"You call it music, I call it my therapist."
•••••
Entah bagaimana, aku lebih suka sendiri. Tapi aku benci merasakan kesendirian. Namun sayangnya, perasaan itu sudah menjadi teman dekatku sejak lama.
Hanya beberapa orang yang ada dalam hidupku saja yang bisa menghilangkan rasa itu, meskipun hanya sementara. Tapi lama-kelamaan aku butuh itu secara permanen, dan aku belum menemukan seseorang yang tepat.
Alunan lagu dari salah seorang penyanyi kesukaanku dan juga inspirasi dalam hidupku, Halsey, mulai memenuhi pendengaranku.
Boy, you make it look so easy
Promise that I'm gonna call you back in five
Sorry baby girl but I can't tonight
Boy, you make it look so simple
Yeah, I know that girl feeling my whole life
Back in my hotel and I'm alone inside
'Cause you know the truth hurts but secrets kill
Can't help thinking that I love it still
Still here, there's must be something real
'Cause you know the good die young
But so did this
There's so much be better than I think it is
Gimme those eyes it's easy to forgive"Nggak capek dengerin lagu terus?" Tanya seseorang mengagetkanku.
Aku menoleh ke sumber suara, ternyata orang menyebalkan itu lagi.
"Kenapa emang?" Tanyaku balik padanya.
Dia yang awalnya berdiri, kini kembali duduk disebelahku. Setelah tadi dia sempat pergi ke luar kelas, entah untuk apa.
"Nggak kenapa-napa, cuma tanya." Jawabnya.
Aku mengedarkan pandangan ke penjuru kelas. Sepi seperti biasa, tapi aku menyukainya.
"Harus jawab?" Tanyaku lagi.
"Terserah." Jawabnya.
Aku menatap lurus ke depan, lalu melepas earphone yang kugunakan.
"Music is my therapist." Ujarku.
Dia menatapku. "Therapist?"
"Bisa dibilang gitu."
Dia nampak serius mendengarkanku. "Why?"
Aku tersenyum tipis. "I listen closely to the songs I play, because mostly the lyrics speak the words that I fail to say. Music understands me, helps me when my days are getting harder."
Dia mengangguk-angguk, tanda bahwa ia paham. "Interesting." Ujarnya.
Aku menoleh kearahnya yang sedang menatapku, lalu aku tersenyum tipis. Dia menatapku dengan pandangan heran.
"Kenapa senyum?" Tanyanya dengan raut wajah yang masih sama. Heran.
"Pertanyaan kamu sederhana, tapi aku ngerasa sesuatu yang aneh." Jawabku.
Dia masih nampak heran dengan jawabanku. "Gimana?"
"I feel like no one's ever asking me that simple question, like they don't even care." Jawabku.
"Apa kamu sering sendiri? Dan juga, hm, kesepian?" Tanyanya lagi, dengan berhati-hati.
Aku masih mempertahankan senyumanku, lalu tertawa miris, "Bukan hal yang asing."
Dia kini menatap lurus ke depan, "Aku tau rasanya."
Giliran aku yang menatapnya.
"Aku selalu sendiri. Aku suka sepi. Meskipun di tempat ramai, aku selalu ngerasa sendiri. Tapi lama-lama aku bosen jadi sendiri, dan aku nggak suka selalu terjebak dalam kesendirian." Ujarnya panjang. Untuk pertama kalinya bagiku.
Entah kenapa aku merasa bahwa dia tidak begitu buruk. Aku dapat merasakan dengan baik apa yang ia ucapkan tadi.
Tiba-tiba dia menoleh lagi kearahku. "Kita baru ketemu dua hari, tapi aku rasa kamu bisa jadi temen aku." Ujarnya tiba-tiba.
Dia tersenyum padaku. Senyuman itu lagi. Hal yang mampu membuatku merasakan sesuatu yang aneh.
"Kamu mau kan jadi temen aku?" Tanyanya.
Sontak aku kaget dengan pertanyaannya. "Hah?"
Dia terkekeh pelan. "Gimana? Mau kan?"
Aku juga ikut terkekeh pelan. "Kamu nggak terlalu buruk buat jadi temen aku."
"Jadi kamu pikir aku buruk gitu?"
Aku tertawa. "Bisa jadi."
"So, are we?" Tanyanya lagi.
"Why not?" Balasku.
Setelah itu kami pun banyak berbagi cerita tentang apapun. Ternyata dia tidak terlalu menyebalkan dan terlalu cuek, bahkan bisa kubilang bahwa dia itu berisik.
Mulai hari ini, aku merasakan bahwa hadirnya akan merubah beberapa bagian dari hidupku. Entah apa yang terjadi nanti. Kita lihat saja.
•••••
She puts too much feelings in this story :(
When no one's there for me, the only thing that won't leave is just music. Understand?
Semua orang pernah kesepian, ada yang memilih sendiri ada juga yang melepasnya. Semua orang pernah kesepian, ada yang bertahan dan ada yang berjalan dan mencari bantuan. Bagiku kesepian itu membunuh perlahan-lahan, sangat menyakitkan bukan jika dibunuh perlahan-lahan? Ingatlah, kamu tidak sendirian. Berjalanlah, pasti ada seseorang yang mau membantumu lepas dari kesepianmu.
I've been talkin too much. But that's my perspective tho :)
Ok, Danke🖤🖤🖤
Somewhere, January 20th 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Hopeless
Teen Fiction[COMPLETED] "Whoever told you that life would be easy, I promise that person was lying to you." --Kondisi dimana tidak memiliki ekspetasi tentang hal-hal baik yang akan terjadi dan juga kesuksesan di masa mendatang. [Definition of Hopeless] Apakah...