20 - Terakhir

1.4K 117 9
                                    

"Bangun pemalas!"

Karina menendang ketiga pria itu, yang kompak bergelung di balik selimut masing-masing. Ketiga kakaknya tidur berdesakan di lantai rumah bambu, sangat nyaman menikmati pagi yang hangat.

Tangan Karina berkeretak. Gerahamnya rapat dengan rahang kaku. Dia menguncir rambutnya asal-asalan, lalu menghajar tanpa ampun masing-masing kepala Jongseong, Heesung dan Jungwoon.

Gadis itu sebal. Liburan di Pulau Bijin berlangsung amat berantakan. Hanya ada empat orang di rumah bambu itu. Sementara Seojoon sudah satu bulan ini berlayar di perbatasan Korea-Jepang. Sudah tiga hari Karina mengurus tiga kakaknya, yang sama malasnya beres-beres rumah tapi kompak luar biasa berebut makanan.

"Jungwoon-Oppa, bangun! Kau ingin Ssambab? Ayo bantu aku memanaskan api. Jongseong Oppa, kalau kau ingin ramen, jangan harap aku memasakkan air! Heesung Oppa, aku tidak akan membuatkan bulgogi untukmu, kalau kau tidak segera mencuci beras!"

Ancaman Karina berhasil. Hanya menyebut makanan favorit masing-masing, ketiga pria itu bergeliat pelan. Lenguhan keras bersahutan. Karina tertawa, melihat pakaian yang dikenakan ketiga kakaknya seragam. Kaos putih dengan celana olahraga warna hitam dilabeli nama mereka.

Karina mengetukkan kaki tak sabaran ke lantai. Suara bising disahuti gerutuan dari Heesung. Dia kesal akan gangguan adiknya.

"Aku sudah bangun!" kata Heesung, tangannya terentang bebas.

"Buka matamu lebih lebar!" balas Karina sarkastik.

"Mataku memang sudah terbuka!" Heesung semakin jengkel.

"Masa? Tapi kenapa masih terpejam?" Karina terus meledek, dia cekikikan begitu mendapati ekspresi garang Heesung.

"Aigoo.... Jongseong Oppa! Bangunlah! Dasar tukang tidur! Susah sekali dibangunkan!" keluh Karina, dia berjongkok di sisi Jongseong, mengguncang keras badan kurus Jongseong. "Jungwoon Oppa sama saja."

Karina beralih menepuk pipi Jungwoon. Gadis itu tak punya tenaga untuk menyeret kedua kakaknya ke laut. Karina keluar dari kamar. Tak ada pilihan lain. Kecuali dia harus mengambil seember air dan gayung.

BYUR!

Jeritan bersahutan, ketiga pria itu mengibaskan wajah dari siraman air. Sontak mereka marah, bangun dalam kondisi kepala basah kuyub. Tetapi Lee Karina balas berteriak, karena ketiga-tiganya susah dibangunkan.

"Kalian liburan, aku yang kerja rodi!" Karina berkacak pinggang, jengkel bukan main. Heesung cemberut. Dia sudah bangun, nahasnya kena siram juga.

"Palli ireona!" desak Karina kembali ke dapur. Suara nyaring menandakan satu-satunya perempuan di rumah bambu itu sibuk dengan aktivitasnya.

Matanya memindai rumah tua yang dibangun Seojoon, sedikit direnovasi Jongseong dan Sunghoon setahun yang lalu. Lee Karina tersenyum. Akhirnya dia kembali pulang ke rumah ini. Musim panas seperti yang dijanjikan Heesung, dia pulang ke rumahnya.

Dia lega ayahnya menggagalkan rencana Heesung untuk membangun ulang rumah bambu yang sangat reyot. Tak ada rumah mewah di tengah Pulau Bijin, dengan air panas mengalir dari kran mandi, listriknya masih menggunakan genset yang dipakai ekstra hemat–repot membeli solar selain speedboat, ruang tidur yang ekstra terbatas di kamar Jongseong tanpa ranjang empuk dan kompor gas dengan juru masak yang siap sedia melayani penghuni rumah bambu.

Pulau terpencil itu masih secantik dalam ingatan Karina. Bedanya, rumah itu semakin hangat. Persisnya dengan keberadaan kakak-kakaknya.

Nahyun tak banyak protes ketika Karina dan Heesung mengemasi pakaian, liburan satu bulan di Pulau Bijin. Seojoon pun susah dihubungi, tapi Karina tahu ayahnya janji bakal bertemu Karina di Seoul.

Way Back Home || ENHYPEN AESPA [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang