"You spend your life in a dream that you can't escape."
•••••
Hanya dengan sebuah kalimat saja, mampu membuat mereka berdua khawatir setengah mati. Ada satu kemungkinan yang benar-benar mereka takuti, sesuatu yang akan mengubah segalanya dan berakhir pada sebuah penyesalan.
Dengan terburu-buru mereka berlari melewati koridor rumah sakit, meskipun ada beberapa orang yang menyuruh mereka untuk tidak berlari. Tetapi keadaan saat ini benar-benar membuat mereka khawatir.
Hingga mereka pun tiba di sebuah kamar rawat yang mana di depan pintu masuk terdapat seorang lelaki yang nampak kurang tidur, penampilannya terlihat kurang terawat.
"Permisi, Om Fahri." Sapa Kia kepada Fahri.
Fahri mengangkat kepalanya, lalu berdiri untuk menyalami kedua remaja dihadapannya.
"Saya Radeva, Om. Mantan teman sekelas Marsha." Ujar Radeva memperkenalkan diri sembari menyalami Fahri.
"Terima kasih, Kia, Radeva. Kalian sudah meluangkan waktu untuk menjengguk Marsha." Ujar Fahri dengan senyuman hangat yang terlukis diwajahnya.
Kia sebenarnya merasa heran dengan sikap Fahri yang seperti ini. Karena sepengetahuannya, Fahri adalah orang yang tidak memiliki rasa kasihan. Apalagi sejak kecil ia tahu betapa tersiksa sahabatnya itu secara emosional saat tinggal bersama papanya.
"Mm... Om, kalau boleh tau, Caca kenapa ya?" Tanya Kia memulai percakapan lagi.
Fahri menarik nafas dalam-dalam lalu menjawab, "Kalian tau, bukan? Tentang depresinya?"
Kia dan Radeva mengangguk bersamaan menjawab pertanyaan Fahri.
"Kalian tau kalau dia berniat mengakhiri hidup?"
Kia dan Radeva tersentak. Raut wajah Radeva berubah, sedangkan Kia mengigit bibir bagian dalamnya untuk menahan diri agar tidak menangis.
"Dia sekarang koma, sudah sekitar dua minggu. Dia overdosis antidepresan. Doakan saja semoga dia baik-baik saja."
Air mata Kia pun jatuh, hal yang ia takutkan hampir terjadi. Bahkan sekarang sahabatnya sedang dalam keadaan di antara hidup dan mati.
Sedangkan Radeva kini merasa bersalah, dan juga takut. Ia tak ingin orang yang ia sayangi --ya, ia menyayangi Marsha sebagai seorang sahabat dan kakak-- meninggal karena bunuh diri, apalagi karena pil-pil sialan itu lagi.
Dengan suara bergetar Kia mencoba berbicara, "Bisa kita ketemu Caca, Om?"
Fahri mengangguk dan memberi ijin kepada kedua sahabat putrinya itu, lalu mereka berdua masuk ke dalam ruangan dimana Marsha terbaring tak berdaya.
Kia menangis, mengenggam tangan Marsha yang kini tak membalas genggaman tangannya. Sedangkan Radeva hanya bisa mengamati Marsha yang seolah-olah tertidur itu.
"Sha, aku ninggalin kamu karena ayah aku yang harus pindah. Kalo saat itu aku bisa milih, aku bakal stay di sini dan mungkin kamu nggak akan kaya gini. Kamu jahat deh, Sha. Kamu mau ninggalin aku karena kemauan kamu sendiri. Apa kamu mau nyusul ibu aku dengan pil-pil itu? Aku udah hancur, Sha. Jangan buat aku hancur lagi." Batin Radeva berbicara, ia tak bisa lagi menahan perasaannya.
Bayangkan saja, sahabat kalian terbaring koma karena percobaan bunuh diri. Apa kalian masih bersikap biasa saja? Jika iya, kalian bukan sahabatnya.
"Caca, ayo main lagi kaya dulu. Aku kangen, Ca. Kamu bohong, Ca. Kamu bilang kamu udah nggak ngelakuin ini itu lagi, tapi sekarang aku liat kamu sekarat kaya gini. Caca, bangun ya. Plis. Demi orang yang sayang kamu. Kamu bakal sembuh kok, percaya deh. Aku bakal bantu kamu, Ca. Plis, bangun ya. Aku butuh kamu, Radeva, Tante Lidia, Om Fahri, semuanya. Plis, Ca."
Kia benar-benar menumpahkan air matanya. Marsha bukan hanya sahabat, tapi juga kakaknya. Marsha yang akan membelanya ketika ada cowok yang menganggunya, dan dia yang akan menghibur Kia ketika ia sedang bersedih. Marsha juga yang akan membuat Kia tertawa ketika Kia sedang menangis, tetapi Marsha juga yang selalu berpura-pura baik-baik saja meskipun hidupnya sedang tidak berjalan mulus hanya agar Kia tidak melihatnya rapuh.
"Aku bisa jadi malaikat dan iblis bagi orang lain, tetapi aku hanya jadi iblis saja untuk diriku sendiri. Aku paham, tidak ada keadilan untuk diriku sendiri."
•••••
Sounds like a mothafookin drama? Well, I DONT GIVE A SHIT. Lmfao.
And yes, I updated again. I have no fookin life. FML.
Thanks for reading my terrible story🖤
Coffin, September 25th 2019.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hopeless
Teen Fiction[COMPLETED] "Whoever told you that life would be easy, I promise that person was lying to you." --Kondisi dimana tidak memiliki ekspetasi tentang hal-hal baik yang akan terjadi dan juga kesuksesan di masa mendatang. [Definition of Hopeless] Apakah...