02. Hope

317 37 2
                                    

"You know I can't fight the feeling, and every night I feel it."

•••••

Sepulang sekolah aku tidak langsung pulang ke rumah. Ini masih pukul satu siang, sedangkan maksimal aku boleh pulang hingga pukul lima.

Jadi aku memutuskan untuk pergi ke salah satu pusat perbelanjaan di dekat sekolah. Aku berniat untuk ke toko buku untuk mencari novel.

Aku berjalan menyusuri deretan rak berisi novel-novel remaja, hingga akhirnya aku berhenti di deretan rak yang berisi novel-novel terjemahan.

Setelah mengambil sebuah novel, lalu aku pun berjalan menuju kasir. Namun aku menangkap sebuah pemandangan aneh.

Aku melihat Radeva sedang berada di dalam antrian bersama dengan seorang cewek. Apakah mungkin cowok membosankan seperti Radeva memiliki pacar?

Kenapa aku harus peduli dengannya? Lagipula dia siapa? Aku baru mengenalnya belum genap dua puluh empat jam. Tidak perlu peduli.

Setelah dia dan cewek tadi pergi, aku segera mengantri untuk membayar novel yang aku ambil tadi.

Selepas itu, aku memutuskan untuk pulang karena aku sudah lelah. Meskipun ini masih pukul tiga.

Aku pun segera turun untuk menuju ke halte di dekat pusat perbelanjaan tersebut. Aku lebih memilih untuk pulang menggunakan angkutan umum, meskipun terkadang orangtuaku sering mengomel karena hal itu.

Tetapi aku adalah cewek keras kepala dan tidak suka diperintah. Jadi aku akan melakukan sesuatu sesuai keinginanku, bukan menurut kehendak orang lain.

•••••

"Pulang jam satu, sampai rumah setengah empat. Kemana?"

Suara mama menginterupsiku. Aku terdiam berdiri di tempat dan menghela nafas kasar.

"Kamu kemana, Sha? Mau jadi anak nggak bener? Mungkin kamu udah jadi anak yang nggak bener kan?" Tanyanya lagi dengan nada setengah marah.

"Aku udah kasih tau mama tadi, mama aja yang nggak pernah peduli." Jawabku, lalu aku segera berlari menuju ke kamarku di lantai atas.

"MARSHA!" Teriaknya memanggilku.

Aku membanting pintu kamarku dan menguncinya dari dalam. Tasku kulemparkan ke atas ranjang. Tubuhku merosot jatuh, dan sialnya air mataku tumpah lagi.

Mereka bilang bahwa rumah adalah tempat paling nyaman, sayangnya bagiku mereka salah. Rasanya tidak seperti itu.

Aku rindu saat-saat mereka masih menyayangiku, tidak seperti sekarang. Aku merasa terbuang dan tidak dibutuhkan oleh siapapun.

Bukan salahku untuk menjadi seperti ini. Karena aku sudah merasakan banyak rasa sakit yang datang tanpa henti, hingga aku terjebak pada titik terendah. Dimana yang aku inginkan hanya menyerah pada kehidupanku, pada takdir yang selalu mempermainkanku.

"Nggak ada yang butuhin kamu."

"Nggak ada yang sayang sama kamu."

"Kamu cuma buang-buang waktu orang lain."

"Semua lebih baik tanpa ada kamu."

Suara-suara itu lagi, yang terus menghantuiku sejak lama. Suara yang datang tiap hari seperti tak pernah lelah untuk membuatku selalu terjatuh.

Jujur saja aku lelah, lelah dengan semuanya. Bukan fisikku, tapi mentalku. Aku ingin istirahat sejenak dari masalah-masalah yang selalu mengejarku tiap detiknya.

Aku bukan lemah hanya karena kejadian hari ini, tetapi seketika kejadian-kejadian itu terputar lagi dalam ingatanku.

Aku mengambil 'sesuatu' di atas meja belajarku, sesuatu yang membantuku mengatasi masalah. Sesuatu yang menenangkan, meskipun sering orang anggap hal ini adalah kegilaan.

Siapa yang peduli? Mereka tak akan peduli, orang-orang hanya akan peduli ketika semua ini sudah berakhir.

Goresan-goresan ini sebagai bentuk kemarahanku kepada diri, ibarat hukuman yang harus aku terima. Aku benci dengan diriku sendiri.

Aku benci diriku yang selalu seperti ini. Aku berharap untuk mendapatkan seseorang untuk menggenggamku disaat aku jatuh.

Aku berharap ada seseorang yang bisa mengajariku cara untuk tersenyum menghadapi semuanya, disaat yang aku tahu hanya cara untuk menangisi hidup.

Aku berharap ada seseorang yang bisa membuatku bersyukur menjadi diriku sendiri, yang bisa mengajariku cara mencintai diri ketika aku jatuh dalam lubang kebencian kepada diriku sendiri.

Aku hanya berharap itu saja. Tidak lebih. Aku harap Tuhan mengabulkannya. Segera.

•••••

So, who can relate🤒 this part makes me feel like its real :( its so pathetic😷

Ok, gracias 🤓

Somewhere, January 7th 2019

HopelessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang