"Sudah kubilang aku bisa melacakmu." Heesung berpuas diri. Tampak bahagia bisa memergoki Karina bersembunyi di balik bangku.
Semilir angin mempengaruhi suasana Heesung. Pemuda itu tersenyum manis memamerkan kehebatan teknologi yang dimiliki ponselnya.
"Apa yang kau inginkan?" tanya Karina judes.
"Duduklah." Heesung memerintah. Tangannya diketukkan ke bagian bangku kosong.
"Kita selesaikan masalah kita, Karina-ya. Rumah kita semakin tidak harmonis. Dan aku harap kau mau membantuku. Kau adikku sekarang."
"Wah senangnya, punya kakak yang baik hati dan peduli keluarga," sambar Karina bertepuk tangan. "Banyak sekali pria yang tertarik padaku. I am in love. Padahal hatiku tidak pernah ke hati mereka."
"Benarkah?"
"Eoh. Dan aku tidak butuh itu. Aku hanya ingin cinta dari keluarga yang normal."
Heesung mendesah berat. "Memangnya kau tidak tahu aku menginginkan hal yang sama?" katanya pelan.
"Hm?"
Mata Heesung menembus lapisan gelap langit.
"Mendiang ibuku amat menderita sebelum menikah dengan Aboji. Dia tahu pernikahannya tidak akan pernah indah seperti bayangannya. Eomma sangat bersyukur dengan kelahiranku. Harapannya, Aboji bakal peduli pada Eomma. Sebaliknya, Aboji semakin menjauh. Dia mencintai wanita si cinta pertamanya yang lari ke sebuah pulau. Ketika Eomma sekarat, Aboji mengejar ibumu di sebuah pulau. Apa kau bisa membayangkan, bagaimana hancurnya hati kami, melihat kebahagiaan pria egois di atas penderitaan kami?"
Karina bungkam. Dia menyimak. Mungkin ini saatnya untuk membuka pintu hati seseorang yang terluka. Karina tahu, Heesung tidak pernah seterbuka ini mengenai perasaan terdalamnya. Sesak yang dialami Heesung tidak sepadan dengan masalah Karina.
Karina merasa berempati dengan kakak tirinya. Pemuda itu haus kasih sayang. Sikap dinginnya tak ubahnya benteng kokoh untuk melindungi sendiri.
"Aku tahu ini bukan salahmu. Sebagai anak dari wanita yang Aboji khianati cintanya, aku sangat membencimu. Setiap hari, aku memikirkan cara, bagaimana untuk membunuh kalian. Sangat tidak adil bagiku, melihat kalian memperlakukan aku dan aboji sangat baik. Suatu hari aku panik menyadari perasaanku tidak lagi benci. Aku menyukaimu. Aku tahu perasaan ini tidak boleh kuteruskan. Jadi aku pergi ke Jepang."
Heesung menggelengkan kepala. Tak pernah siap membuka hati lebih lanjut. Namun dia harus bicara.
"Kita ini memiliki satu kesamaan. Membenci orang tua masing-masing. Aku dengan ayahku. Kau dengan ibumu. Tak ada pembalasan untuk kebahagiaan orang lain. Jadi mungkin ini waktunya kita menerima kehidupan ini. Toh kita bukan anak-anak lagi."
"Kita memang bukan anak-anak lagi." Karina mengangguk.
"Tetapi, pikiran kita terus berkembang. Dan aku tidak bisa mengikuti ego Eomma. Alasan aku marah, kenapa harus ada banyak korban dari kehidupan manis ayahmu dan ibuku?" tuntut Karina semakin gusar.
"Hanya satu hal yang ingin kusampaikan padamu. Orang tua selalu tahu yang terbaik untuk anak-anak mereka. Namun, kita sebagai anak tak pernah tahu jalan terbaik yang harus ditempuh. Membenci orang tua kita tidak akan pernah bisa mengubah keadaan. Justru hanya sakit yang akan membayangimu seumur hidup."
"Terima kasih untuk nasihatmu," ucap Karina belum bisa memahami. Tidak, dia tidak ingin memahami.
"Paling tidak, kau masih memiliki banyak orang yang mendukungmu. Ayo kita temui kakakmu." Heesung mengajak, getaran suaranya penuh sembilu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Way Back Home || ENHYPEN AESPA [End]
FanfictionKarina ingin pulang ke rumah, tetapi dia malah tersesat dalam liku keluarga. Perpisahan menggores banyak luka di antara keluarga. Tiga pria berebut perhatiannya. Siapa yang sangka, salah satunya sangat menginginkan Karina lebih dari sekadar adik. Ap...