7 Tamu Tak Diundang

947 150 10
                                    

Bijindo merupakan pulau kecil di gugusan Hallyeo Haesang. Di tempat itu Park Jongseong tumbuh sendirian. Pulau cantik yang tenang. Berbentuk barbel dengan garis pasir putih berada di dua ujung pulau. Teknisnya, itu dua pulau yang tersambung satu jalan penghubung desa Waehang dan Naehang.

Jongseong berdiri menghadap pulau Somaemul dan Deungdaeseom yang memiliki tebing dan formasi batu lancip. Dia sangat menyukai pemandangan di depannya. Sudah sering Jongseong keluyuran dengan rakit buatannya. Sayang rakit debutnya sudah tenggelam setahun yang lalu. Jadi Jongseong harus puas menikmati kesunyian pulau ini.

"Oppa, apakah tidak ada restoran di sini?" tanya Karina penuh harap. Dia sudah bosan dengan ramen. Memasak di atas tungku bukanlah gayanya. Dia berharap ada kompor gas yang praktis di rumah mereka.

"Ada, tapi bukan makanan favoritku," jawab Jongseong.

"Di mana?"

Jongseong mengajak adiknya ke satu-satunya restoran di pulau sunyi itu. Restoran sederhana yang menjajakan Haemul Dwenjang Jigae. Desa tua itu jauh dari hiruk pikuk apapun. Tidak satu pun mobil berseliweran di Bijindo.

Mereka berjalan bersisian. Anjing-anjing berkeliaran sepanjang pantai. Gadis itu menyukai ketenangan. Seandainya seluruh akses luar ditutup, Karina yakin bahwa dia tak akan tahu pergantian tahun. Pantai ini benar-benar tenang.

Hanya satu hal yang membuat hatinya tak pernah tenang. Semenjak dia tahu dia punya saudara lain. Keinginannya semakin menguat. Dia ingin tahu siapa Jungwoon. Bagaimana kabarnya dan apa yang dilakukan saudara kembarnya? Karina ingin kembali ke Seoul. Satu tujuan yang harus direngkuh seumur hidup. Apakah Jungwoon baik-baik saja dengan kehidupan yang dimilikinya saat ini?

"Oppa, adikmu yang namanya Jungwoon, apa dia tahu tentang kita? Apa dia tahu siapa dirinya?" tanya Karina hati-hati mulai mengungkit.

"Jungwoon?" sebut Jongseong pelan, "Tentu saja dia tahu. Beberapa tahun yang lalu dia ke sini menjenguk Appa. Tapi Appa sedang menjengukmu."

"Apa Jungwoon tahu aku juga?"

"Eoh. Pertama yang dia tanya begitu sampai di pulau ini, kau tahu apa yang dia katakan? Anak itu bilang, 'Hyung, di mana adik kembarku? Boleh aku melihatnya?' Tapi begitu dia tahu kau di Seoul, dia bersikeras ingin sekolah dan sukses di kota itu," beber Jongseong. Pemuda itu tertawa, mengenang pertemuan pertama mereka.

"Seperti apa dia?" tanyaku lagi.

"Hm.... Good looking seperti artis. Tapi luar biasa menjengkelkan kalau dia sudah bicara. Cerewet gila! Aku sampai kehilangan kalimat untuk menanggapinya."

"Hahahaha, benarkah Oppa kehilangan kalimat? Kukira kau yang mendominasi percakapan."

"Seharusnya begitu." Jongseong sepakat. "Tapi kenapa kau tiba-tiba menanyakan dia?"

Karina gelagapan. Dia tak tahu kenapa pula menanyakan soal Jungwoon.

"Kadang-kadang aku ingin melihatnya lebih dekat lagi," ucap Karina pelan.

"Haruskah aku menelepon Jungwoon?" Jongseong mengeluarkan ponsel keramatnya. Dia membuka flap, siap mencari nomor.

"Eh, tidak perlu. Aku tidak mau pulau ini gaduh karena sebuah haru biru pertemuan keluarga. Cukup Appa saja yang terkejut melihat anak gadisnya duduk santai di beranda rumah."

Karina tersenyum manis. Dia berjalan cepat, tak sabar menuju restoran untuk mengisi perutnya. Lagi-lagi Seojoon menunda hari kepulangan. Dan Karina harus sabar menunggu acara masak ala Chef Karina.

***

Karina sedang sendirian hari itu. Sibuk melipat pakaian yang baru saja diangkat dari tali jemuran. Entah ke mana kakaknya pergi sejak pagi. Udara terik menyengat. Karina ingin sekali minum cappucino dingin. Namun, tidak ada lemari es di rumah itu. Dia harus berpuas diri minum air biasa. Keringat mengucur tidak henti-hentinya dari sekujur tubuh.

Way Back Home || ENHYPEN AESPA [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang