"I'm weak and you know it."
•••••
Dia berjalan menuju ke kamar rawat sahabatnya, membuka pintu perlahan dan masuk dengan diam-diam. Nampak di sana cewek itu sedang tidur memunggungi pintu.
Dia mengambil kursi dan duduk di samping hospital bed, ia tersenyum menatap sahabatnya itu.
"Ca, aku rindu." Ucapnya. Ia belum bertemu cewek itu sama sekali setelah dia bangun dari komanya, karena ia harus kembali ke rumahnya yang berada di lain kota. Tidak seperti Radeva, yang malah tinggal.
Tak lama kemudian, sahabatnya itu bangun. Berbalik badan dan menatapnya lekat lalu tersenyum.
"Kia?" Panggil Marsha.
Kia mengangguk dan tersenyum lebar, "Caca, aku rindu sama kamu."
Marsha tertawa pelan, "Aku juga, Ki. Aku capek sendiri terus, Ki."
"Kan ada aku, Radeva, mama sama papa kamu." Balas Kia.
Marsha kini tersenyum tipis, "Andai aja gitu ya, pasti aku nggak gini."
"Caca, udah ya." Kia mengenggam tangan sahabatnya itu dengan erat.
Marsha masih tersenyum tipis, sedangkan Kia mencoba mencari cara agar sahabatnya itu melupakan sejenak perasaannya sedihnya. Ia paham betul ketika Marsha sedih, sahabatnya itu pasti terlihat memaksakan senyuman. Seperti tadi.
"Oh iya, Ca. Deva bolos sekolah gara-gara kamu lho." Ujar Kia, yang membuat Marsha mengerutkan dahi.
"Aku kaget lho, apa sebegitu pentingnya kamu buat dia sampe dia rela bolos?" Tambah Kia.
Marsha menghela nafas, ternyata Radeva sampai bolos hanya untuk dia. Tapi apakah benar seperti itu? Atau mungkin memang ada hal lain yang menyebabkan Radeva harus bolos, bukan?
"Udah lah, terserah dia aja." Balas Marsha.
Kia menatapnya heran, "Hm, oke."
Mereka pun mengobrol panjang lebar tentang apapun, dari hal-hal tidak penting sampai hal sangat penting. Setidaknya dengan hadirnya Kia mampu mengusir rasa sepi yang Marsha rasakan.
"Oh iya, Ca. Aku punya sesuatu buat kamu." Ujar Kia.
"Apa?" Tanya Marsha dengan kepo.
"Close your eyes!" Perintah Kia, sedangkan Marsha hanya bisa mendengus pelan.
Kia pun mengambil sesuatu dari dalam kantong jaket yang ia pakai, lalu menyuruh Marsha membuka mata.
"And now, open!"
Marsha membuka matanya, dan menatap sebuah gelang di genggaman tangan Kia yang mirip dengan gelang yang Kia gunakan.
Lalu Kia memakaikan gelang itu ke tangan Marsha, mereka berdua tersenyum.
"Caca, hadiah dari aku ini mungkin nggak seberapa. Tapi aku cuma pengen ngasih kamu sesuatu yang akan terus mengingatkan aku ke kamu, mengingatkan bahwa kamu nggak sendiri." Ujar Kia. Marsha masih mempertahankan senyumannya, ia benar-benar tersenyum saat ini.
"Maaf ya, Ca. Aku nggak akan selalu ada buat kamu, tapi aku berusaha ada buat kamu tiap waktu. Kamu harus kuat ya, Ca. Jaga diri kamu baik-baik! Aku nggak mau kamu kenapa-napa lagi. Udah cukup ya, Ca." Tambah Kia sambil mengenggam erat tangan Marsha.
"Kia, kamu tau aku lemah kan? Aku nggak sekuat apa yang kamu harapkan. Aku tau, aku nggak bisa selamanya berjuang. Aku bisa putus asa kapan aja, Kia." Balas Marsha.
Kia menggeleng dan menatap sahabatnya itu lekat-lekat, "Nggak, kamu kuat kok, Ca. Kamu itu cewek baik-baik, kamu tau itu kan, Ca? Caca itu kuat, nggak selemah itu buat menyerah."
"Don't be hopeless, Sha." Tambah Kia, dan Marsha tersenyum.
"Kia, aku takut, Ki. Aku tau kamu, kalian, nggak akan selamanya ada buat aku dan nemenin aku. Aku takut terlalu bergantung ke kalian, sampe aku lupa bahwa akhirnya aku selalu sendiri."
Kia masih menggengam tangan Marsha, "Iya, Ca. Aku tau kok. Tapi kematian ada di tangan Tuhan, kita nggak tau tentang itu. Tapi tenang aja, kamu masih punya aku, Radeva."
Marsha meneteskan air matanya lagi, "I'm so sorry for everything."
"Jangan minta maaf, kamu nggak salah. Kita cuma korban yang mencoba bertahan hidup. Jangan takut ya, kita ada didepanmu, menuntunmu, selalu mendukungmu. Oke?" Ujar Kia sambil menghapus air mata Marsha.
Marsha tersenyum sekilas dan mengangguk. Setidaknya ia masih punya harapan akan seseorang yang mampu bertahan di hari-harinya yang begitu gelap dan menyiksa. Mereka adalah sahabat-sahabatnya.
Ia tahu, tidak perlu kekasih untuk selalu ada untuknya atau memahaminya. Karena ikatan persahabatan lebih terasa nyaman dan tidak merugikan.
•••••
Dear you, thanks for being my friend, I know you'll read this one day. So, thank you so much for supporting me and shits. I know I'm stubborn asf, selfish and annoying but you understand me and you stay here with me. Thank you, and I love you, bitch.
And thanks for everyone who willingly read my shit.
Thank you.
Your nightmare, October 1 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Hopeless
Roman pour Adolescents[COMPLETED] "Whoever told you that life would be easy, I promise that person was lying to you." --Kondisi dimana tidak memiliki ekspetasi tentang hal-hal baik yang akan terjadi dan juga kesuksesan di masa mendatang. [Definition of Hopeless] Apakah...