"But I love how you stare at me."
•••••
Aku berjalan melewati beberapa siswa dari kelas sebelah yang nampak stand by di depan kelas mereka entah untuk apa.
Aku paling malas untuk bertemu dengan banyak orang seperti ini, dan sayangnya kelasku terletak di bagian paling pojok. Itu berarti aku harus melewati mereka setiap hari. Menyebalkan.
Sesampainya di kelas yang masih sepi, hanya ada beberapa teman sekelasku yang entah sedang apa -- aku tidak ingin peduli-- dan aku melihat bahwa ada Radeva sudah datang dan duduk di tempat kami kemarin.
Aku memutuskan untuk mengambil tempat yang berbeda. Aku tidak ingin menjadi teman sebangku orang menyebalkan itu.
Aku memilih bangku paling depan, terlihat menyenangkan. Mungkin saja.
Aku mengeluarkan novel yang kemarin kubaca, aku belum sempat membacanya di rumah.
"Kamu membuatku merasa spesial, merasa dicintai. Meskipun akhir-akhir ini hidup membuatku merasa mati rasa. Aku harap kamu tidak menyerah padaku, karena aku sudah menyerah pada diriku sendiri. Aku takut menjadi kesepian lagi tanpamu. Aku belum menyiapkan diri untuk kehilangan hadirmu dan tentu saja kehilanganmu. Maaf jika aku terlalu membuang-buang waktumu. Aku hanya membutuhkanmu dalam hidupku."
Kenapa aku sangat ingin menjadi pemeran utama dalam novel ini? Aku ingin merasakannya, memiliki seseorang untuk berbagi air mataku. Aku lelah selalu berbagi tawa dengan orang lain.
Ditengah-tengah aku terjebak dalam pikiranku, aku mendengar seseorang meletakan tasnya di bangku kosong sebelahku.
Aku harap itu bukan Radeva. Tetapi saat aku menoleh, ternyata memang Radeva. Untuk apa ia kembali memilih duduk bersamaku?
"Kenapa kamu?" Tanyaku heran.
"Apa?" Tanyanya balik.
Aku memutar bola mata, "Kenapa kamu di sini lagi sih?"
"Kelas aku di sini." Jawabnya.
Aku menghela nafas panjang, "Aku tau. Tapi kursi masih kosong banyak, kenapa kamu tetep pilih sebelah aku sih?"
"Permanen." Jawabnya.
"Kamu kenapa sih nggak pilih sama cowok-cowok di sana?" Tanyaku sambil menunjuk beberapa cowok yang berada di sudut kelas.
"Males." Jawabnya lagi.
Aku berdecak. "Kamu aneh." Ujarku, dan dia hanya mengendikkan bahu.
Setelah itu aku tidak peduli dengan apa yang ia lakukan, aku kembali meneruskan kegiatanku yang terganggu tadi.
•••••
Guru Kimia sedang menjelaskan tentang materi-materi yang akan kami pelajari. Aku berusaha mendengarkannya dengan cermat, dan sesekali aku mencuri pandang ke arah Radeva yang nampak serius mendengarkan.
"Kenapa?" Tanyanya dengan pandangan yang masih nampak fokus ke depan.
Sontak saja aku kaget. Apa maksudnya?
"Hah?" Aku menolehkan kepala kearahnya, bukan lagi curi-curi pandang.
Dia pun juga menolehkan kepala kearahku, manik mata kami bertemu. Seketika aku merasa salah tingkah. Astaga! Aku baru sadar bahwa matanya mampu membuatku gugup.
Aku memutuskan kontak mata di antara kami, dia masih nampak mengamatiku. Lalu tak lama kemudian dia kembali mengarahkan pandangan ke arah depan.
"Kamu diem-diem liatin aku daritadi." Ujarnya.
"Eh? Enggak kok! Sok tau kamu!" Balasku dengan mencoba mengontrol ekspresi.
Dia tersenyum miring. "Emang tau, bukan sok tau."
Aku menatapnya heran. "Hah?"
Dia menatapku lagi, hingga manik mata kami kembali bertemu. Tatapannya begitu dalam, dan membuatku membeku sekaligus lemah secara bersamaan.
"Lain kali, kalo mau liatin aku agak pinteran dikit caranya." Ujarnya panjang. Setidaknya tidak hanya satu atau dua kata saja.
Lalu lagi-lagi dia kembali terfokus ke depan. Aku bisa melihatnya tersenyum tipis. Entah karena apa.
Aku menelan ludah kasar. Aku merasa menemukan beberapa fakta menarik.
Aku suka senyumannya, aku suka tatapannya. Mereka mampu membuatku merasakan sesuatu yang entah aku tak paham apa itu.
Tetapi sesuatu dalam diriku mengatakan bahwa dia terlalu berbahaya, karena masih ada hari esok yang aku tak tahu apa yang akan terjadi.
Diam-diam aku berharap bahwa dia ada di dalam hari esokku, meskipun hanya singgah untuk sebentar saja.
•••••
Aku jatuh cinta, dengan cerita ini. It's just about things that going in the adolescence and our life --hurting, searching, learning, loving, losing and doing reckless things.
Dan cerita ini terinpirasi oleh kehidupan sehari-hari --terutama pada masa remaja--lebih tepatnya realita yang terjadi saat ini. Seperti yang terjadi pada previous chapter dan next chapters.
Ok, that's just too much shits.
Muchas gracias🖤
Somewhere, January 15th 2019.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hopeless
Teen Fiction[COMPLETED] "Whoever told you that life would be easy, I promise that person was lying to you." --Kondisi dimana tidak memiliki ekspetasi tentang hal-hal baik yang akan terjadi dan juga kesuksesan di masa mendatang. [Definition of Hopeless] Apakah...