Panco Part 1

372 30 2
                                    


As usual, kalau air di masjid belum dinyalakan, anak-anak olim pasti langsung keluar gerbang. Mau shalat di luar sekolah, tepatnya di Telkom, kantornya orang. Saking seringnya shalat di telkom, kita semua udah kenal jajaran staf telkom, hingga pengurus masjidnya. Bahkan, satpam sekolah juga udah masa bodoh kalau kita keluar gerbang dengan santaynya.

Olim gitu lho.

Dan seperti kemarin-kemarin, olim itu ribut. Ribut. Ribut. Dimana pun. Bahkan di masjid. Masjid Telkom serasa milik olim. Bicara pakai toa, tidak mempedulikan adzan. Olim bermaksiat.

Hari kamis itu, ketika adzan belum bunyi, semuanya baring di sajadah masjid. Habis wudhu, bukannya shalat tahiyatul masjid, malah baring.

Setelah itu, muncullah ide untuk bermain panco. Adu kekuatan tangan.

Ronde 1: Ipeh VS Arini.
Status: ipeh menang.

Ronde 2: ipeh VS Kiky
Status: ipeh menang

Ronde 3: Ipeh VS Puput
Status: Puput menang.

Wah, Ipeh nggak terima. Dua ronde ngelawan orang gede, tiba-tiba kalah sama gadis lemah lembut nan buas ketika menagih uang kas.

"Ulang, ulang. Tadi belom siap!!!!"

"Alah lemah!"

"Urat bengkok!"

Panco pun dimulai antara Ipeh dan Puput. Ah, kali ini Ipeh yang menang. Berarti tadi Puput cuman hoki doang. Dasar Juara Kelas, jangan berharap menang melawan otot murid pojokan😏

Jangan berharap menang panco melawan preman kelas.

Jangan berharap menang panco melawan siswi terbrutal olim. Inilah kekuatan mereka. Bukan cuman otak yang berisi, otot juga ada. Sebagai siswi olim, persentase kekuatan Ipeh adalah otot 70% otak 30%.

Kita semua ketawa dong. Ketawa pakai toa, ribut banget. Sampai akhirnya, bapak-bapak pengurus masjid yang udah kita kenal, datang nyamperin.

"Sst."

Semua hening.

"Jangan ribut, dek. Kalian ini ke sini mau datang apa? Shalat, kan? Orang lagi adzan juga kalian malah ribut gini. Emang ini masjid punya kalian? Kalian belajar agama nggak di sekolah? Di sekolah diajarin gimana kalau di masjid? Diem, kan? Ckckck."

Ckckckkkkckckck.

Kita semua tertawa dalam diam. Pertandingan panco yang tertunda oleh teguran pengurus masjid.

Baru kali ini kita dimarahin. Padahal, kemarin-kemarin sampai salto dan kayang di depan mimbar, kita nggak pernah ditegur. Sedih juga terkadang. Padahal, mereka hanya menyalurkan bakat otot lewat panco. Namun, terhambat teguran.

Detik-detik selanjutnya, mereka pun hanya diam-diam saja. Tidak berani lagi berkata, bahkan berbisik. Terlalu takut kalau harus ditegur lagi.

Puput diam-diam, mungkin ngapalin pasal. Miftah ketawa-ketiwi kecil, sekecil matanya. Kiky ketawa tanpa suara, kacamatanya udah jatuh-jatuh. Queen selalu kalem, dia kan, Ratu. Fitria ngomong nggak jelas di shaf belakang, nggak ada yang peduliin. Arini lagi peregangan tangan, siap-siap aja kalau mereka lanjut panco.

Author?

Author malu mengakui itu temen-temennya yang tadi dimarahin sampai masjid hening.

OlimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang