bisa menjaga amanah!". Mamah Syifa menyalakan Zikri.
"Ma-maaf, tante. Tadi aku udah-".
"Udah, Zikri!. Pokoknya tante nggak mau liat muka kamu lagi! Pergi kamu dari sini!". Pinta mamah Syifa.
Zikri diam, berdiri kaku dengan kepala tertunduk.
"Intan! Kamu nggak bisa dong salahin, Zikri! Ini semua kan nggak sepenuhnya salah dia! Lagian anak kamu yang minta di anterin anak saya!". Jelas mamah Zikri.
Mamah Syifa mengatupkan bibirnya tanpa suara dan memalingkan wajahnya.
"Ya udah, tante. Kalo gitu saya permisi!". Ucap Zikri sembari menyeka air matanya.
"Nak, mamah ikut kamu aja!". Memegang bahu Zikri pelan. Dan dijawab dengan anggukan oleh Zikri.
"Assalamu'alaikum". Ucap keduanya bersamaan.
"Wa'alaikumsalam". Jawab mamah Syifa yang masih memalingkan wajahnya.

*****
Zikri dan mamahnya pulang, dengan naik motor.
Sesampainya di rumah...
"Assalamu'alaikum, pah!". Zikri mencium punggung tangan papahnya.
"Wa'alaikumsalam. Lho, mamah mana?". Tanya papahnya.
"Itu, mamah masih diluar, pah!," Jawab Zikri sembari menunjuk ke depan pintu rumahnya. "Aku ke atas ya, pah! Mau istirahat!". Lanjutnya.
"Oh, iya deh nak!. O'iya kabar Syifa gimana?". Tanya papahnya lagi.
"Papah tanya mamah aja ya, Zikri capek mau istirahat". Jawab Zikri yang langsung melangkahkan kakinya menuju kamar tidur nya.
Papahnya bingung. Tak lama mamahnya datang.
"Assalamu'alaikum".
"Wa'alaikumsalam. Gimana mah si Syifa?". Tanya papahnya.
"Ga tau lah!". Jawabnya ketus.
"Lho? Mamah kok bete gitu mukanya? Terus mamah kok nggak temenin Intan?". Tanya papahnya bingung.
"Itu lho, pah. Si Intan masa nyalahin si Zikri, kata dia Syifa kecelakaan gara-gara Zikri!, Kan nggak mungkin, pah!". Jelasnya.
"Ya ampun... Mungkin si Intan itu emang lagi stres berat, mah... Makanya dia kayak gitu!". Ucap papah Zikri memberi pemahaman pada istrinya.
"Ih! Papah nyebelin!. Kok malah belain dia!. Udah pokoknya besok kita pergi dari rumah ini!". Mamah Zikri merasa sangat jengkel.
Papah Zikri menggelengkan kepalanya. "Emang kalo mau pindah kemana, mah?". Tanyanya.
"Ke Amsterdam! Tempat tinggal ibu!". Jawabnya exited.
"Hah? Belanda? Tempat ibu?".
Ibu yang dimaksud adalah neneknya Zikri. Neneknya tinggal di Belanda dengan Amanda sepupu Zikri dan suaminya Nichole.
"Aku setuju sama mamah, pah!". Tiba-tiba Zikri datang dan dia sedari tadi mendengarkan pembicaraan itu.
"Aku mau ke Amsterdam!, Tapi sebelum itu, aku mau jenguk, Syifa!". Jelas Zikri.
"Ngapain kamu kesana?". Tanya mamahnya.
"Aku nggak mau mah sampe di bilang cowok yang nggak bertanggung jawab!". Jawabnya.
"Udah lah, nak. Kamu juga nanti bakal di usir sama si Intan!". Mamahnya melarang.
"Pokoknya aku akan tetep kesana!, Sebelum kita ke Amsterdam!". Zikri tetap pada pendiriannya, dia akan tetap menemui Syifa untuk terakhir kalinya.
"Ya udah lah, mah. Kasian tuh, Zikri!". Celetuk papahnya.
Mamahnya menganggukan kepalanya.
"Makasih ya, mah". Zikri memeluk mamahnya. Seulas senyum tipis terlihat di bibirnya.
Mamahnya mengelus kepalanya dengan lembut.

*****
Keesokan harinya...
Zikri, papah dan mamah nya sudah bersiap-siap untuk pergi ke Amsterdam.
"Ayo, nak!". Ajak mamahnya yang sudah lebih dulu di dalam mobil bersama papahnya.
Zikri masih memandang rumahnya, rumah yang selama ini ditempatinya terpaksa harus ia tinggalkan selamanya. Dan sekarang matanya beralih pada rumah yang berada di sebelah rumahnya. Tak lain itu adalah rumah Syifa.
"Ayo, Zikri!". Ajak papahnya.
Zikri menoleh dan mengangguk. Dia lalu masuk ke dalam mobil.

*****
Di perjalanan...
"Kita jadi kan ke rumah sakit?". Itulah pertanyaan yang sedari tadi yang berada di pikiran Zikri.
"Iya nak jadi". Jawab papahnya.
Seketika Zikri tersenyum samar. Sementara mamahnya mendengus kesal.
"Kamu kenapa, mah?," Tanya papah. "Kamu itu sama Intan kan sahabatan udah lama!, Masa gara-gara kayak gitu aja kamu langsung benci banget kayaknya!". Lanjutnya.
"Bukan benci, pah. Kesel aja kalo anak aku digituin!". Jawabnya sembari melihat jalan di balik kaca mobil.
"Iya deh iya, tapi kan Zikri nya aja nggak segitunya sama Intan, malah dia masih mau jenguk, Syifa!". Jelas papahnya.
Tapi, Zikri tak mendengar percakapan kedua orang tuanya itu. Dia sedang melamun sembari memandangi pemandangan kota Jakarta. Dilihatnya Cafe Pelangi, tempat dimana dia dan Syifa sering ke sana.

Tanpa disadari, mereka sudah sampai rumah sakit.
Papah Zikri menepuk bahunya. Zikri tersentak. "Eh, pah?".
"Kamu itu, Zikri. Papah panggil dari tadi kok diem aja!". Ucap papahnya.
"Maaf, pah. Zikri nggak denger!". Jawab Zikri.
"Ayo turun. Udah sampe nih!". Ucap papahnya lagi.
"Oh, udah sampe pah?". Tanya zirki yang langsung turun dari mobil.
"Ayo pah cepetan". Ajak Zikri.
"Iya sabar, Zikri!". Jawab papahnya.
Mereka bertiga bergegas masuk ke dalam rumah sakit dan menuju ke ruang ICU tempat Syifa di rawat.

*****
Ruang ICU.
Di depan ruang ICU terlihat orang tua Syifa sedang duduk menunggu jam besuk tiba.
"Assalamu'alaikum".
"Wa'alaikumsalam". Jawab orang tua Syifa kompak.
Mamah syifa bangun dari duduknya. "Mau ngapain kamu kesini?". Tanyanya ketus.
"Mau jenguk, Syifa. Saya mau ketemu syifa untuk terakhir kalinya, tan!". Jelas Zikri.
"Maksud kamu apa, terakhir kalinya?!". Tanya mamah Syifa heran.
"Saya mau ke Amsterdam!". Jawab Zikri.
Karena tak tega, mamah Syifa mengizinkan Zikri untuk menjenguk Syifa.

Waktu besuk sudah tiba, Syifa tidak boleh dijenguk dengan orang banyak.
"Kamu aja yang masuk, Zikri!." Ucap mamah Syifa.
"Tapi, bukannya dari tadi tante & om mau masuk buat liat Syifa?". Jawab Zikri.
"Nggak, kamu aja. Kita kan bisa jenguk lagi nanti". Mamah Syifa mencoba memberi pengertian kepada Zikri.
Dia juga tahu kalau Zikri & Syria memang seperti anak kembar yang tak bisa pisah sebentar saja.
Zikri menganggukan kepala dan segera masuk ke ruang ICU.

*****
Dilihatnya Syifa sedang tertidur pulas, dengan banyak alat-alat di sekitarnya.
Zikri mendekatinya. Tanpa sadar, sebulir tetesan air mata mengalir di pipinya. Dia memandangi Syifa dengan dalam. Hatinya hancur ketika melihat sahabatnya itu tak bisa tersenyum dan tertawa lagi.
Orang tua Syifa & orang tua Zikri hanya dapat melihatnya dari luar jendela. Karena Syifa belum dapat dijenguk oleh banyak orang.
"Syifa". Bisik Zikri tepat di dekat telinga Syifa.
"Terkadang hidup itu nggak sesuai dengan apa yang kita bayangkan & harapkan". Ucap Zikri pada Syifa yang entah mendengarkannya atau tidak.
"Jujur, sebenarnya saya tuh suka sama kamu, syif. Tapi, keliatannya kamu lebih menyukai Angga, dan kamu itu dekat dengan saya hanya karena saya sahabat kamu dan teman curhat kamu!". Jelas Zikri.
"I LOVE YOU Syifa Alvira". Itulah kata-kata yang diucapkan Zikri pada Syifa, yang sekarang dalam keadaan kritis.
Tanpa disadari, sebulir tetesan air mata menetes di pipi Syifa. Sepertinya dia mendengar apa yang tadi Zikri katakan padanya.
"Syifa, kamu jangan nangis," Zikri mengusap air mata Syifa dengan lemah lembut. "Saya nggak mau lihat kamu sedih untuk terakhir kalinya. Saya mau lihat senyum kamu Syifa, saya mau godain kamu lagi sampai kamu kesel, saya mau cubit pipi chubby kamu itu, saya mau kita sama-sama lagi!". Lanjutnya.
"Saya pamit ya. Saya mau ke Amsterdam, saya mau tinggal di sana, mungkin untuk selamanya saya akan tinggal di sana sama orang tua, nenek dan ka Amanda. Masih inget kak Amanda, kan?". Zikri terus berbicara dengan Syifa meskipun tak ada jawaban darinya.

"Saya pamit, assalamu'alaikum".
Zikri menggenggam erat tangan Syifa, lalu melepasnya dan segera keluar dari ruang itu.

*****
Di luar ruang ICU.
"Gimana, zik? Udah selesai? Ayo kita berangkat!". Tanya mamahnya yang langsung mengajaknya untuk segera berangkat ke bandara.
Zikri mengangguk. "Tante, om. Saya pamit ya". Ucapnya berpamitan.
"Iya, Zikri. Kalian hati-hati ya..." Jawab papah Syifa.
Papah Zikri menganggukan kepalanya. "Ya, Fadlan. Syifa juga semoga cepat sembuh ya".
"Ya aamiin yra, makasih Ardi!". Jawab papah Syifa.
Zikri bersaliman pada orang tua Syifa. Dan mereka memberi salam dan pergi dari rumah sakit itu.

Dear Sahabat [Sahabat Tapi Cinta] Selesai✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang