16. Theirs

128 19 0
                                    

"I'm sorry, Mom and Dad."

•••••

Mereka nampak berdiri di sekeliling anak perempuan yang sedang terbaring lemah di atas brankas rumah sakit, berjuang untuk tetap hidup meskipun ia sebenarnya tidak ingin hidup.

Sang ibu menangis tanpa henti, sedangkan sang ayah nampak begitu terpukul dengan kondisi putrinya. Tetapi yang pasti, mereka merasakan kesedihan yang mendalam dan rasa bersalah atas kondisi anak perempuan itu.

Untung saja paramedis segera datang setelah kejadian menyeramkan itu, jadi masih ada kemungkinan anak itu akan baik-baik saja. Jika terlambat sebentar saja, keinginan anak itu pasti sudah tercapai.

"Baca ini, Marsha yang menulisnya." Ujar Fahri --ayah anak perempuan itu.

Lidia --sang ibu-- menerima selembar kertas itu dengan tangan bergetar, lalu membacanya dan menangis sejadi-jadinya. Ia merasa gagal dalam membesarkan putri semata wayangnya, hingga sang putri melakukan hal itu.

"Saya merasa bersalah atas kejadian ini, Lidia. Sejujurnya, dalam lubuk hati saya, saya sangat menyayangi Marsha selayaknya ayah-ayah lain di dunia. Tetapi kebencian saya akan hubungan kita yang tidak dilandasi rasa apapun, membuat kebencian saya tersalurkan kepada Marsha --yang notabene-nya   hasil dari hubungan kita. Saya tidak tau harus memperbaiki hubungan saya dan Marsha bagaimana lagi, ketika dia sedang berada dalam batas antara hidup dan mati." Ujar Fahri panjang, memberikan penjelasan kepada Lidia yang sejak tadi nampak terdiam mendengar ucapannya.

Lidia menghela nafas, berusaha berhenti menangis lalu menetralkan suaranya. "Sebenarnya ini bukan percobaan bunuh diri pertama Marsha." Balas Lidia pada akhirnya.

Fahri mengernyit heran, "Jadi? Maksud kamu?"

Lidia menatap putrinya yang terbaring di atas brankas lalu tersenyum getir, "Sejak perceraian kita, tiap malam setelah pulang dari kantor saya sering melihat dia terbaring di atas tempat tidur dengan luka ditangannya. Ketika pagi saya tanya, dia bilang bahwa dia habis terjatuh. Saya tidak sebodoh itu untuk percaya, tapi saya hanya diam saja. Hingga malam itu, saya menemukan dia di kamar mandi bersimpah darah. Lalu saya tanya dia, tapi dia diam saja sambil menangis. Mampu saya putuskan, bahwa dia sedang dalam percobaan untuk mengakhiri hidupnya. Setelah itu, saya pun memutuskan untuk membawanya ke psikolog untuk mendapatkan penanganan."

Fahri berusaha menelan ludah dengan susah payah, "Jika dia ditangani oleh psikolog, bukankah seharusnya kondisinya lebih baik?"

"Dokter bilang begitu, apalagi dengan antidepresan dan terapi. Tapi nyatanya dia bisa berbuat nekad kapan saja, ketika dia sedang sedih, tertekan atau diabaikan." Jawab Lidia.

Fahri menghembuskan nafas panjang, penyesalan yang ada dalam dirinya kini makin bertambah. Andai saja ia bisa memutar waktu, ia lebih memilih untuk tidak menikahi Lidia sehingga Marsha tidak pernah terlahir dan putrinya itu tidak merasakan segala rasa bencinya itu.

Tetapi semua ini adalah skenario Tuhan, dan mereka hanya memainkan cerita sesuai dengan alur yang Tuhan buat. Mau bagaimana lagi, nasi sudah menjadi bubur. Yang terjadi tidak bisa diulangi lagi, tetapi masih bisa diperbaiki agar lebih baik kedepannya.

"Maafkan saya, Lidia. Jika saja dari dulu saya bersikap lebih baik pada Marsha, dan jika kemarin malam saya tidak memaksa dan menamparnya, mungkin Marsha masih baik-baik saja." Ucap Fahri penuh penyesalan.

Lidia tersenyum tipis, "Kadang saya juga merasa gagal menjadi seorang ibu, saya tidak menyangka bahwa sikap saya bisa membuat Marsha begitu tersakiti."

Setelah obrolan yang menguras emosi itu, mereka berdua hanya bisa terdiam menatap putri mereka yang nampak belum menunjukan tanda-tanda akan sadar.

Dokter berkata bahwa kondisinya masih bisa diselamatkan, meskipun mungkin bisa koma selama beberapa saat. Apalagi dengan dia mengonsumsi antidepresan dengan dosis yang tinggi, hingga membuatnya overdosis obat tersebut.

Untuk kali ini mereka hanya bisa berdoa kepada Tuhan, agar kondisi putri mereka baik-baik saja dan ia bisa selamat. Juga dokter yang jadi perantara untuk membantu putri mereka diberi kemudahan, meskipun hidup dan mati ada di tangan-Nya.

•••••

"Bunuh diri adalah cara mengakhiri masalah dan rasa sakit jangka pendek, namun efek sampingnya berlaku jangka panjang. Bunuh diri hanya akan memindahkan lukamu, ke orang-orang yang menyayangimu."

Part ini terkesan drama ya? Tapi ya, mau gimana lagi?

Dan part sebelumnya itu bukan ending btw. Saya ngga sejahat itu buat bikin ending menyedihkan kaya gitu. Akhir cerita pasti bahagia, gimanapun nantinya.

Hidup ini naik turun kan? Dan sekarang kita berada di bagian bawah, nanti ada saatnya dia benar-benar naik. Tunggu saja. #spoiler

Thank you so freakin much.

Human's world, May 2nd 2019

HopelessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang