Hari terasa panjang sekali. Karina menguap selebar-lebarnya. Dia mencubit pipinya, asal kantuk itu lenyap ditelan sakit akan cubitannya sendiri.
Belum cukup menyerang pipi, Karina mencubit apapun di badannya. Tapi kelopak matanya mengatup. Semalam Karina menangis hebat. Pertengkaran dengan ibunya di ambang batas. Dia tidak mengendalikan emosinya. Karina menerobos masuk ke kamar, ketika Sangyeob menerima tamu penting.
Keesokan harinya, Karina balik ke kampus. Tak tahan berlama-lama di kamarnya. Matanya bengkak. Kelelahan berkali lipat. Dan inilah keteledorannya tidak mengecek jadwal.
Ada seminar yang wajib diikuti. Sialnya, salah satu pengisi seminar malah Lee Heesung. Sosok yang ingin dihindari Karina. Gadis itu duduk di deretan depan, terjebak gara-gara urutan akademis semester kali ini. Siapapun yang meraih nilai IP tertinggi, berhak akan kursi bagian depan. Mau tak mau, Heesung bakal melihat Karina.
Gadis itu mencoret kertasnya tak jelas. Baru kemarin dia bersantai ria, mereguk udara panas khas pantai. Kini dia malah ikut kegiatan akademis. Seminarnya sama sekali tidak membantu. Karina semakin rindu kampung halaman Seojoon.
Karina bukanlah putri presiden. Namun, ada satu hal yang membuatnya tidak nyaman. Ibunya bertindak lagi. Nahyun menyuruh salah satu mahasiswa sebagai mata-mata yang mengawasi segala kelakuan Karina. Dan di sinilah akhirnya, Karina sibuk mencubiti pipinya sementara tangannya yang lain mengikuti seminar.
Ditatapnya Heesung enggan. Ketika sesi tanya jawab, Karina tidak mengangkat jari. Dia malas berdebat. Malas pula berada di Seoul. Penat dengan kegiatan lamanya.
"Nona Lee, bagaimana pendapatmu dengan kebijakan Amnesty Tax, apakah itu sepadan dengan kemajuan negara?" tanya Heesung tiba-tiba menghadap ke Karina.
Gadis itu bengong mendadak. Dia menatap linglung ke arah Heesung. Pemuda itu justru menyeringai sinis, menunggu tak sabar akan tanggapan Karina.
Karina menghela napas. Kali ini dia tidak siap mencaplok pertanyaan dengan jawaban lugas.
"Tidak tahu. Mungkin ayahmu lebih tahu," kata Karina tenang. Gadis itu menarik tasnya, keluar dari seminar. Anggota yang ikut seminar gaduh mengingat tindakan arogan Karina.
Karina lari ke bagian barat gedung. Dia duduk di salah satu kursi kafeteria, dengan sebotol coke sebagai pengisi perut.
"Chagiyaaaaa.....!" panggil Jake antutias. Kedua tangannya menjinjing satu nampan makan siang.
Karina rela dijebloskan ke lubang tanah berisi ular cobra daripada mendengar teriakan memalukan itu. Dia risih luar biasa dengan perhatian yang tertuju pada Jake. Seniornya itu tergopoh-gopoh mendekati meja Karina.
"Ya Tuhan! Kukira kau sakit. Benarkah kau sakit. Bagian mana yang sakit? Dirawat di mana, eoh?" Jake menodong pertanyaan dengan cepat.
"Aku tidak sakit."
"Jinjjayo? Lalu di mana kau satu bulan ini? Apa kau disekap orang jahat?"
Karina jengah. Dilemparnya botol coke kosong ke wajah pemuda itu.
"Ya, kalau kau puas, aku baru bangkit dari kubur. Tidak! Aku ada urusan keluarga di Tongyeong. Dan pergilah sana!" sergah Karina, gadis itu beranjak dari meja. Namun, tangannya dicekal seniornya.
"Aigoo, kau jahat sekali. Padahal aku mati-matian merindukanmu setiap malam. Khawatir kau hilang. Seharusnya kau menelponku, agar aku yakin kau baik-baik saja," omel Jake tidak terima dengan pengusiran itu.
"Kenapa aku harus meneleponmu? Apa kau pacarku?!"
"Tentu saja kau pacarku!" teriak Jake, "Ingat tidak, kau yang bilang cinta padaku. Kita berbagi burger di tepi Sungai Han satu bulan yang lalu. Wah, ini hari ke 38 kita bersama, eoh?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Way Back Home || ENHYPEN AESPA [End]
FanfictionKarina ingin pulang ke rumah, tetapi dia malah tersesat dalam liku keluarga. Perpisahan menggores banyak luka di antara keluarga. Tiga pria berebut perhatiannya. Siapa yang sangka, salah satunya sangat menginginkan Karina lebih dari sekadar adik. Ap...